16 Oktober 2015

Yeremia 8:4-7 (Minggu, 18 Okt 2015)



        YANG JATUH BANGUN ! YANG BERPALING KEMBALI

 ‘Hidup adalah perjuangan’, demikian sebuah ungkapan yang diaminkan banyak orang. Manusia harus berjuang untuk memperoleh yang dikehendakinya. Namun, perjuangan untuk mencapai tujuan bukan harus dilakukan dengan menghalalkan segala cara. Ada etika dan moral yang harus menjadi pegangan. Orang yang hanya berfokus kepada tujuan dengan melanggar etika dan moral adalah kejahatan. Realita dalam kehidupan manusia seringkali berlaku demikian. Orang yang telah menikmati kejahatan, rasanya sulit untuk kembali pada ajaran etika dan moral. 

Umat Tuhan sepertinya sudah dalam kondisi yang parah itu. Mereka telah penuh noda dan terus menerus bergelimang dengan dosa. Yeremia menyoroti dua jenis dosa orang Israel, yaitu mereka menyembah berhala yang dikenal ‘ratu surga’ dan mereka tidak menunjukkan kesetiaan dalam beribadah (Yer. 7:16-28). Dalam praktek hidupnya ; mereka berpaling dari Tuhan, mereka berpegang pada tipu, dan mereka tidak berkata dengan jujur! Semua itu adalah untuk pemuas nafsu mereka untuk memperoleh nilai-nilai jasmani ; suap, menerima riba uang, menindas janda dan yatim piatu.  Mereka tahu bahwa itu adalah kejahatan. Namun, umat Tuhan tetap melakukannya. Mereka sudah tidak jujur dengan dirinya sendiri. Mengapa ? Sebab keserakahan telah menguasai hidup mereka. Umat Tuhan sesungguhnya sadar akan kejahatan, ketidaktaatan kepada firman Tuhan. Mereka sadar akan ketidakjujurannya. Tetapi mereka tidak menunjukkan penyesalannya. Kejahatan demi kejahatan berlangsung dalam kehidupan mereka, seakan-akan kejahatan itu sudah menjadi bagian hidup umat. Tidak ada lagi kata dan perbuatan yang jujur. Kejahatan mereka begitu ganasnya, ‘bahkan mereka menegarkan tengkuknya, berbuat lebih jahat dari pada nenek moyang mereka’ (Yer. 7:26). Mereka digambarkan bagai kuda yang menceburkan diri ke dalam pertempuran, sebab mata (kuda) mereka hanya memandang satu hal saja ke depan, keserakahan.
Tuhan juga mengambil gambaran dari beberapa jenis burung ; burung ranggung, burung tekukur, burung layang-layang dan burung bangau. Semua jenis burung itu hidup berkeliaran terbang di atas langit dengan bebas. Tetapi jika tiba waktunya, burung-burung itu akan kembali ke sarangnya. Burung-burung itu jauh lebih bijaksana dalam hidup ini dibandingkan dengan manusia. Tuhan memberi akal budi bagi manusia mestinya hidup lebih bijak dengan kembali ke jalan yang Tuhan firmankan. Mereka mengetahui hukum Tuhan, tahu yang baik dan berkenan bagi Tuhan tetapi hati mereka sudah tertuju pada kejahatan.
Tersesat ! itulah yang patut dikatakan pada umat Tuhan yang degil ini. Mereka tidak lagi mengerti tujuan hidup. Mereka terbawa arus yang tidak pasti. Mereka terombang-ambing oleh tawaran dunia yang membawa manusia kepada hamaupan (kehancuran).
Yeremia mengingatkan bangsa itu untuk menyesali perbuatan dosa mereka dan kembali pada hidup yang benar. Jika tidak, mereka bersama dengan negeri yang mereka diami akan mengalami kehancuran.
Tuhan menghendaki pertobatan umatNya dengan hidup benar.

Kita tentunya mensyukuri kemajuan yang terjadi sekarang ini. Atas akal budi yang diberikan Tuhan, manusia mampu menjadikan berbagai fasilitas, yang memberi kemudahan bagi manusia. Namun, sebagai umat percaya, kita harus tetap kritis menghadapi kemajuan ini. Sebab, justru di tengah-tengah kemajuan yang pesat ini dibutuhkan iman yang teguh.
Kemajuan menuntut manusia makin sibuk. Tetapi sangat disayangkan jika manusia itu tidak mengendalikan kesibukannya. Kesibukan menjadi tidak berarti jika manusia lupa dengan tujuan dan makna hidupnya.
Kemajuan juga membuat manusia makin konsumtif. Manusia butuh ini dan itu. Persaingan mungkin saja terjadi. Hidup makin terasa berat. Tuntutan kehidupan, memungkinkan manusia menghalalkan segala cara. Tidak mengherankan jika di tengah kemajuan saat ini, animisme pun tumbuh subur. Tipu-daya dan ketidakjujuran terjadi. Bagi yang tidak beriman ; tipu daya dan ketidakjujuran dianggap sebagai kebenaran. Bahkan tidak sedikit yang berkata, “itu sudah biasa di zaman sekarang.”
Manusia bisa saja  hidup dengan tipu dan ketidakjujuran. Tetapi manusia tidak mampu mendustai hatinya. Inilah kegagalan manusia beroleh hidup bahagia. Ia telah kehilangan citra Allah di dalam dirinya.
Manusia memang ingin selalu hal-hal yang praktis. Tetapi sesungguhnya seringkali hal itu membawa orang kepada kesiasiaan. Dan tentu saja kesiasiaan itu tidak memberi makna bagi hidup. Manusia seringkali lebih sibuk dengan kesiasiaan itu. Manusia terperangkap dalam gaya hidup yang penuh tipu.
Sebagai umat Tuhan, kita dipanggil untuk menyesali dan meninggalkan perbuatan jahat itu. Setiap orang yang telah berbuat jahat tetapi mau menyesali perbuatannya, maka Tuhan pasti akan berkenan mengampuninya, sebab Allah kita penuh kasih.
Mari saudara-saudara, kita meninggalkan segala hal yang tidak benar dari dalam diri kita. Kita kembali kepada kebenaran dan beribadah dengan rasa syukur, supaya kita dapat mengalami kebahagiaan dalam menjalani hidup ini. AMIN

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar