9 Agustus 2014

Matius 14:22-33 (Minggu, 10 Agst 2014)

JANGAN TAKUT, TUHAN MENYERTAI (Matius 14:22-33)

Seorang pendeta melayani beberapa jemaat (gereja) di pedalaman. Salah satu jemaat yang dilayani harus menempuh jalan kaki sekitar delapan jam, dengan melewati hutan lindung. Sang pendeta telah beberapa kali melayani ke jemaat ini. Kebiasaan sang pendeta jika melayani ke jemaat ini berangkat dari rumahnya pada hari Sabtu siang sehingga tiba sekitar magrib, dengan membawa paying dan senter. Suatu ketika, pendeta ini berangkat menjelang sore dikarenakan ada kesibukan lain. Saat melewati hutan, hari sudah gelap dan hujan rintik-rintik. Situasi ini sudah biasa dialami sang pendeta. Yang tidak biasa di hutan gelap dan hujan rintik-rintik kali ini adalah, di kejauhan sana terlihat nyala lampu teplok seperti menggantung di sebuah teras rumah. Sang
 pendeta menjadi merinding ketika dari sekitar rumah itu terdengar suara anjing ‘mengaung’. Sang pendeta ketakutan dan berlari sekencang-kencangnya. Sang pendeta pun tiba di perkampungan dan rumah tujuannya. Ia tampak sangat lelah hampir pingsan. Setelah diberi minum dan sang pendeta agak tenang, si tuan rumah bertanya, ‘apa gerangan yang terjadi’. Sang pendeta yang masih agak lelah, pucat, dan ada rasa takut menceritakan pengalamannya di tengah hutan itu. Intinya, sang pendeta bercerita bahwa ia melihat hantu. Sang tuan rumah pun tersipu-sipu dan berkata, “wahhh…mestinya tadi pak pendeta singgah saja di situ. Itu adalah rumah penatua kita yang baru dibangun. Dia pindah ke rumah itu dua bulan lalu.” Sang pendeta pun menjadi tertawa dan sedikit malu sambil berujar, “sebenarnya Tuhan sudah menyiapkan tempat persinggahan bagi saya. Tapi saya kurang tanggap dengan kasih Tuhan itu”.

Kisah Yesus berjalan di atas air ditempatkan setelah perikop yang mengisahkan jaminan hidup yang Yesus berikan bagi manusia. Yesus melayani makan bagi 5000 orang (lih. Mat 14:13-21). Selanjutnya Yesus memerintahkan murid-muridNya naik ke perahu dan mendahuluiNya ke  seberang, untuk melanjutkan pelayanan. Perjalanan murid-murid ternyata mendapat ancaman. Perahu mereka diombang-ambingkan gelombang laut, karena angin sakal. Situasi ini terjadi pada tengah malam yang  gelap, dan tentu saja membuat murid-murid menjadi panik. Pada saat itu pula,  Yesus datang kepada mereka dengan berjalan di atas air. Kehadiran Yesus di sekitar perahu pada malam gelap gulita itu tidak mudah dikenal para murid. Di tengah kepanikan itu, mereka hanya melihat bayang-bayang dan menambah ketakutan, sehingga mereka berteriak : “itu hantu’. Di saat kepanikan dan ketakutan melanda para murid itu, Yesus berkata :  "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" Kehadiran dan sapaan Yesus ini tidak serta merta membuat para murid menjadi tenang. Petrus yang dikenal ‘spontan’ berseru dan menjawab Yesus : "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air." Yesus menjawab : “datanglah”. Lalu, Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus. Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: "Tuhan, tolonglah aku!" Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?" Yesus menolong, menyelamatkan mereka dari badai yang mengamuk itu. Peristiwa ini membuat para murid lebih mengenal Yesus dengan berkata : "Sesungguhnya Engkau Anak Allah."
Kita senantiasa dilanda gelombang kehidupan ini bagaikan badai yang mengamuk. Hidup menjadi begitu menakutkan, menyakitkan, mengerikan. Situasi seperti itu membuat kita kehilangan pengharapan. Yang ada hanyalah kepanikan disertai teriakan tanpa arah. Kita menjadi lupa akan penolong yang setia. Semua orang pasti mendambakan ketenangan dalam hidup ini. Tanpa ketenangan, hidup kita  bagaikan laut yang bergelora, mengakibatkan segala sesuatunya kacau, karena kita tidak dapat mengatur dan mengendalikan diri sebagaimana mestinya.
Ada seorang ibu Rumah Tangga, yang dapat saya golongkan sebagai orang saleh. Sehari-hari ia mengurus rumah tangganya sedemikian rupa; memahami dan memberi dorongan atas aktifitas dan pekerjaan suaminya. Sang ibu juga memperhatikan pertumbuhan, pergaulan, pendidikan dan terutama kerohanian anak-anaknya. Sang ibu pun tidak lupa dengan interaksi sosialnya di masyarakat, keluarga dan gereja. Kehidupan ekonomi mereka memang sangat sederhana namun keluarga ini cukup harmonis. Gelombang kehidupan menerpa. Pada suatu waktu suami dari ibu yang saleh  ini menderita sakit. Penyakit sang suami tak kunjung sembuh, walau sudah beberapa kali masuk-keluar Rumah Sakit. Sementara keuangan keluarga ini makin menipis akibat penyakit suaminya. Padahal hanya sang suami yang menjadi tulang punggung ekonomi keluarga ini.
Tuhan Pencipta pun menjemput sang suami kehadapanNya. Tinggallah sang ibu tanpa harta benda dan tanpa  penghasilan. Sementara, sang ibu harus membiayai hidup anak-anaknya yang masih dalam pendidikan. Rasanya, wajar saja jika ibu ini menjadi panik atas hidup yang dialami. Namun, ibu saleh ini menghadapi realitas hidup tersebut dengan penuh ketenangan. Ketenangan hidup yang dimiliki ibu ini tumbuh atas keyakinannya, bahwa Tuhan akan memberkati orang-orang yang percaya kepadaNya. Sang ibu yang telah menjanda itu memiliki secercah harapan !
Kita pun dalam hidup ini seringkali mengalami hambatan, tantangan yang ringan maupun berat. Mungkin dalam keluarga atau rumah tangga misalnya : masalah ekonomi, keluarga, kesehatan, dan kematian. Juga dalam soal pekerjaan; prestasi, kesejahteraan, jabatan, pangkat, hubungan persahabatan ke atas maupun ke bawah. Macam-macam permasalahan hidup dapat saja membuat seseorang kehilangan ketenangan. Ketenangan yang sejati dan abadi dapat kita peroleh pada Yesus Kristus. Ketenangan yang didasarkan atas pengharapan pada Yesus Kristus memampukan kita menikmati damai sejahtera. Paulus berkata (Kolose 2 : 6 – 7) : “Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur. Mari kita menghadapi tantangan hidup ini dengan senantiasa memusatkan pandangan kita kepada Yesus, yang terus-menerus berkata, Tenanglah! Aku ini, jangan takut! AMIN


Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar