24 September 2014

Yesaya 64:1-9 (Minggu 30 Nov 2014)



                  TUHAN ITU BAPA KITA
                                     
Dalam kehidupan ini banyak terjadi peristiwa-peristiwa besar. Sesungguhnya, Tuhan yang membuat peristiwa-peristiwa yang dahsyat dalam kehidupan ini ; entah itu menyenangkan atau mendukakan manusia. Misalnya, Tuhan membuat peristiwa alam ; gempa bumi, banjir yang hebat, kemarau panjang, panas matahari yang menyengat dsb. Pada zaman yang serba hebat ini, manusia memang mampu mengatasi berbagai bencana alam ; membuat rumah tahan gempa, membangun kanal besar menjaga banjir, membuat hujan buatan, menghindari panas dengan memasang ac di rumah, kantor, mobil dan di segala tempat. Manusia sah-sah saja mengantisipasi atau menjaga diri dari berbagai  ancaman. Tetapi yang lebih utama, manusia mestinya sadar, bahwa dibalik peristiwa itu Tuhan sedang memperkenalkan dirinya kepada manusia.

Tuhan akan terus memperkenalkan dirinya kepada manusia, supaya manusia itu makin lebih mengenal Tuhan. Mengenal Tuhan bukan sekedar mengerti sifat-sifat Tuhan, tetapi supaya manusia itu menjadi benar di hadapan Tuhan. ‘Sudahkah kita mengenal Tuhan’ dan ‘Apakah kita sudah benar di hadapan Tuhan’ ? Jawaban ini seringkali tergantung pada kondisi kita. Ketika manusia itu berada pada zone aman, maka kita akan mengatakan bahwa kita mengenal Tuhan dan Ia baik. Sebab, pengenalan manusia terhadap Tuhan seringkali hanya sebatas terpenuhinya keinginannya. Perasaan mengenal dan menjadi orang benar di hadapan Tuhan semakin menjadi-jadi ketika manusia itu melakukan ritual keagamaannya. Tetapi, apakah manusia sudah  benar di hadapan Tuhan ketika ia melakukan ritual agama dan berada pada zone aman ?
Peristiwa alam yang dilukiskan oleh Yesaya dalam nas adalah peringatan bagi manusia supaya dapat mengenal Tuhan secara lebih benar. Pengenalan manusia akan Tuhan akan membuka hati dan kemudian menyadari bahwa dirinya sebagai orang berdosa. Ungkapan ‘kesalehan kami seperti kain kotor’ (ay.6) merupakan suatu kritik Yesaya atas hidup keagamaan umat Tuhan. Mereka memang menjadi orang saleh (melakukan segala ritual agama) ; datang ke Bait Allah dan mempersembahkan korban sembelihan. Tetapi dalam prakteknya, mereka tidak berlaku adil : mereka menindas orang lemah, mengabaikan hak para janda, dan menelantarkan anak yatim piatu. Melakukan ritual agama tetapi tidak tampak dalam praktek hidup keseharian adalah ‘kesalehan seperti kain kotor’. Yesus menyebut manusia yang demikian adalah orang-orang munafik.
Hidup yang dilingkupi kemunafikan itulah yang dikritik Yesaya. Itulah dosa umat Tuhan. Yesaya datang kepada Tuhan menundukkan diri dan mengaku dosa bangsa itu. Yesaya berdoa kepada Tuhan, dan memanggilNya sebagai Bapa. Status seorang bapa ditengah-tengah keluarga Yahudi memiliki kuasa penuh. Ia bertanggungjawab melindungi segenap keluarganya, isteri dan anak-anaknya. Konsekwensi dari kuasa itu, maka seorang bapa dapat berbuat apa saja bagi anak-anaknya tanpa ada sanksi apapun. Oleh sebab itu, seorang anak harus taat terhadap bapanya. Pada posisi demikianlah Yesaya menggambarkan hubungan Tuhan dengan umat pilihanNya. Tuhan berkuasa penuh atas umat pilihanNya. Yesaya menyebut Tuhan sebagai Bapa dari umatNya. Hubungan Bapa dengan umatNya dilukiskan bagaikan tanah liat dengan pembentuknya. Umat adalah tanah liat yang dapat diperlakukan sesuka si pembentuk ; entah diinjak, dilempar, dibuang, atau dibentuk. Yesaya menyadari betapa besar dosa umatNya, sehingga layak mendapat hukuman. Namun, dengan segala kerendahan hati, Yesaya memohon agar Tuhan tidak menumpahkan amarahNya tetapi agar Tuhan memandang (dengan belas kasih) umat pilihanNya.

Kita seringkali merasa sudah benar di dalam hidup ini ; pendapat, perlakuan, tindakan, ucapan kita. Seolah-olah kita menjadi orang paling benar, padahal banyak tindakan kita yang tidak sesuai dengan identitas kita sebagai orang Kristen.
Kita harus memberlakukan keadilan yang dari Tuhan ; baik di rumah tangga, masyarakat, termasuk di dalam persekutuan gereja. Anak-anak Tuhan jangan membungkus diri dengan kesalehan-kesalehan yang sesungguhnya seperti kain kotor. Benarkah kehadiran gereja membawa berkat bagi orang lain ? Sungguhkah kita memuji Tuhan karena kita sudah merasakan kasih setia Tuhan ? Ketika gereja mendengungkan kasih, apakah benar gereja melakukannya ? Ketika gereja mengajarkan kerendahan hati, bukankah banyak orang-orang di gereja menonjolkan diri dan menunjukkan kearoganan kekuasaannya ? Banyak orang mengajari supaya orang lain berbuat baik, tapi ia sendiri nihil perbuatannya. Gereja seringkali seperti orang-orang saleh tetapi justru di situ sering terjadi kejahatan. Tak mengherankan, gereja adalah salah satu lembaga yang paling sering mengalami perpecahan, karena di dalamnya ada kemunafikan.
Kita adalah orang-orang yang telah diselamatkan Tuhan. Tuhan telah memberikan pengampunan dosa bagi kita. Sesungguhnya kita perlu menyadari maksud Tuhan atas diri kita. Kelepasan kita dari berbagai ancaman hendaknya membuat kita makin mengenal Tuhan. Berbagai peristiwa alam, sekalipun kita masih dapat menanggulanginya tetapi hendaklah itu menjadi peringatan bagi kita. Barangkali tidak salah, apabila berbagai peristiwa alam kita jadikan simbol pengutusan ulang atas panggilan kita sebagai orang percaya.
Doa dan permohonan Yesaya ini telah nyata di dalam diri Tuhan Yesus. Tuhan Yesus datang ke dalam dunia untuk menebus umatNya, yang telah dilumuri oleh dosa. Kita dapat memanggilNya Bapa. Ia adalah Bapa yang mau membentuk dan memampukan kita melakukan kehendakNya.
Saat ini dinamakan Advent, Minggu mempersiapkan diri untuk kemudian kita memperingati hari Kelahiran Tuhan Yesus, Pemberi Keselamatan. Melalui minggu ini, kita perlu merenungkan akan segala tindak-tanduk hidup kita; apakah sudah sesuai dengan kehendak Tuhan ? Kita perlu berjalan dan berjalan meninggalkan gaya hidup lama, dan membiarkan Tuhan menyentuh hati kita. Kita perlu mempersiapkan diri untuk mampu mengasihi dan menolong orang lain. Demikianlah kita berkenan di hadapan Tuhan. AMIN




Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar