2 November 2013

Markus 3:31-35 (Khotbah 3 Nopember 2013)



SAUDARA YESUS ADALAH ORANG YANG MELAKUKAN KEHENDAK ALLAH

Pelayanan Yesus selalu mengesankan banyak orang. Pelayanan Yesus menarik perhatian banyak orang karena Yesus berbuat tiga hal : (a) Ia mengasihi mereka, (b) Ia memenuhi kebutuhan mereka, (c) Ia mengajar dengan cara yang menarik dan praktis. Ditengah-tengah pelayanan Yesus yang cukup mengesankan itu, ternyata ada saja yang menolakNya. Selain orang Farisi dan para ahli Taurat yang selalu menjebak Yesus, tantangan juga datang dari keluargaNya. Mereka menganggap Yesus tidak waras. (Markus 3:21) ‘Waktu kaum keluarga-Nya mendengar hal itu, mereka datang hendak mengambil Dia, sebab kata mereka Ia tidak waras lagi.’
Ibu dan saudara-saudara Yesus memang datang ke tempat dimana Yesus sedang mengajar dan dikelilingi orang banyak. Namun ibu dan saudara-saudara Yesus hanya berada di luar, mereka menyuruh orang memanggil Yesus. Tujuan mereka hendak membawa Yesus pulang karena tindakan Yesus dianggap menyimpang dari kelaziman.  Yesus member tanggapan atas penjemputan itu dengan perkataan.
"Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?" Di sini Yesus mempertanyakan hubungan yang mengikat persaudaran terhadap diriNya. Secara lahiriah (darah dan daging) benar, bahwa Yesus memiliki keluarga inti, yaitu ayah, ibu, serta saudara. Bahkan juga seperti kita memiliki keluarga besar (marga). Hubungan demikian itu baik, tetapi Yesus tidak ingin berhenti sekedar hubungan yang lahiriah itu.
"Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Yesus menunjuk kepada orang-orang yang sedang mengelilingiNya, dan menyebut merekalah ibu dan saudaraNya. Narasi Markus 3:31-35 ini, agaknya  menyerupai sebuah cerita rakyat.  Ada sebuah cerita rakyat tentang seorang pemuda yang pergi merantau ke tempat yang jauh. Setelah kepergian sang anak ke perantauan, sang ibu terus-menerus berdoa untuk keselamatan dan keberhasilan anaknya. Selain doa yang terus dimohonkan, sang ibu setiap hari pergi ke dermaga/pelabuhan dengan harapan sang anak akan kembali. Sementara, si anak berjuang dengan gigih di perantauan sehingga mencapai banyak keberhasilan. Ia juga berhasil mempersunting seorang gadis yang cantik rupawan. Suatu ketika timbul kerinduan pulang ke kampung halamannya, ingin bertemu dengan ibu tercinta dan sekalian untuk memperkenalkan perempuan cantik yang telah menjadi isterinya. Ketika tiba di pelabuhan, seorang ibu tua, wajahnya keriput, kulitnya hitam legam, pakaiannya kumal dan compang-camping ; datang menghampiri sang anak. Si ibu berkata bahwa dia adalah ibu yang telah melahirkan dan membesarkannya.
Tapi sang anak menyangkal menyangkal, bahwa itu ibunya. Si anak malu terhadap ibu kandungnya sendiri. Si anak itu telah menjadi  durhaka. Singkat cerita; si anak kembali ke perantauannya tanpa mengakui ibu yang telah melahirkannya. Tapi belum jauh meninggalkan  kampung halamannya, datanglah angin badai yang begitu keras. Cerita rakyat yang dikenal dengan Malin Kundang (atau Si Mardan), berakhir tragis ; kapal itu hancur berkeping-keping, sementara jasad sang anak durhaka itu menjadi sebuah batu di tepi sebuah pantai.
Narasi Cerita Rakyat ini agak mirip dengan nas kita ini. Namun, tujuan cerita ini sungguh berbeda. Kisah Malin Kundang adalah putusnya hubungan keluarga seorang ibu dengan anak, dan menuju kebinasaan. Sedangkan kisah Markus 3:31-35 hendak menaikkan hubungan yang lebih baik, dan bertujuan untuk keselamatan. Yesus ingin membawa setiap orang untuk meningkatkan ikatan persaudaraan. Yesus berkata, bahwa ibu dan saudaraNya adalah orang-orang yang melakukan kehendak Allah.
Bagi Yesus tidak ada batasan persaudaraan ; entah itu hubungan darah, persahabatan, sekampung, atau seprofesi. Ukuran menjadi saudara bagi Yesus adalah orang-orang yang melakukan kehendak Allah. Apa itu kehendak Allah ? Kebenaran, kejujuran, kebaikan, kasih ! Kolose 3:12-14 menyebutkan : ‘kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan, kesabaran, pengampunan, dan di atas semua itu adalah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan’. Butir-butir yang disebutkan dalam Kolose 3 ini mestinya menjadi karakter orang-orang Kristen. Dengan demikianlah kita menjadi saudara Yesus.

Di dalam kehidupan ini seringkali kita mengalami konflik atau pertikaian, yang menambah beban kehidupan kita. Pertikaian yang terjadi justru terjadi pada hubungan-hubungan yang dekat. Orang Batak memiliki pepatah : ‘ HAU NA JONOK DO NA MARSIOSOHAN’.  Artinya, hubungan yang dekat makin membuat lebih sering konflik.
Keluarga. Mis ; hubungan suami – isteri, orangtua – anak ; saudara kandung dsb. Gereja adalah tempat yang paling dikenal sebagai persekutuan orang-orang percaya. Menjadi pertanyaan : Apakah semua orang di dalam gereja sudah melakukan kehendak Allah ? Fakta di tengah-tengah gereja seringkali muncul kelompok yang diikat oleh berbagai ikatan. Hubungan kita seringkali hanya pada tataran lahiriah.
Kita dapat renungkan konflik-konflik yang pernah terjadi, sesungguhnya karena kita tidak melakukan kehendak Allah. Kita hidup dalam kesombongan, sikap kasar, perkataan yang menyakiti, ketidaksabaran. Selanjutnya, konflik atau pertikaian yang menjadi beban dalam hidup kita tidak berakhir karena ketidaksediaan kita memberi pengampunan.
Firman Tuhan ini memanggil kita untuk membaharui hubungan-hubungan kita menjadi lebih rohani. Kita hidup dalam kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran.
Kita juga berkenan memberi pengampunan, sebab Kristus telah lebih dahulu memberi  pengampunan atas dosa-dosa kita. Dalam Doa Bapa Kami, Tuhan Yesus berkata : ‘ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami’.
Mari saudara-saudara, Firman Tuhan hari ini mengajak kita untuk menghidupkan hati dan melakukan  kehendak Allah, sehingga kita layak disebut sebagai saudara Yesus. AMIN


Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar