2 November 2013

Markus 3:31-35 (Khotbah 3 Nopember 2013)



SAUDARA YESUS ADALAH ORANG YANG MELAKUKAN KEHENDAK ALLAH

Pelayanan Yesus selalu mengesankan banyak orang. Pelayanan Yesus menarik perhatian banyak orang karena Yesus berbuat tiga hal : (a) Ia mengasihi mereka, (b) Ia memenuhi kebutuhan mereka, (c) Ia mengajar dengan cara yang menarik dan praktis. Ditengah-tengah pelayanan Yesus yang cukup mengesankan itu, ternyata ada saja yang menolakNya. Selain orang Farisi dan para ahli Taurat yang selalu menjebak Yesus, tantangan juga datang dari keluargaNya. Mereka menganggap Yesus tidak waras. (Markus 3:21) ‘Waktu kaum keluarga-Nya mendengar hal itu, mereka datang hendak mengambil Dia, sebab kata mereka Ia tidak waras lagi.’
Ibu dan saudara-saudara Yesus memang datang ke tempat dimana Yesus sedang mengajar dan dikelilingi orang banyak. Namun ibu dan saudara-saudara Yesus hanya berada di luar, mereka menyuruh orang memanggil Yesus. Tujuan mereka hendak membawa Yesus pulang karena tindakan Yesus dianggap menyimpang dari kelaziman.  Yesus member tanggapan atas penjemputan itu dengan perkataan.
"Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?" Di sini Yesus mempertanyakan hubungan yang mengikat persaudaran terhadap diriNya. Secara lahiriah (darah dan daging) benar, bahwa Yesus memiliki keluarga inti, yaitu ayah, ibu, serta saudara. Bahkan juga seperti kita memiliki keluarga besar (marga). Hubungan demikian itu baik, tetapi Yesus tidak ingin berhenti sekedar hubungan yang lahiriah itu.
"Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Yesus menunjuk kepada orang-orang yang sedang mengelilingiNya, dan menyebut merekalah ibu dan saudaraNya. Narasi Markus 3:31-35 ini, agaknya  menyerupai sebuah cerita rakyat.  Ada sebuah cerita rakyat tentang seorang pemuda yang pergi merantau ke tempat yang jauh. Setelah kepergian sang anak ke perantauan, sang ibu terus-menerus berdoa untuk keselamatan dan keberhasilan anaknya. Selain doa yang terus dimohonkan, sang ibu setiap hari pergi ke dermaga/pelabuhan dengan harapan sang anak akan kembali. Sementara, si anak berjuang dengan gigih di perantauan sehingga mencapai banyak keberhasilan. Ia juga berhasil mempersunting seorang gadis yang cantik rupawan. Suatu ketika timbul kerinduan pulang ke kampung halamannya, ingin bertemu dengan ibu tercinta dan sekalian untuk memperkenalkan perempuan cantik yang telah menjadi isterinya. Ketika tiba di pelabuhan, seorang ibu tua, wajahnya keriput, kulitnya hitam legam, pakaiannya kumal dan compang-camping ; datang menghampiri sang anak. Si ibu berkata bahwa dia adalah ibu yang telah melahirkan dan membesarkannya.
Tapi sang anak menyangkal menyangkal, bahwa itu ibunya. Si anak malu terhadap ibu kandungnya sendiri. Si anak itu telah menjadi  durhaka. Singkat cerita; si anak kembali ke perantauannya tanpa mengakui ibu yang telah melahirkannya. Tapi belum jauh meninggalkan  kampung halamannya, datanglah angin badai yang begitu keras. Cerita rakyat yang dikenal dengan Malin Kundang (atau Si Mardan), berakhir tragis ; kapal itu hancur berkeping-keping, sementara jasad sang anak durhaka itu menjadi sebuah batu di tepi sebuah pantai.
Narasi Cerita Rakyat ini agak mirip dengan nas kita ini. Namun, tujuan cerita ini sungguh berbeda. Kisah Malin Kundang adalah putusnya hubungan keluarga seorang ibu dengan anak, dan menuju kebinasaan. Sedangkan kisah Markus 3:31-35 hendak menaikkan hubungan yang lebih baik, dan bertujuan untuk keselamatan. Yesus ingin membawa setiap orang untuk meningkatkan ikatan persaudaraan. Yesus berkata, bahwa ibu dan saudaraNya adalah orang-orang yang melakukan kehendak Allah.
Bagi Yesus tidak ada batasan persaudaraan ; entah itu hubungan darah, persahabatan, sekampung, atau seprofesi. Ukuran menjadi saudara bagi Yesus adalah orang-orang yang melakukan kehendak Allah. Apa itu kehendak Allah ? Kebenaran, kejujuran, kebaikan, kasih ! Kolose 3:12-14 menyebutkan : ‘kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan, kesabaran, pengampunan, dan di atas semua itu adalah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan’. Butir-butir yang disebutkan dalam Kolose 3 ini mestinya menjadi karakter orang-orang Kristen. Dengan demikianlah kita menjadi saudara Yesus.

Di dalam kehidupan ini seringkali kita mengalami konflik atau pertikaian, yang menambah beban kehidupan kita. Pertikaian yang terjadi justru terjadi pada hubungan-hubungan yang dekat. Orang Batak memiliki pepatah : ‘ HAU NA JONOK DO NA MARSIOSOHAN’.  Artinya, hubungan yang dekat makin membuat lebih sering konflik.
Keluarga. Mis ; hubungan suami – isteri, orangtua – anak ; saudara kandung dsb. Gereja adalah tempat yang paling dikenal sebagai persekutuan orang-orang percaya. Menjadi pertanyaan : Apakah semua orang di dalam gereja sudah melakukan kehendak Allah ? Fakta di tengah-tengah gereja seringkali muncul kelompok yang diikat oleh berbagai ikatan. Hubungan kita seringkali hanya pada tataran lahiriah.
Kita dapat renungkan konflik-konflik yang pernah terjadi, sesungguhnya karena kita tidak melakukan kehendak Allah. Kita hidup dalam kesombongan, sikap kasar, perkataan yang menyakiti, ketidaksabaran. Selanjutnya, konflik atau pertikaian yang menjadi beban dalam hidup kita tidak berakhir karena ketidaksediaan kita memberi pengampunan.
Firman Tuhan ini memanggil kita untuk membaharui hubungan-hubungan kita menjadi lebih rohani. Kita hidup dalam kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran.
Kita juga berkenan memberi pengampunan, sebab Kristus telah lebih dahulu memberi  pengampunan atas dosa-dosa kita. Dalam Doa Bapa Kami, Tuhan Yesus berkata : ‘ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami’.
Mari saudara-saudara, Firman Tuhan hari ini mengajak kita untuk menghidupkan hati dan melakukan  kehendak Allah, sehingga kita layak disebut sebagai saudara Yesus. AMIN


23 Oktober 2013

Matius 20:20-28 (Khotbah, 27 Oktober 2013)



DATANG UNTUK MELAYANI

Kita menyebut diri sebagai pengikut Yesus, namun apakah setiap orang itu menyadari tujuan mengikut Yesus ? Kita juga mengenal istilah misalnya ‘lahir kembali’, ‘menyangkal diri’ ; apakah kita paham dengan istilah dan arah tujuannya ? Jika tidak, maka kita tidak mengalami pertumbuhan, bahkan kemudian menjadi kecewa.
Ibu dari Yakobus dan Yohanes telah sekian lama membiarkan anak-anaknya mengikut Yesus, namun motif mengikut Yesus belum sepenuhnya terungkap. Sepertinya mengikut Yesus sekedar memiliki status dan memperoleh makanan.
Seiring dengan perjalanan waktu, pelayanan Yesus telah mengubah kondisi masyarakat. Yesus telah dikenal banyak orang, Yesus menjadi ‘populer’. Para murid mulai berpikir, bahwa peluang Yesus untuk menjadi penguasa dunia sudah mulai terbuka. Para murid pun mulai kasak-kusuk untuk menjadi ‘orang kedua’ Yesus. Tujuan mereka sudah jelas, yaitu menjadi orang terhormat dan menguasai orang lain. Tidak ketinggalan, Ibu Yakobus dan Yohones tidak mampu menahan keinginan agar kedua anaknya dapat menjadi pendamping Yesus. Istilah ‘kemuliaan’ dipahami begitu sangat duniawi, yaitu Yesus akan menjadi raja (pemimpin) bangsa Israel. Ibu Yakobus dan Yohanes menawarkan anak-anaknya supaya ketika Yesus berada di kemuliaanNya, mereka mendapat jabatan ‘ring satu’. Permohonan ini sungguh-sungguh kasar dan picik. Karena itu Yesus berkata, ‘kamu tidak tahu apa yang kamu minta.’ Ungkapan yang mengandung penuh ambisi dari ibu anak-anak Zebedeus menunjukkan bahwa ia belum paham akan arti mengikut Yesus, sehingga sang ibu tidak mengerti yang seharusnya dimohonkan. Jawaban yang cepat ‘kami dapat’, ketika Yesus bertanya tentang minum cawan dan baptisan adalah juga menunjukkan kekurangpahaman mereka mengenal Yesus. Mereka memahami minum cawan dan baptisan hanya sekedar persyaratan dunia.  Mereka mengikut Yesus tetapi tidak paham arah dan tujuannya. Ini sudah kacau. Lalu, atas permohonan itu, Yesus dengan lembut menyatakan, bahwa yang menentukan bukan diriNya, melainkan ada yang lebih berhak untuk menetapkan, yaitu Bapa Yang telah menyediakan. Yakobus dan Yohanes memang sangat mungkin dapat diterima, tetapi hanya jika mereka layak, bukan karena kesukaan.
Kesepuluh murid lain yang sejak tadi mendengarkan dialog itu menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes. Kemarahan kesepuluh murid juga bukan karena sudah paham akan maksud Yesus. Kemarahan mereka juga dalam rangka memperebutkan jabatan tersebut, hanya saja dengan cara lain ‘cari muka’. Karena kesepuluh murid itu juga tidak rela tanpa mendapat posisi empuk. Sungguh, mereka semua hanya berpikir tentang jabatan dunia, padahal Yesus tidak pernah menjanjikan jabatan dunia kepada para murid untuk itu.
Agar para murid paham akan visi Yesus, maka Yesus menggambarkan pemerintahan yang terjadi di tengah-tengah bangsa-bangsa. Yesus menjelaskan cara  pemerintahahan bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Hal ini memang terjadi di sepanjang zaman. Manusia dunia suka memerintah dan menguasai orang lain. Keinginan tersebut dapat dicapai dengan jabatan yang melekat pada dirinya, sehingga ia dapat memerintah demi kepentingan membesarkan diri. Untuk hal itu, para pemimpin tidak enggan menggunakan segala cara, yang menambah penderitaan masyarakat. Yesus menyatakan realita yang ada.
Yesus tidak menghendaki kerajaan dan pemerintahan dunia, dimana manusia mengalami tekanan dan penderitaan. berbeda dengan pola kepemimpinan pemerintah bangsa-bangsa yang mengedepankan tangan besi dan kekerasan, maka pola kepemimpian kristiani adalah pola kepemimpinan melayani/menghamba. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Yesus menghendaki kerajaan yang menghadirkan damai sejahtera. Yesus telah mengajarkan dan praktekkan kerajaan seperti itu selama pelayananNya. Yesus telah memberi teladan, dimana ia hadir sebagai seorang hamba. Kepemimpinan yang demikian itulah yang Yesus kehendaki berlangsung di dalam kerajaanNya. Di dalam Kerajaan Tuhan kebesaran seseorang diukur dari seberapa besar kesediaannya melayani terhadap sesama mereka dan semua orang.
Gereja adalah persekutuan milik Tuhan yang dipakai untuk menghadirkan kerajaanNya, dimana orang-orang yang bersekutu di dalamnya mesti saling melayani. Pelayanan yang diperbuat adalah untuk kehendak Tuhan. Setiap anggota harus legowo apabila kehendaknya tidak tercapai. Kehendak Tuhan itu terlihat di dalam kehidupan berjemaat apabila setiap orang merasakan sukacita.

Kita telah dipanggil Tuhan dalam persekutuan JemaatNya, baik sebagai jemaat maupun majelis. Tuhan berkenan memanggil kita menjadi hambaNya sebagai pelayan, untuk melakukan kehendakNya, bukan kehendak kita sendiri. Jika kita memaksakan kehendak kita, maka kita bukan lagi hamba tetapi telah menjadi tuan. Umat Tuhan dalam suatu persekutuan harusnyalah melaksanakan pelayanan dengan segala ketulusan dan tidak perlu ada kecewa. Juga, seorang hamba tidak perlu mengatakan kepada tuannya bahwa satu hari itu ia telah bekerja keras, supaya ia mendapat pujian. Itu sudah bagian dari tugasnya sebagai seorang hamba.
Kita harus senantiasa membarui dan meningkatkan diri melayani Allah di dalam Jemaat maupun di tengah masyarakat yang majemuk. Pelayanan dapat kita lakukan menolong orang-orang kecil, yang mungkin tak bisa membalas karena keterbatasannya. Kita perlu memberi penghormatan dan pelayanan pada setiap orang sekalipun tampilan lahiriah atau kedudukan sosialnya rendah.
Hasrat menjadi yang terbesar dapat mengancam keefektifan kita sebagai murid Tuhan. Hasrat untuk dimuliakan seharusnya tidak dimiliki seorang pengikut Yesus. Milikilah hati seorang hamba. Bersiaplah mengutamakan orang lain dan merendahkan diri sendiri, maka kerajaan Allah sungguh-sungguh hadir. AMIN

9 Oktober 2013

Yeremia 31:31-34 (Khotbah Minggu, 13 Oktober 2013)



HUKUM YANG TERULIS DALAM HATI

Di dalam hidup ini kita pasti pernah membuat perjanjian. Janji itu ada yang terulis, dan ada juga cukup saling percaya ; perjanjian bisnis, perjanjian nikah, perjanjian saling percaya, misalnya orang berpacaran. Ada juga orang berjanji pada diri sendiri, ini seringkali dilanggar : waktu mau kuliah berjanji rajin belajar, waktu mau bekerja berjanji memberikan gaji pertama atau perpuluhan, ketika mau menjadi pelayan gereja berjanji akan penuh kesetiaan, dsb. ‘tapi janji tinggal janji’, demikian syair sebuah lagu. Banyak orang melanggar janji yang telah disepakati. Pelanggaran terhadap janji disebut ingkar janji, dan akan ada sanksi.
Allah telah menetapkan Israel sebagai umat pilihanNya. Dalam penetapan itu, Tuhan membuat perjanjian dengan umatNya, dan Tuhan setia dengan janjiNya. (a) Allah berjanji membebaskan umatNya dari perbudakan. Allah melaksanakan janjiNya itu. Sekalipun raja Firaun selalu menghalang-halangi pembebasan umat dari perbudakan, tetapi Tuhan tetap membebaskan umatNya. Bukan hanya Firaun, umat Tuhan pun tidak sepenuh hati mau dibebaskan dari perbudakan. Tapi Tuhan setia dengan janjiNya, sehingga umat bebas dari perbudakan Mesir. (b) Tuhan berjanji akan menuntun umatNya. Tuhan membawa umatnya memasuki tanah Kanaan. Hanya saja, umat ini tidak setia, tidak percaya, sering mau kembali menjadi budak, dan kemudian memberontak terhadap Tuhan. Tuhan yang begitu setia dengan janjiNya, tapi umat justru selalu ingkar. Banyak hal yang menggoda umat melanggar perjanjian dengan Tuhan. Berkali-kali umat tergiur dan jatuh ke dalam dosa. Mereka tidak taat dan setia atas perjanjian yang telah Tuhan ikat.
Ketidaktaatan umat terhadap janjinya, maka Tuhan pun memperbaharui perjanjian dengan umatNya. Inilah Perjanjian Baru itu : (1) Allah menaruh Taurat dalam batin dan hati umatNya. Dengan menaruh Taurat dalam batin dan hati umat, maka mereka akan selalu mengingat hubungannya dengan Tuhan. Tuhan memberikan hati yang baru kepada umatNya. Ini berarti setiap umat, besar-kecil sudah mengenal Tuhan dan mengetahui akan firmanNya. Taurat itu akan menjadi bagian hidup umat. Tuhan yang memiliki inisiatif ini untuk memulihkan umatNya. (2) Tuhan mengampuni dan melupakan dosa umatNya. Dalam Perjanjian Baru ini, Tuhan juga telah mengampuni segala dosa pelanggaran umat yang telah mereka perbuat selama itu. Kini, mereka boleh menjalani hidup baru.

Firman Tuhan ini sesungguhnya berbicara mengenai kehidupan baru untuk memperoleh keselamatan. Tuhan memberikan pengharapan baru bagi umatNya. Pengharapan baru itu akan diperoleh apabila kita senantiasa dengar-dengaran akan firman Tuhan yang telah tertanam di dalam batin dan hati kita. Kita mau diingatkan oleh firman Tuhan yang selalu terngiang dalam hidup ini. Dengan demikian, kita akan selalu bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan.
Tuhan kita adalah Tuhan yang penuh kasih. Dengan kasih Tuhan itulah kita berpengharapan menjalani kehidupan ini, sebab Tuhan akan selalu menolong kita dalam menghadapi liku-liku kehidupan ini.
Dalam berbagai percakapan tentang firman Tuhan, banyak orang mengatakan, ‘sebenarnya saya sudah tahu tentang firman Tuhan, tapi melakukannya yang susah’. Pernyataan itu  benar. Allah memang sudah menyatakan firmanNya bagi kita. Itu sebabnya, dikatakan (Yeremia 31:34), ‘tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan: Kenallah TUHAN!’ Benar, semua orang sudah tahu dan paham akan firman Tuhan. Hukum Tuhan itu telah tertanam di dalam diri kita. Kita sudah mengetahuinya. Oleh sebab itu, yang utama sebenarnya adalah, bagaimana kita menggerakkan hati dan jiwa untuk menghayati dan melakukan firman itu. Saat itulah kita dapat menikmati kuasa dan kemurahan Tuhan.
Dalam diri Tuhan Yesus, kita telah memperoleh pengampunan dosa. Kita patut bersyukur atas pengampunan itu. Tuhan menganugerahi kita kehidupan baru. Oleh sebab itu, kita patut menjalani kehidupan ini dengan penuh ketaatan dan kesetiaan kepada Tuhan. AMIN

5 Oktober 2013

Habakuk 1:1-4 ; 2:1-4 (MInggu 2 Oktober 2016)


     ORANG BENAR AKAN HIDUP OLEH PERCAYANYA

Kita merindukan hidup tenang, aman, tenteram, dan damai sejahtera. Kehidupan indah itu kita kehendaki terjadi dalam diri kita dan tidak suka melihat apalagi mengalami penindasan, kejahatan, kelaliman. Kita ingin bebas dari percekcokan, pertengkaran, dan aniaya. Kita tentu hendak menikmati hidup sukacita dan bahagia.
Lalu, bagaimana jika penindasan atau kejahatan itu terjadi di sekitar kita ? Inilah yang membuat Habakuk ngak tahan. Sebagai seorang nabi, Habakuk cukup jeli melihat realita hidup. Dalam pengamatannya, Habakuk sangat prihatin atas kehidupan umat Tuhan. Habakuk menyaksikan fakta hidup terjadinya kejahatan, kelaliman, percekcokan, pertengkaran, dan aniaya. Segala yang dilihat Habakuk itu menjadi pergumulan batin dalam dirinya. Hati Habakuk makin tersayat ketika ia menyaksikan bahwa orang yang tertindas tersebut adalah orang-orang lemah dan benar.
Hamba Tuhan, Habakuk tentu menyampaikan semua itu dalam doa kepada Tuhan. Namun, kejahatan makin merajalela sehingga ia berteriak : ‘Penindasan’.
Menarik sekali Analisa Habakuk, bahwa penindasan dan kejahatan lainnya itu terjadi dikarenakan ‘hukum kehilangan kekuatannya’. Sesungguhnya, Tuhan telah memberikan Hukum bagi umatNya. Hukum dilandasi oleh cinta kasihNya demi keselamatan manusia. Hukum itu mestinya menjadi patokan bagi manusia untuk menikmati hidup berkeadilan dan penuh sukacita. Hukum diberikan untuk mengatur kehidupan manusia sehinggat tercipta keharmonisan. Tetapi hukum telah dipermainkan, hukum kehilangan kekuatannya. Akibatnya, keadilan muncul terbalik : orang benar menjadi salah, orang lemah makin dilemahkan, dan penguasa bertindak sewenang-wenang.
Siapakah yang mempermainkan hukum itu ? Habakuk menyebut, bahwa mereka yang mempermainkan hukum itu adalah orang fasik, yaitu, ‘orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya’ (2:4). Mereka bertindak dengan mengandalkan kekuatan tanpa hati nurani. Orang fasik memutarbalikkan hukum sehingga orang benar dan lemah mengalami penindasan.
Habakuk sadar, bahwa ia tidak kuasa untuk menentang orang fasik itu. Ia hanya mampu berteriak, mengeluarkan keluhannya, demi keadilan. Habakuk mencoba menenangkan diri dan menantikan jawaban Tuhan. Inilah jawaban Tuhan kepada Habakuk :
1.    Ukir pada loh-loh
Tuhan memerintahkan Habakuk untuk menuliskan semua yang dilihat dan menjadi pergumulannya pada loh-loh, supaya orang dapat membacanya.
2.    Orang fasik
Orang-orang yang memutarbalikkan hukum itu, cepat atau lambat akan menerima hukuman dan tidak akan bertangguh. Orang jahat tampak menang namun mereka pasti diadili.
Habakuk percaya bahwa keadilan Allah akan terjadi. Habakuk pun sampai kepada pemahaman teologis (2:4b) : ORANG BENAR AKAN HIDUP OLEH PERCAYANYA. Inilah dasar yang kokoh bagi nabi dan tentunya bagi kita untuk mengatasi tekanan yang sering dan banyak kita alami. Tuhan adalah penguasa dan penentu atas segala kehidupan. Oleh sebab itu, kita boleh percaya bahwa pada waktunya Tuhan akan bertindak dan menghapus segala air mata orang-orang benar.

Dunia ini penuh dengan berbagai kejahatan yang tampak secara langsung maupun tersembunyi. Semua kejahatan itu pastilah pelanggaran terhadap hukum, yang mengakibatkan timbul korban. Hukum mestinya dikawal dan ditegakkan secara benar. Jika hukum dibengkokkan, maka yang terjadi adalah adu kekuatan ; Siapa yang kuat, dia yang menang.  PAJOLO GOGO PAPUDI UHUM. Jika kekuatan yang mengatur kehidupan maka orang-orang lemah akan makin lemah, dan orang-orang benar akan turut menderita. Ketidakadilan akan muncul dan mengguncang tatanan hidup bermasyarakat.
Di tengah-tengah kehidupan ini ada hukum yang mengatur manusia. Tujuan semua hukum itu adalah agar manusia hidup dalam ketertiban dan kebenaran. Hukum merupakan penuntun bagi kita untuk memperoleh kehidupan kekal. Namun, kita sering melanggar Hukum (Tuhan) dan hidup dalam berbagai hal yang tidak baik. Kita perlu merenung, seberapa besar pelanggaran kita atas hukum itu. Pelanggaran terhadap Hukum merupakan dosa. Pelanggaran terhadap hukum akan membuat kehidupan manusia menjadi kacau ; penderitaan, kemiskinan, diskriminasi dsb. Tetapi Tuhan telah berkorban untuk penebusan dosa manusia, Kristus mati. Oleh sebab itu, kita orang-orang percaya perlu menyesali dosa dan memohon pengampunan, sehingga kita beroleh kepenuhan Allah.
Terkadang hati kita tidak tahan melihat tindakan orang-orang yang melanggar hukum. Kita mengkritisi dan ingin rasanya berteriak. Tetapi orang percaya tidak boleh menyandarkan diri pada kekuatan sendiri, melainkan harus pada kekuatan Tuhan. Oleh sebab itu, menghadapi kejahatan membutuhkan daya tahan dan kesabaran dari orang percaya. Sumber ketahanan dan kesabaran orang percaya ialah membangun hubungan yang kokoh dan akrab dengan Tuhan.
Bapa Gereja bernama Agustinus mengatakan : ‘Tujuan hidup manusia adalah kesetiaan dan keselamatan.’ Kalaupun dalam hidup ini kita menderita tetapi kita tetap setia kepada Tuhan. Bahkan ditengah-tengah penderitaan ini, kita tetap berbuat baik, sebab itulah yang Tuhan kehendaki. AMIN