17 Agustus 2016

Yesaya 58:9-14 MATA AIR YANG TAK PERNAH MENGECEWAKAN



Merdeka !!! Kira-kira demikianlah pekikan umat Tuhan, ketika mereka meninggalkan Babel. Mereka mengucapkan ‘Selamat tinggal’ untuk negeri yang pernah dibanjiri oleh air mata selama berpuluh tahun.
Kini, Tuhan membebaskan mereka. Tuhan menghendaki pertobatan hidup mereka dengan meninggalkan segala kejahatan yang pernah mereka perbuat. Mereka harus melepaskan gaya hidup lama; menindas, sombong, dan fitnah seorang terhadap lainnya. Tuhan menghendaki mereka berbalik dengan hidup baru melalui perbuatan-perbuatan yang berkenan kepada Tuhan. Mereka harus ‘membayar hutang’ atas kejahatan yang pernah mereka perbuat.  Umat Tuhan harus membaharui diri. Mereka boleh menyadari, bahwa penindasan yang mereka lakukan pada masa lampau hanya menuai penderitaan. 

Kasih sayang Tuhan tidak sekedar membebaskan umatNya dari pembuangan nan penuh derita tetapi Tuhan juga menuntun umatnya menjadi berkat. Tuhan tidak menjanjikan kehidupan materi yang berlebihan kepada umatNya, bahkan mereka berada di tanah kering. Namun, Tuhan memberkati umatNya di tanah kering itu seperti ‘taman yang diairi dengan baik’. Artinya, Tuhan mencukupkan segala kebutuhan umatNya, sekalipun itu sedikit demi sedikit. Justru hidup yang demikian membuat hati mereka merasa puas. Mereka akan dicengangkan dengan hidup berkecukupan, bahkan dapat menolong setiap orang yang butuh bantuan. Mereka menjadi seperti mata air yang tak pernah mengecewakan.
Hidup yang merasakan berkat Tuhan dan di dalam kebersamaan, umat Tuhan dimampukan kembali membangun reruntuhan kota Yerusalem, khususnya Bait Allah.
Sabat menjadi salah satu tolak ukur ketaatan mereka kepada Tuhan. Tuhan mengingatkan umat yang telah merdeka itu untuk tidak lagi meninjak-injak hukum Sabat. Sabat adalah saat dimana umat Tuhan beribadah kepada Tuhan. Namun, ibadah bukan sekedar nyanyian yang diringi Drum Band atau alat musik lainnya, yang membuat ibadah menjadi khusuk atau hingar-bingar. Bukan itu !, melainkan perlu memahami maksud dan tujuan (hukum) dari ibadah itu. Sabat menjadi hari yang sangat indah untuk merasakan segala perbuatan Tuhan. Enam hari lamanya Tuhan menganugerahkan berkatNya, dan Sabat saat merenungkan semua itu. Sabat bukan kesempatan untuk mengurus urusan pribadi, apalagi untuk ngomong ngaur (gossip) di rumah kudusNya. Justru Sabat menjadi saat terindah menghormati Tuhan. Dengan demikianlah maka umat Tuhan akan bersenang-senang, hidup penuh bahagia.
Ketika umat Tuhan telah hidup dalam ketaatan kepada Tuhan dan berseru memanggilNya, maka Tuhan akan menjawab : ‘Ini Aku ! Mintalah segala yang kau inginkan’. Wahhh…wahh…wahhh... enak tenan ber-Tuhan, bukan ?

Hidup beragama ditandai dengan ritual/ibadah seremonial. Gereja terus-menerus membenahi fasilitas gedungnya, yang tak kunjung selesai. Tidak sedikit warga jemaat datang ke gereja hanya untuk memandang-mandang gedungnya. Ragam istilah kepengurusan dipakai untuk membicarakan pembangunan fisik yang sudah ‘berabad-abad’, untuk mendatangkan dana. Akibatnya, jangankan menjadi berkat, menikmati sukacita pun susah,…. yang sering…. ‘ron…..tok’ karena unjuk gigi dan perdebatan. Firman Tuhan (13) mengingatkan umat agar ‘tidak menginjak-injak hukum Sabat’. Datanglah ke rumah Tuhan dengan sembah sujud, layanilah Tuhan dengan tulus dan jujur. 
Tuhan telah menganugerahkan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia, negeri kita tercinta. Kemerdekaan ini menjadi ruang untuk mengaktulisasikan iman kita. Tak dapat disangkal, kehidupan beragama masih mengalami hambatan berat. Di tengah-tengah kesulitan itu tidak menjadi alasan bagi kita untuk mengekpresikan iman percaya kepada Tuhan Yesus. Masih terlalu banyak penghuni negeri yang masih menanti uluran kasih Tuhan. Tuhan memanggil kita sekalian untuk peduli pada situasi orang-orang yang menanti belas kasih Tuhan. Tuhan sedang memakai kita untuk menyalurkan kasihNya. Kepedulian kita tidak cukup hanya bagi saudara kita di dalam lingkup gereja tetapi juga mereka yang masih berada di luar gereja.
Warga Gereja yang memiliki kekuasaan di tengah masyarakat dan pemerintah juga memiliki kewajiban untuk mensejahterakan rakyat. Alangkah eloknya jika para pejabat Kristiani di pemerintahan dan legislative atau organisasi lebih memperhatikan kesejahteraan umum ketimbang ‘mensubsidi’ gereja. Sudah saatnya juga gereja menjauhkan diri dari ‘mental pengemis’. Karena itu, gereja tidak perlu menjadi ‘jurkam’ bagi calon penguasa, tetapi gereja wajib berdoa bagi para pemimpin agar mereka terpanggil men-sejahterakan rakyat.
Manusia selalu mengejar kepuasan hidup, kebahagiaan. Tetapi manusia  tidak akan pernah menikmatinya jika kepuasan itu mengikuti dalil dunia. Dunia memang tidak akan pernah memberi kepuasan hidup, malahan membuat manusia makin kehausan. Tuhan Yesus berkata (Matius 7:12) : ‘Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.’ AMIN

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar