31 Januari 2014

Mikha 6:1-8 (Khotbah, 2 Pebruari 2014)



ADIL, SETIA DAN RENDAH HATI

Patut disyukuri bahwa negara menjamin kebebasan beragama. Atas jaminan itu, kita bisa melakukan ritual ibadah, walaupun masih ada tantangan dan rintangan.
Ibadah merupakan perjumpaan kita dengan Tuhan, untuk mensyukuri anugerah  Tuhan, serta memuji dan memuliakanNya. Liturgi ibadah memberi ruang bagi kita untuk mengaku dosa yang membuat hati lega dan kita mengungkapkan iman percaya agar kuat menjalani hidup ini. Kita juga memberikan persembahan sebagai rasa ungkapan syukur pada Tuhan. Lebih utama lagi, kita menikmati firmanNya sebagai penuntun untuk menjalani hidup benar.
Melalui ibadah itu, kita mestinya dapat menjalani hidup ini dengan penuh sukacita dan kedamaian. Namun, dalam praktek kehidupan ini ; baik dalam keluarga, arena kerja, gereja, dan komunitas lainnya, masih terlalu banyak pergumulan yang harus dihadapi orang-orang beragama.
Mengapa buah dari ibadah itu tidak tampak dalam interaksi sosial ? Perlu direnungkan, sejauhmana korelasi ritual keagamaan yang kita lakukan dengan praktek kehidupan ini ? Berbagai bentuk kejahatan dan tingkah laku telah membuat manusia sulit menikmati kehidupan yang Tuhan anugerahkan. Dalam hal inilah nabi Mikha menyoroti kehidupan umat Tuhan dalam hubungan ibadah dan kehidupan sosial.
Tuhan memiliki kuasa penuh atas manusia. Tuhan mampu mengubah hidup manusia dari budak menjadi berharga. Tuhan mulai memilih umatNya dari sekelompok orang-orang yang disebut budak. Tuhan menuntun mereka keluar dari Mesir. Tuhan menyertai mereka dalam perjalanan ; memperlengkapi segala kebutuhan umat, memberi kemenangan saat berhadapan dengan musuh. Sampai kemudian mereka tiba di tanah yang dijanjikan Tuhan ; tanah yang memberi kemakmuran. Tuhan membuat mereka menjadi bangsa yang kuat. Segala yang dinikmati bukan karena perbuatan dan kemampuan mereka tetapi karena kasih setia Tuhan. Hanya karena kasih setia Tuhan saja sehingga mereka dapat menjadi bangsa yang kokoh.
Umat Tuhan mengaminkan semua itu sebagai kasih setia Tuhan. Umat Tuhan merespon kasih setia Tuhan itu dengan memuji Tuhan di tempat Tinggi melalui ibadah. Justru di sinilah mulai muncul dosa-dosa umat itu.
Penyembahan yang salah
Umat Tuhan memang hidup berdampingan dengan orang-orang kafir. Mereka terpengaruh dengan ritual dan konsep beribadah orang kafir. Mereka telah menyeleweng dari kehendak Tuhan. Ibadah dan persembahan bukan lagi dihayati sebagai ungkapan syukur pada Tuhan melainkan ‘suap’. Ibadah menjadi ajang mempertontonkan kesombongan, dengan memposisikan diri sebagai yang kudus. Korban persembahan yang diberikan bukan lagi sebagai buah penghayatan atas kasih Tuhan. Korban bakaran dan persembahan lainnya menjadi bagian dari ‘penyuapan’ Tuhan. Mereka berpikir dengan memberi persembahan maka Tuhan akan memberikan berkat yang berkelimpahan pula. Mereka telah memperlakukan TUhan ‘sesuka hati’. Ini adalah kesombongan.
Praktek ketidakadilan
Dalam praktek kehidupan, mereka tidak mencerminkan sebagai anak-anak Tuhan. Hidup materialistis tidak terkendali. Mereka tidak segan-segan menjual kebenaran untuk memperoleh uang. Kebenaran diputar balik untuk memperoleh suap yang menjadikannya kaya. Orang kuat telah menindas orang kecil. Akibatnya terjadilah kesenjangan sosial.
Nabi Mikha mengkritik umat Allah, yang  melakukan praktek keagamaan tetapi tidak melakukan firman Tuhan. Bagi nabi Mikha, mestinya orang yang beribadah pada Tuhan harus berlaku adil, setia, dan rendah hati.

Kita sebagai orang percaya, perlu lebih memahami segala ibadah yang kita selenggarakan. Apakah kita sungguhsungguh menyiapkan waktu untuk ibadah atau mumpung ada kesempatan saja. Sangat mungkin banyak hal yang perlu kita baharui di dalam peribadahan. Bagaimana kita beribadah dari persiapan, pelaksanaan, sampai akhirnya. Ibadah harus membawa kita pada hidup sukacita dan kedamaian. Selanjutnya, kita mengaplikasikan perjumpaan dengan Tuhan pada segala aspek hidup keseharian.
Kita harus melakukan keadilan Tuhan. Yesus Kristus adalah keadilan. Yesus Kristus memberi perhatian terhadap orang-orang yang menderita; sakit, janda, miskin. Keadilan yang utama ialah ketika Yesus menyerahkan nyawaNya di Kayu Salib untuk penebusan dosa-dosa saudara dan saya. Keadilan merupakan tanggungjawab dan pengorbanan. 
Di tengah-tengah dimana kita berada, baik di kota maupun di desa, kita dapat menyaksikan kesenjangan sosial. Ada yang kaya dan miskin. Mereka yang miskin menjalani hidup dengan berbagai penderitaan diiringi cucuran keringat dan air mata untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ada kehidupan yang kontras, kesenjangan sosial.
Kerja merupakan sebuah tanggung jawab dan kesempatan untuk berkarya sebagai bagian dari panggilan Tuhan bagi hidup kita.  Memang, kita tidak dapat memungkiri bahwa bekerja adalah memperoleh uang. Tetapi kita harus tetap memperhatikan  unsur keadilannya. Kita juga perlu merenungkan akan segala yang kita peroleh. Perenungan atas semua itu akan membawa kita untuk menemukan makna kehidupan ini.
Sebagai umat Tuhan, kita juga harus mewarisi sifat-sifat Tuhan yang mau berkorban. Sifat Tuhan yang adil itu perlu kita aplikasikan di dalam berbagai kehidupan kita. Keadilan harus kita upayakan secara terus menerus. Kita melakukan itu sebagai bagian dari kesetiaan kita pada Tuhan. Dan itu kita lakukan dengan segala rendah hati, sebab kita dapat melakukan itu karena Tuhan telah lebih dahulu mengasihi kita. AMIN

23 Januari 2014

1 Korintus 1:10-18 (Khotbah Minggu)



  BERITA SALIB ADALAH KEKUATAN ALLAH YANG MENYELAMATKAN

Korintus merupakan sebuah kota perdagangan. Sebagai kota perdagangan, Korintus menjadi tempat berkumpulnya orang-orang dari berbagai penjuru dunia, dengan latarbelakang yang beraneka ragam. Korintus menjadi sebuah kota modern yang terus berkembang, baik dari segi ekonomi maupun kebudayaan. Sebagai sebuah kota modern maka masyarakat Korintus sangat rasional, hikmat dunia menjadi andalan. Suatu peristiwa atau rumusan dapat diterima kebenarannya jika dapat diterima logika.
Di tengah-tengah kota yang demikian itulah Paulus melayani dan memberitakan Injil. Perkembangan jemaat ini bertumbuh dengan pesat, sampai tiba saatnya Paulus merasa sudah dapat meninggalkan Korintus untuk penginjilan di tempat lain. 

12 Januari 2014

Yesaya 49:1-7 (Khotbah Minggu, 19 Januari 2014)



KRISTUS TERANG BAGI BANGSA-BANGSA (Yesaya 49:1-7)



Tuhan kita adalah Tuhan yang Maha Besar. Dia mampu ‘berkomunikasi’ pada segala tempat dan pada semua orang. Dia menetapkan perjalanan hidup manusia. Tuhan dapat memakai manusia untuk melakukan kehendakNya. Yesaya mengimani kebesaran Tuhan itu melalui pengalaman hidup yang terjadi padaNya. Tuhan yang menetapkan Yesaya sebagai hambaNya sejak dari kandungan.
Tuhan tidak membiarkan hambaNya menjalani panggilannya dalam kesendirian tanpa pertolongan. Tetapi Tuhan memperlengkapi hambaNya dengan senjata, perlindungan, dan bekal hidup. Senjata pedang yang tajam (mulut). Tugas seorang hamba Tuhan adalah memperdengarkan firman Tuhan. Kwalitas berbicara menjadi penting agar firman Tuhan itu sampai pada sasarannya. Yesaya bersyukur karena Tuhan memberikan kemampuan menyampaikan firman Tuhan. Firman yang disampaikan Yesaya bagaikan pedang yang tajam, menjadi kritik yang mampu menusuk dan membelah hati manusia. Dengan firman itu, umat Tuhan akan membaharui diri, sehingga memiliki pola pikir dan perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Namun bukan tidak  mungkin pula, ada orang yang mendengar firman Tuhan menjadi gusar. Orang seperti itu adalah orang yang merasa dirinya sudah mapan (benar dalam segala hal). Orang yang demikian dapat menjadi ancaman bagi Yesaya. Perlindungan keamanan. Dalam panggilannya sebagai hamba Tuhan, Yesaya tidak takut menghadapi ancaman dari orang yang gusar. Tuhan akan melindungi. Tuhan akan memelihara hidupnya dari ancaman, seperti panah yang tersimpan baik dalam tabung. Ia akan terpelihara dengan baik. Yesaya begitu percaya akan pemeliharaan dan perlindungan Tuhan. Tuhan memberi garansi perlindungan bagi hamba yang melakukan kehendakNya. Jaminan hidup. Tuhan bukan hanya memberikan garansi perlindungan tetapi juga hidup financial. Tuhan memberikan jaminan sosial Yesaya, yang memang menjadi haknya. Sebagai manusia, Yesaya juga memiliki keinginan dan kebutuhan dunia ini. Ia mencari semua itu dengan bersusah payah yang menghabiskan tenaga. Ia kemudian sadar bahwa seluruh tenaga, pikiran, waktu yang terkuras itu hanyalah percuma dengan sia-sia. Sebab, sesungguhnya Tuhan telah menjamin semua itu. Tuhan telah menyediakan hak setiap umatNya. Keyakinan akan garansi seluruh hidupnya kepada Tuhan telah menjadikan Yesaya mampu melakukan tugas panggilannya dengan sukacita.
Tugas utama Yesaya telah ditetapkan Tuhan, yaitu membawa umat Tuhan (keturunan Yakub) yang terserak di pembuangan, agar dituntun kembali ke tanah air. Tetapi lebih dari itu, Tuhan menghendaki agar Yesaya menjadi terang bagi bangsa-bangsa. (46 b) : ‘Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi.’ Kepemimpinan (perbuatan) Yesaya yang mampu membawa umat kembali ke tanah air akan menimbulkan keheranan. Bangsa-bangsa lain akan heran melihat kepemimpinan Yesaya dan kembalinya umat ke tanah airnya. Bagaimana mungkin Yesaya mampu memimpin umat yang degil ? Bagaimana mungkin umat yang mulai mapan secara ekonomi di pengasingan tapi mau kembali ke negerinya ? Dalam keheranan itu, maka bangsa-bangsa lain menyadari bahwa peristiwa itu karena peran Tuhan Maha Besar.
Dalam peristiwa itu bangsa-bangsa lain akan melihat bahwa Tuhan menjadikan Yesaya sebagai terang bagi banyak orang. Bangsa-bangsa lain juga akan melihat bahwa umat Tuhan tidak berhenti pada kemapanan materi, tetapi ada misi yang jauh lebih besar dan berharga. Akhirnya bangsa-bangsa lain menjadi percaya kepada Tuhan, dan kemudian mereka akan turut memperoleh keselamatan. Nama Tuhan sungguh-sungguh dipermuliakan.

Pernahkah kita menyadari bahwa Tuhan sedang memakai hidup kita untuk kehendakNya ? Kita perlu merenungkan, peran apa yang perlu kita lakukan dalam melakukan kehendak Tuhan itu. Mungkin kita sadar, bahwa Tuhan menghendaki sesuatu yang perlu kita perankan. tetapi kita mengelak tugas yang mulia itu. Banyak alasan kita untuk mengelak atas panggilan Tuhan. Kita merasa tidak memiliki kemampuan. Kita merasa bahwa belum siap karena sibuk untuk mencari dunia ini. Kita masih terus membangun diri kita sendiri. Kita merasa takut tidak memperoleh dunia ini jika kita menuruti panggilan Tuhan. Kita khawatir tidak memperoleh dunia ini. Padahal, Tuhan menjamin kehidupan umatNya, asalkan kita percaya padaNya.
Ayat 4 merupakan sebuah kesaksian Yesaya. Ia sesungguhnyab telah berlelah lelah mencari kehidupan dunia ini. Tidak digambarkan seberapa besar yang diperoleh. Namun, sesungguhnya, tanpa ia harus berlelahlelah, Tuhan memberi hak yang memang harus dimiliki.
Adalah seorang bapak yang menumpahkan seluruh hidupnya untuk memperoleh dunia ini. Ia bekerja keras, sehingga ia dapat menghidupi rumah tangganya. Ia juga mempunyai suatu penyakit. Kesibukan dia bekerja membuat ia sangat jarang bersama dengan keluarga, ke gereja hanya sesekali, dan kumpulan sosial hampir tidak pernah. Baginya hidup adalah bekerja. Kerja keras yang dilakukan memang memperoleh uang banyak tetapi penyakitnya sering kambuh membuat keadaan ekonominya biasa saja. Suatu waktu ia sudah merasa terlalu lelah bekerja. Ia mengurangi jam kerjanya, sehingga pendapatannya juga berkurang. Tetapi ia menjadi memiliki banyak waktu bersama keluarga, beribadah secara rutin, kehidupan sosialnya meningkat. Ia tidak menjadi miskin, standart saja. Tetapi luar biasa, penyakitnya yang sudah bertahun-tahun itu hilang begitu (sembuh). Tuhan menjamin hak setiap umatNya. ‘hakku terjamin pada TUHAN dan upahku pada Allahku’, itulah pengakuan Yesaya.
Yesus Kristus adalah terang. Kristus memanggil kita agar terang itu nyata bagi orang lain melalui hidup dan pelayanan serta perbuatan baik kita. Kita dapat menyatakan terang itu bagi orang lain melalui kemauan kita mengelola segala milik yang Tuhan berikan. Dengan tindakan dan perbuatan kita yang memancarkan terang, maka banyak orang yang percaya dan memperoleh keselamatan yang telah Tuhan Yesus persiapkan. Lakukanlah panggilanmu, sebab itu berkenan bagi Tuhan. AMIN

11 Januari 2014

Matius 3:13-17 (Minggu, 12 Januari 2014)


YESUS DIKASIHI DAN DIPERKENAN ALLAH (Matius 3:13-17)

Minggu ke-2 di tahun 2014 ini, kita disapa firman Tuhan dengan ajaran yang sangat penting dalam bergereja, yaitu baptisan. Injil Matius mengisahkan baptis sebagai narasi yang menarik, dengan tokoh sentralnya adalah Yohanes. Dari narasi yang muncul, dapat diketahui bahwa baptisan pada zaman itu merupakan tanda pertobatan. Orang yang menerima baptisan adalah orang yang sadar akan keberdosaannya. Itu sebabnya, Yohanes dengan lantang berani berkata kepada mereka, “hai kamu keturunan ular beludak’. Mereka yang berdosa itu dan datang membaptiskan diri membenarkan ungkapan itu. Dengan sadar, mereka datang kepada hamba Tuhan (Yohanes) untuk memohon pengampunan dosa.
Yang menarik dalam nas ini adalah Yesus datang hendak membaptiskan diri. Muncul pertanyaan, apakah Yesus membaptiskan diri karena Ia berdosa ? Yohanes mencegah kehendak Yesus untuk menerima baptisan. Yohanes mencegah Yesus menerima baptisan.
Yesus bermoral tinggi
Yohanes telah mengenal Yesus sebagai orang yang memiliki moral jauh lebih tinggi dari dirinya. Yohanes mengenal prilaku Yesus. Dan dari prilaku Yesus yang dikenal Yohanes, maka Yesus bukanlah  seorang pendosa yang membutuhkan pertobatan. Itu sebabnya Yohanes mencegah Yesus untuk menerima baptisan. Yohanes sadar, dia yang layak menerima baptisan dari Yesus. Kesadaran Yohanes itu menunjukkan bahwa ia adalah orang berdosa. Ia hanyalah perintis bagi kedatangan Juruselamat seperti yang dinubuatkan oleh Nabi Yesaya (Yes 40:3), ‘Ada suara yang berseru-seru: "Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk Tuhan, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita!’
Yesus adalah Mesias
Melalui dialog Yesus dengan Yohanes, Yohanes tidak kuasa mencegah baptisan Yesus. Ketika Yesus mengatakan, bahwa Ia juga menerima baptisan sebagai pemenuhan (penggenapan) dari seluruh kehendak Allah, maka Yohanes kemudian membaptis Yesus. Setelah baptisan Yesus berlangsung, ada tiga peristiwa yang menarik pada baptisan Yesus.
Langit terbuka
Melambangkan kedatangan Tuhan dan kemuliaanNya ke dalam dunia. Yesus Kristus menjadi terang atas dunia ini (Yesaya 60:1).
Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati
Merpati adalah simbol perdamaian. Sifat-sifat merpati yang tulus, penuh kasih, lemah-lembut, tidak membalas, tidak menyakiti, selalu berdamai. Yesus Kristus menampakkan gambaran ini dalam pelayananNya, untuk membawa perdamaian bagi dunia.
Terdengar suara : "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan."
‘Anak yang Kukasihi’, ungkapan yang menunjukkan hubungan yang unik. Yesus mengutus Anak yang dikasihiNya.
‘kepadaNyalah Aku berkenan’, bukan saja kepatuhanNya sampai saat itu, tetapi juga sebagai perantara yang dipakai Allah untuk melaksanakan rencana keselamatanNya. Suara ini menunjukkan bahwa Yesus adalah Mesias. Ia ditahbiskan sebagai Anak Allah.
Tuhan Yesus datang  dan memberi diri dibaptis. Baptisan Tuhan Yesus merupakan tanda bahwa Ia akan memulai  pekerjaaan Allah ditengah-tengah dunia ini.  Baptisan Tuhan Yesus adalah penerimaan kuasa untuk memulai  pelayananNya memberitakan dan membangun kerajaan Allah ditengah-tengah dunia ini. Yesus Kristus adalah Anak yang dikasihi Allah dan kepadaNyalah Allah berkenan untuk mewujudkan perdamaian dan keselamatan.

Baptisan merupakan tugas gereja, yang di dalamNya Allah bekerja. Itu sebabnya baptisan dapat dilakukan kepada anak kecil maupun dewasa. Ada yang mengatakan, “anak-anak kan belum paham baptisan ! Orang itu sesungguhnya memandang baptisan sebagai pekerjaan duniawi. Sebab, orang itu tidak memiliki Allah yang luar biasa. Allah mampu menyampaikan pesan kepada seorang bayi, bahkan dapat berbuat kepada orang yang masih dalam kandungan.
Kita telah menerima baptisan dalam Nama Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Kita telah dikuduskan dan layak menjadi anak-anak Tuhan. Tetapi kita perlu terus menerus memelihara kekudusan itu, baik dalam kata dan tindakan agar hidup kita sesuai dengan  kehendak Tuhan Yesus Kristus. Kita harus mengalami pembaharuan hati, jiwa, kata, tingkah laku menuju ke arah yang dikehendaki Kristus. Jadi tidak ada gunanya orang berulang-ulang dibaptis jika tidak mengalami pembaharuan.
Orang yang dibaharui dengan menerima baptisan haruslah menghasilkan buah Roh (Galatia 5 : 22 – 23) : ‘kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu’.
Itulah yang disebut Hidup Baru, yaitu orang yang memiliki sifat Kristus. Ia aktif melawan gelapnya dunia. Ia mengalami pengampunan dosa secara sungguh-sungguh. Ia menjadi orang yang mensyukuri semua perjalanan hidupnya. Ia dapat menerima manis dan pahit - getirnya hidup ini.
Kita telah menjalani Tahun 2014, dan masih sangat panjang. Dalam kurun waktu itu, kita melakukan aktifitas seraya kita mengalami pembaharuan. Tuhan Yesus yang dikasihi dan berkenan bagi Allah akan menyertai kita membaharui diri, sampai kita mengalami damai sejahtera yang abadi. AMIN