20 November 2013

1 Tesalonika 4:13-18 (Khotbah, 24 November 2013)



PENGHIBURAN DI DALAM TUHAN (1 Tesalonika 4:13-18)

Kita semua tentu pernah merasakan kesedihan karena salah seorang dari saudara yang kita kasihi meninggal dunia. Betapa sedih perasaan kita ketika itu. Secara sadar atau tidak, kita pun  mengingat masa hidup saudara itu; kebaikannya, kelucuannya atau tindakan-tindakannya yang dapat membahagiakan kita. Selain mengingat hubungan indah di masa lalu, juga membayangkan masa depan. Apabila yang meninggal itu seorang ayah maka sang anak akan merasakan kehilangan seorang tokoh di tengah-tengah keluarga, dan sang isteri akan merasakan betapa berat tanggung jawab yang harus dipikul merangkap tugas posisi sang suami selama ini. Apabila yang meninggal itu seorang ibu, maka sang suami sedih memikirkan yang akan mendampinginya mengelola keluarga. Sementara, anak-anak akan merasakan kehilangan kasih yang begitu mulia selama ini dan membayangkan betapa beratnya apabila mendapatkan seorang ibu pengganti yang selalu siap menampar pipinya. Bila yang meninggal itu seorang sahabat maka akan merasakan kehilangan teman bercanda. Yang pasti, siapapun yang meninggal itu, apabila selama hidupnya dekat dengan kita maka saat ia meninggal akan menimbulkan rasa dukacita. Semakin dekat hubungan kita dengan orang tersebut, maka semakin besar rasa dukacita di dalam hati. Dukacita atau kesedihan yang ada di dalam hati kita adalah karena kematian tersebut akan memisahkan kita. Kita merasa tidak ada lagi harapan untuk bertemu. Perpisahan yang bukan hanya sementara tetapi selama-lamanya. Inilah yang membuat perpisahan karena kematian itu sangat memilukan hati.
Melalui firman Tuhan ini, rasul Paulus memberikan suatu pengharapan. Kita yang berpisah dengan saudara kita masih akan dipertemukan kembali. Bahkan setelah pertemuan nanti maka tidak akan dipisahkan lagi. Paulus membangun pengharapan ini bukan tanpa alasan. Pengharapan itu ada karena Yesus yang telah mati itu bangkit kembali.
Jemaat Tesalonika adalah orang-orang Yunani yang memiliki pemahaman bahwa arwah orang meninggal hidup selaku bayang di alam sana nun jauh. Dengan demikian, apabila seorang saudara meninggal tidak ada lagi pengharapan. Kematian adalah akhir segalanya.
Ketika hadir di Tesalonika, Paulus sudah mengajarkan tentang parousia. Parousia adalah hari kedatangan Tuhan. Dan hari itu akan segera berlangsung dalam waktu singkat. Sepeninggal Paulus dari Tesalonika, ajaran ini rupa-rupanya menjadi menarik bagi jemaat karena berbagai pergumulan yang mereka hadapi ; (a) timbulnya penderitaan karena penganiayaan, (b) sudah ada warga jemaat yang meninggal. 
Karena itu, Paulus merasa penting memberikan penjelasan tentang kematian itu. Bagi Paulus, kematian bagi saudara-saudara yang telah mendahului itu hanyalah sedang tertidur, beristirahat sambil menantikan kedatangan Tuhan kembali. Pada saat kedatangan Tuhan kembali maka mereka akan bangkit. Paulus memberikan kronologis parousia itu (ay. 16-17) : (a) ada tanda, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, (b) Tuhan sendiri akan turun dari sorga, (c) mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit, (d) orang-orang yang masih hidup akan diangkat bersama-sama dengan mereka yang telah bangkit dari mati. Selanjutnya, Paulus menggambarkan suasana parousia itu bagaikan arak-arakan manusia menuju angkasa untuk bertemu dengan Tuhan. Demikianlah Tuhan membangkitkan dan mempertemukan kembali semua orang percaya.
Namun, menunggu sampai tibanya parousia itu, Paulus sebagai hamba Tuhan memberikan nasehat di dalam perjalanan hidup ini, agar setiap orang saling menghibur seorang dengan yang lain. Penghiburan yang sejati adalah penghiburan yang memberikan pengharapan.

Allah mau mempertemukan kita dengan saaudara-saudara yang telah mendahului kita tetapi bukan dengan cara kita. Allah mau mempertemukan kita dengan orang-orang yang kita kasihi itu tetapi bukan saat ini. Allah mau mempertemukan kita dengan saudara-saudara kita itu dengan cara dan waktu yang Allah tentukan sendiri.
Karena itu, kita tidak perlu memikirkan mereka yang sedang istirahat itu sebab itu adalah pekerjaan Allah. Tetapi satu hal yang tidak dapat kita lupakan adalah pengharapan. Pengharapan untuk bertemu kembali. Pertemuan yang akan terjadi bukan hanya dengan roh mereka saja, tetapi berjumpa dengan tubuh yang kekal sehingga kita tidak akan pernah lagi berpisah.
Kita perlu kembali merenungkan sikap (berbagai suku) dalam upacara pemujaan terhadap roh orang yang telah mendahului kita. Di dalam budaya Batak ada dikenal ‘mangongkal holi’ (menggali tulang-belulang). Bukankah upacara itu dilakukan sebagai upaya memanggil dengan mengharapkan datangnya roh orang yang telah meninggal ? Atau apakah upacara tersebut merupakan pesta biasa sebagai cara mempertemukan keluarga besar kita ? Kalau motivasi pertama mendorong kita, maka akan siasialah semua upaya itu. Kalau motivasi kedua yang mendorong, baiklah dilakukan dengan penuh kasih dan persaudaraan.
Selama hidup ini, kita perlu mengasihi orang tua, suami atau isteri, anak dan teman-teman. Kasih mengasihi ini perlu dipelihara sebelum Tuhan memanggil. Di dalam dunia inilah kesempatan untuk mengasihi dan menghibur orang-orang yang kita cintai. Kasih kita tidak akan berguna apabila itu kita berikan kepada saudara kita yang telah dipanggil Allah. Ia tidak mengharapkan kasih dari kita sebab ia sudah mendapatkan kasih yang lebih besar dari Allah.
Tetapi dengan iman, kita boleh berpengharapan. Sebagai bukti adanya pengharapan itu, kita dapat mewujudkannya di dalam saling mengasihi. Kasih…inilah yang harus kita lakukan bagi setiap saudara kita dimasa hidupnya. Kita manusia yang mempunyai keterbatasan hanya dapat mengasihi saudara kita yang masih hidup. Kita tidak mampu mengasihi saudara kita yang telah Allah panggil.
Kasih dan persaudaraan perlu diciptakan ; dalam keluarga, tetangga, kerabat kerja, dan terutama di dalam persekutuan kita. Saling menghibur dan menguatkan senantiasa harus tetap dipelihara sambil menanti-nantikan kedatangan Tuhan kita, sehingga saat kedatangan Tuhan, kita semua dapat bersama-sama menyongsongNya. Inilah pengharapan yang kita nanti-nantikan. Kita tidak perlu lelah memanggil-manggil sumangot (roh) nenek moyang kita. Allah sendiri akan membangkitkan leluhur kita, bukan hanya roh tetapi juga tubuhnya. Allah akan memanggil mereka dan mengangkat saudara dan saya dan mempertemukan kita seluruhnya di dalam hidup yang penuh kemuliaan tanpa berpisah lagi sampai selama-lamanya. AMIN

13 November 2013

Yohanes 15:1-8 (Khotbah, 17 November 2013)



TINGGAL DI DALAM YESUS (Yohanes 15:1-8)

Anggur merupakan buah yang disukai banyak orang. Ragam warna anggur ; ada merah, hijau, dan ungu. Selain karena rasa manis dan segar yang membuat orang tertarik menikmatinya, anggur juga berkhasiat untuk kesehatan dan kecantikan. Anggur adalah sejenis buah tanaman yang banyak ditemukan di tanah kanaan. Buah anggur dapat diolah dan dijadikan sebagai minuman untuk dinikmati banyak orang. Tentu orang yang menikmati itu akan bersukacita. Salah satu kisah minuman anggur yang menarik adalah kisah perkawinan di Kana, dimana Yesus mengubah air menjadi minuman anggur.
Untuk mendapatkan buah anggur yang lebat dibutuhkan perawatan yang baik.  Anggur memiliki pohon, ranting, bunga dan buah. Buah anggur bergantungan pada ranting-ranting itu. Sementara, ranting-ranting itu melekat pada pohon sebagai sumber makanan. Salah satu yang penting dalam merawat pohon anggur adalah memperhatikan ranting-rantingnya. Jika ada ranting yang tidak berbuah maka harus dipotong. Ranting yang tidak berbuah hanya akan menyerap zat/makanan, dan merugikan ranting masih menghasilkan buah. Tujuan pemotongan ini adalah untuk merangsang tunas cabang-cabang baru, yang dapat menghasilkan buah. Sementara ranting-ranting yang berbuah harus mendapat perhatian extra, tidak boleh dibiarkan begitu saja. Ranting yang berbuah ini harus dibersihkan sehingga dapat menghasilkan buah yang lebat.  
Yesus mengatakan perumpamaan pokok anggur ini kepada murid-muridNya. Yudas si penghianat pada saat itu tidak lagi bersama mereka, ia telah pergi karena diperingatkan Yesus (Yoh 13:30). Dengan demikian, murid-murid yang sebelas ini boleh dikatakan sudah bersih. Yesus berkata kepada murid-muridNya  (3) : ‘Kamu memang sudah bersih’. Namun, mereka yang sudah bersih tidak otomatis menghasilkan buah. Agar dapat berbuah banyak, para murid harus tinggal di dalam Yesus (4). Yesus adalah sumber kehidupan. Seorang murid yang bersih tetapi tidak tinggal di dalam Yesus maka ia juga tidak akan berbuah. Yesus menghendaki agar setiap murid-murid tinggal di dalamNya dan firmanNya tinggal di dalam murid-murid. Keadaan yang demikian akan membuat murid-murid menyatu dengan Yesus, sehingga sifat dan kehendak Yesus mengalir di dalam diri mereka. Hidup yang dialiri oleh kasih Kristus akan menjadi buah (kasih), yang dinikmati dengan sukacita oleh banyak orang. Demikian juga murid yang telah memiliki sifat dan kehendak Yesus maka segala yang diterima dalam hidupnya akan dinikmati sebagai anugerah penuh sukacita. Hidup yang penuh sukacita dan membuat orang lain bersukacita, itulah murid-murid Yesus. Semua itu akan menjadi kemuliaan bagi Allah, Sang Pemilik dunia.

Tuhan Yesus menyampaikan tentang pohon anggur ini sesungguhnya menggambarkan hubungan kita orang-orang percaya dengan Allah dan Kristus. Yesus yang diutus ke dalam dunia adalah dalam rangka memperbaiki hubungan manusia dengan Allah. Allah sebagai pemilik dunia ini menghendaki agar setiap orang mengisi dunia ini dengan perbuatan-perbuatan baik, menyukakan banyak orang. Setiap orang hendaknya dapat menikmati kehidupan ini, sehingga seluruh umat manusia memuliakan Allah.
Tinggal di dalam Yesus berarti menjadikan kita memiliki karakter Yesus. Membangun karakter yang demikian haruslah senantiasa membangun komunikasi dengan Tuhan dalam doa secara rutin. Seiring dengan doa ; membaca, merenungkan dan menghayati firmanNya haruslah menjadi santapan untuk kehidupan kita. Tinggal di dalam Yesus berarti membiarkan kekuatan hidup kita dalam pimpinan Roh (Galatia 5:25). Kita menyerahkan sepenuhnya hidup kita padaNya, seraya mensyukuri segala yang Tuhan nyatakan dalam hidup ini. Dengan demikianlah, kita membersihkan hati dan pikiran, agar kita menjadi hidup kudus (bersih).  
Allah telah mengampuni dosa kita melalui kematianNya, dan mengutusNya ke dalam dunia dengan memberikan kita talenta. Allah menghendaki agar kita menggunakan talenta itu bagi banyak orang. Kita tidak perlu takut akan kehabisan talenta itu, sebab Allah akan senantiasa menambahkannya selama kita tinggal di dalamNya. Perbuatan baik melalui talenta yang Allah perbaharui senantiasa membuat orang lain bersukacita. Kemauan kita membuat orang lain bersukacita, maka kita juga akan turut bersukacita.
Sesungguhnya buah lebat yang kita hasilkan bukan sekedar dinikmati ddengan sukacita oleh diri kita dan orang banyak, tetapi lebih dari itu kita sebagai murid Yesus telah memuliakan Allah. Karena itu, tinggallah di dalam Yesus AMIN

8 November 2013

Roma 12:17-21 (Khotbah, 10 Nopember 2013)


          KALAHKANLAH KEJAHATAN DENGAN KEBAIKAN

Di sekitar kita banyak sekali terjadi peristiwa kejahatan ; kekerasan, fitnah, kesombongan, kekerasan dsb. Kejahatan sudah menjadi ‘santapan harian’, terutama di kota-kota besar. Kejahatan  bukan hanya terjadi di tempat umum tetapi juga di dalam keluarga yang disebut KDRT, bahkan di antara dan di dalam komunitas beragama.
Lalu, bagaimana orang-orang percaya menghadapi kejahatan itu ? Sudah umum jika kejahatan dibalas dengan kejahatan ; adalah ketakutan yang tersembunyi jika membiarkan kejahatan berlangsung terus-menerus ; dan menunggu berlangsungnya ‘hukum karma’ terhadap pelaku kejahatan hanya membuat orang percaya kehilangan fungsi garamnya.
Paulus dalam surat-suratnya sangat banyak menyoroti kehidupan praktis dalam berjemaat dan bermasyarakat. Dari seluruh surat-surat Paulus, surat Roma adalah yang paling sedikit menyinggung masalah praktis. Namun Paulus sangat kuat memberikan dasar-dasar teologis  untuk mencegah umat dari bahaya pencemaran. Paulus menyadari bahwa jemaat-jemaat selalu menghadapi persoalan ; gereja yang tertekan serta ancaman luar, dan juga pertengkaran yang sangat mungkin timbul di tengah persekutuan. Paulus melihat dengan jelas betapa seringnya timbul kekacauan dalam jemaat karena ide yang salah, gagasan yang berbelit-belit, ajaran yang sesat mengenai iman Kristen. Paulus merasa bahwa perlindungan yang terbaik dalam menghadapi segala kejahatan adalah hidup dengan iman Kristen yang benar.
Paulus mempunyai strategi yang dapat menjadi pedoman bagi orang-orang percaya di Roma dan tentunya dengan hidup orang Kristen saat ini dalam menghadapi kejahatan yang timbul.
Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan
Apabila kejahatan dibalas dengan kejahatan maka korban kejahatan itu sendiri telah turut melakukan kejahatan. Jika kejahatan berhadapan dengan kejahatan, maka ‘tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak’ (Roma 3:10&12). Yang terindah perlu dilakukan adalah melakukan kebaikan. Peneladanan yang terbaik dalam menghadapi kejahatan adalah ungkapan Tuhan Yesus di kayu salib, memohonkan pengampunan bagi mereka yang membunuhnya.
Berilah tempat bagi murka Allah
Ulangan 32:35 Hak-Kulah dendam dan pembalasan, pada waktu kaki mereka goyang, sebab hari bencana bagi mereka telah dekat, akan segera datang apa yang telah disediakan bagi mereka.
Manusia adalah ciptaan Tuhan. Dia yang berkuasa atas kehidupan manussia. Oleh sebab itu, pembalasan atas kejahatan manusia adalah wewenang Tuhan. Kita juga tidak perlu menunggu/melihat pembalasan Tuhan itu terhadap pelaku kejahatan. Kita tidak perlu menyaksikan pelaku kejahatan mengalami penderitaan menurut ukuran kita, sebab Allah bisa saja membuat orang itu tampak menjadi lebih baik. Kita perlu ingat, bahwa ukuran yang dipakai dunia untuk menghakimi manusia tidak sama dengan ukuran yang dipakai Allah. Oleh sebab itu, jangan tunggu orang yang berbuat jahat sampai ia menderita menurut diri kita. Serahkan pada Tuhan.
Lakukanlah kebaikan
Tidak membalas kejahatan dengan kejahatan bukan berarti korban berdiam diri. Yang perlu dilakukan korban kejahatan bagi pelaku kejahatan adalah kebaikan, dengan memberikan kebutuhan yang diperlukan. Kejahatan seseorang muncul sangat mungkin karena ia tidak memiliki atau kekurangan dalam dirinya. Kekurangan makanan atau dan minuman sebagai kebutuhan pokok sangat mungkin mendorong si pelaku berbuat jahat.  
Kelakuan orang Kristen tidak berhenti pada teori kebaikan, tetapi harus kelihatan baik. Kekristenan yang sejati harus mempunyai kesaksian yang baik bagi semua orang. Kepedulian, solidaritas, penghargaan terhadap orang lain perlu ditonjolkan oleh orang-orang percaya. Kebaikan adalah cara yang Tuhan kehendaki dalam menghadapi kejahatan. Itulah terapan kasih yang Tuhan Yesus ajarkan.
Dengan melakukan hal tersebut di atas, Paulus mengatakan bahwa kita telah ‘menumpukkan bara api di atas kepalanya”. Kejahatan umumnya dilakukan oleh si pelaku karena korban itu dianggap jahat. Namun, ketika korban kejahatannya itu membalas dengan kebaikan maka si pelaku menyadari bahwa anggapannya salah. Ia kemudian malu dan menyesal atas kejahatannya. Ia merasa kepalanya telah dan sedang terbakar, sebagai balasan atas kejahatannya.

 ‘Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah’ (Matius 5:9), demikian sebuah gagasan khotbah Yesus di bukit. Yesus tidak berhenti pada gagasan belaka, melalui darahNya, kita telah diperdamaikan dengan Allah (Roma 5:1). Selanjutnya, kita yang telah menerima damai itu diutus menjadi pembawa damai bagi dunia (2 Korintus 5:17-20).
Kekerasan dengan perang tidak mungkin membawa perdamaian bagi dunia. Allah telah menawarkan kasih bagi umatNya untuk menciptakan perdamaian. Kasih dapat kita upayakan dengan melakukan kebaikan, yaitu kepedulian sehingga tercapai kesejahteraan. Kebutuhan manusia bukan hanya soal jasmani belaka tetapi juga butuh penghormatan, aktualisasi diri. Terpenuhinya kebutuhan manusia akan membuat setiap orang dapat menikmati kebaikan Allah, sehingga rindu kedamaian. Kita perlu peduli terhadap semua itu sebagai duta Kristus dimana kita berada.
Jika kejahatan terlanjur terjadi, bukan wewenang orang percaya menghakimi apalagi membalasnya. Membalas kejahatan dengan kejahatan, maka kita telah turut menjadi pelaku kejahatan. Orang Kristen boleh percaya bahwa segala kehidupan ini tidak ada yang lepas dari pandangan mata Tuhan. Mata Tuhan selalu menatap umatNya. Karena itu, kita perlu ada keyakinan bahwa Allah akan menegakkan keadilan dan menghukum segala kejahatan, sebab Dialah satu-satunya Hakim yang benar. Yang perlu kita lakukan justru adalah berdoa bagi penjahat. Dengan berbuat kebaikan dan doa akan menghentikan kejahatan, dan mereka yang berbuat jahat akan menyesali perbuatannya, sehingga mereka bertobat dan memperoleh keselamatan. AMIN

7 November 2013

Yesaya 2:1-5 (Khotbah, 27 Nopember 2016)




   BERJALAN DALAM TERANG TUHAN (Yesaya 2:1-5)

Nabi Yesaya mendapat panggilan pada umur kira-kira 20 tahun, ketika beribadat di rumah Tuhan. Yesaya menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Yesaya menyampaikan firman Tuhan berkaitan dengan realitas sosial.
Umat Tuhan dikenal sebagai umat yang beribadah. Ibadah menjadi ciri kehidupan mereka. Umat Tuhan sungguh percaya, bahwa Tuhan dapat menuntun dan mengubahkan kondisi mereka menjadi bangsa yang bermartabat. Tuhan sungguh-sungguh memberkati umatNya. Mereka layak disebut Negara yang makmur. Semua itu diaminkan sebagai anugerah Tuhan. Namun, kemakmuran yang diperoleh Negara itu tidak terbagi dengan baik. Mereka (Pemimpin dan pemilik modal) mengabaikan keadilan. Akibatnya, terjadi kesenjangan sosial.
Yesaya memandang ada kerancuan antara peribadahan umat Tuhan dengan ketidakadilan. Bagi Yesaya, peribadahan mestilah sejalan dengan kehidupan yang berkeadilan. Itulah sebabnya kitab Yesaya ini sangat menyoroti hal peribadahan dan keadilan sosial (Yesaya 1:16-17).
Yesaya memulai perikop ini dengan menyebut Yehuda dan Yerusalem. Pernah ada peristiwa di Yerusalem, yang sangat mempengaruhi pemahaman keagamaan Yesaya, yaitu pemindahan tabut Tuhan  ke dalam kota Yerusalem. Dengan pemindahan tabut Tuhan itu, maka Yerusalem dipahami sebagai tempat tinggal Tuhan. Seiring dengan itu, maka Yerusalem menjadi pusat peribadahan. Sebagai pusat peribadahan, maka umat Tuhan memiliki kewajiban melaksanakan ibadah secara bersama-sama pada waktu tertentu.
Yerusalem kemudian layak disebut sebagai ‘kota Raja Besar’ (Mazmur 48:3). Dari kota itu akan memancar cahaya kehadiran Allah penuh keindahan (Mazmur 50:2). Pemahaman ini akan membuat umat Tuhan dan seluruh bangsa datang berduyun-duyun ke Yerusalem. Sekalipun pendakian ke bukit Sion-Yerusalem melelahkan, namun dinikmati dengan penuh sukacita karena mereka akan berjumpa dengan Tuhan. Memandang barisan panjang manusia itu, seolah-olah seluruh manusia sudah berada di dalam arak-arakan itu.

Ada dua hal yang hendak dicapai dalam ibadah raya ini :
Bersatunya keturunan Yakub
Umat Tuhan adalah keturunan Yakub, yang sudah tercerai-berai. Tapi dalam peribadahan ini seluruh keturunan Yakub sudah turut di dalamnya. Adalah suatu pengharapan bagi umat Tuhan untuk kembali membangun persatuan. Karena itu, perjalanan yang penuh sukacita tersebut dipahami sebagai perjalanan menuju ke rumah Allah Yakub. Mereka akan bersatu menerima anugerah Tuhan.
Umat yang berkeadilan
Di Yerusalem, umat menerima firman Tuhan. Firman Tuhan mengajarkan dan menghendaki supaya umat hidup sesuai dengan firman Tuhan. Tuhan menghendaki supaya umatNya yang rajin dan penuh semangat beribadah harus juga hidup dengan firman Tuhan yang menghendaki supaya umat berjalan dalam terang firman Tuhan. Jika umat hidup dengan ibadah ( seremonial) tetapi praktek hidupnya tidak menunjukkan sesuai dengan firman Tuhan, maka itu adalah kemunafikan. Jelasnya, umat Tuhan harus hidup dengan penuh kasih dan berkeadilan.
Kondisi politik di Yehuda cukup stabil, namun bangsa Assyur yang cukup kuat saat itu sewaktu-waktu dapat menjadi ancaman yang mengerikan. Yesaya meyakini bahwa Tuhan dapat memakai kekuatan Assyur untuk menghukum orang Israel, tetapi Tuhan juga membatasi kekuasaan itu. Kuncinya, jika umat Israel hidup dengan berkeadilan maka mereka akan diberkati. Musuh (Assyur) yang telah siap menyerang dengan senjata penghilang nyawa manusia (pedang dan tombak) akan diubahkan menjadi alat-alat pertanian untuk menambah kemakmuran bagi umatNya. Tuhan sungguh-sungguh dapat menjadi Hakim yang adil bagi semua bangsa. Karena itu, umat Tuhan harus terus berjalan dalam Terang Tuhan.

1.      Kehadiran orang-orang Kristen beribadah dapat dikatakan meningkat, tentunya termasuk di gereja kita. Ini hal yang perlu kita pelihara, sebab Tuhan menghendaki puji dan sembah dari umatNya. Penyembahan yang kita lakukan juga mengingatkan kita akan kebesaran Tuhan. Oleh sebab itu, penyembahan kepada Tuhan bukan hanya berlangsung dan berakhir di dalam ruang gereja saja. Tuhan menghendaki penyembahan kita berkelanjutan dalam hidup keseharian. 
2.      Kita telah memasuki Minggu Advent I, yaitu Minggu penantian (persiapan). Dalam minggu penantian ini kita patut membuka pintu hati kita bagi perdamaian dan persatuan. Dengan demikian, kita boleh bersukacita menyongsong Natal, yaitu hari kelahiran Tuhan kita, Yesus Kristus.
3.      Kita juga patut mensyukuri segala perbuatan Tuhan, memandang orang lain sebagai anak-anak Tuhan, mengasihi orang-orang yang kekurangan, memahami dan memberlakukan segala yang Tuhan anugerahkan bagi kita.
Penyembahan, perdamaian, dan kepedulian merupakan bentuk keadilan yang Tuhan kehendaki. Yang utama adalah bagaiman setiap umat tetap berjalan di dalam jalan Tuhan. Tuhan akan menuntun umatNya. Tuhan selalu memberikan kebaikan bagi hidup kita. AMIN