SAUDARA YESUS ADALAH
ORANG YANG MELAKUKAN KEHENDAK ALLAH
Pelayanan Yesus selalu mengesankan banyak
orang. Pelayanan Yesus menarik perhatian banyak orang karena Yesus berbuat tiga
hal : (a) Ia mengasihi mereka, (b) Ia memenuhi kebutuhan mereka, (c) Ia
mengajar dengan cara yang menarik dan praktis. Ditengah-tengah pelayanan Yesus
yang cukup mengesankan itu, ternyata ada saja yang menolakNya. Selain orang
Farisi dan para ahli Taurat yang selalu menjebak Yesus, tantangan juga datang
dari keluargaNya. Mereka menganggap Yesus tidak waras. (Markus 3:21) ‘Waktu kaum keluarga-Nya mendengar hal itu,
mereka datang hendak mengambil Dia, sebab kata mereka Ia tidak waras lagi.’
Ibu dan saudara-saudara Yesus memang datang
ke tempat dimana Yesus sedang mengajar dan dikelilingi orang banyak. Namun ibu
dan saudara-saudara Yesus hanya berada di luar, mereka menyuruh orang memanggil
Yesus. Tujuan mereka hendak membawa Yesus pulang karena tindakan Yesus dianggap
menyimpang dari kelaziman. Yesus member
tanggapan atas penjemputan itu dengan perkataan.
"Siapa
ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?" Di sini Yesus mempertanyakan
hubungan yang mengikat persaudaran terhadap diriNya. Secara lahiriah (darah dan
daging) benar, bahwa Yesus memiliki keluarga inti, yaitu ayah, ibu, serta
saudara. Bahkan juga seperti kita memiliki keluarga besar (marga). Hubungan
demikian itu baik, tetapi Yesus tidak ingin berhenti sekedar hubungan yang
lahiriah itu.
"Ini
ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Yesus menunjuk kepada orang-orang yang
sedang mengelilingiNya, dan menyebut merekalah ibu dan saudaraNya. Narasi
Markus 3:31-35 ini, agaknya menyerupai
sebuah cerita rakyat. Ada sebuah cerita
rakyat tentang seorang pemuda yang pergi merantau ke tempat yang jauh. Setelah kepergian
sang anak ke perantauan, sang ibu terus-menerus berdoa untuk keselamatan dan
keberhasilan anaknya. Selain doa yang terus dimohonkan, sang ibu setiap hari
pergi ke dermaga/pelabuhan dengan harapan sang anak akan kembali. Sementara, si
anak berjuang dengan gigih di perantauan sehingga mencapai banyak keberhasilan.
Ia juga berhasil mempersunting seorang gadis yang cantik rupawan. Suatu ketika
timbul kerinduan pulang ke kampung halamannya, ingin bertemu dengan ibu
tercinta dan sekalian untuk memperkenalkan perempuan cantik yang telah menjadi
isterinya. Ketika tiba di pelabuhan, seorang ibu tua, wajahnya keriput,
kulitnya hitam legam, pakaiannya kumal dan compang-camping ; datang menghampiri
sang anak. Si ibu berkata bahwa dia adalah ibu yang telah melahirkan dan
membesarkannya.
Tapi sang anak menyangkal menyangkal, bahwa
itu ibunya. Si anak malu terhadap ibu
kandungnya sendiri. Si anak itu telah menjadi durhaka. Singkat cerita; si anak kembali ke
perantauannya tanpa mengakui ibu yang telah melahirkannya. Tapi belum jauh
meninggalkan kampung halamannya, datanglah
angin badai yang begitu keras. Cerita rakyat yang dikenal dengan Malin Kundang
(atau Si Mardan), berakhir tragis ; kapal itu hancur berkeping-keping,
sementara jasad sang anak durhaka itu menjadi sebuah batu di tepi sebuah
pantai.
Narasi Cerita Rakyat ini agak mirip dengan
nas kita ini. Namun, tujuan cerita ini sungguh berbeda. Kisah Malin Kundang adalah
putusnya hubungan keluarga seorang ibu dengan anak, dan menuju kebinasaan.
Sedangkan kisah Markus 3:31-35 hendak menaikkan hubungan yang lebih baik,
dan bertujuan untuk keselamatan. Yesus ingin membawa setiap orang untuk
meningkatkan ikatan persaudaraan. Yesus berkata, bahwa ibu dan saudaraNya
adalah orang-orang yang melakukan kehendak Allah.
Bagi Yesus tidak ada batasan persaudaraan ;
entah itu hubungan darah, persahabatan, sekampung, atau seprofesi. Ukuran
menjadi saudara bagi Yesus adalah orang-orang yang melakukan kehendak Allah. Apa
itu kehendak Allah ? Kebenaran, kejujuran, kebaikan, kasih ! Kolose 3:12-14 menyebutkan
: ‘kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan,
kesabaran, pengampunan, dan di atas semua itu adalah kasih, sebagai pengikat
yang mempersatukan dan menyempurnakan’. Butir-butir yang disebutkan dalam Kolose
3 ini mestinya menjadi karakter orang-orang Kristen. Dengan demikianlah kita
menjadi saudara Yesus.
Di dalam kehidupan ini seringkali kita
mengalami konflik atau pertikaian, yang menambah beban kehidupan kita. Pertikaian
yang terjadi justru terjadi pada hubungan-hubungan yang dekat. Orang Batak
memiliki pepatah : ‘ HAU NA JONOK DO NA MARSIOSOHAN’. Artinya, hubungan yang dekat makin membuat
lebih sering konflik.
Keluarga. Mis ; hubungan suami – isteri,
orangtua – anak ; saudara kandung dsb. Gereja adalah tempat yang paling dikenal
sebagai persekutuan orang-orang percaya. Menjadi pertanyaan : Apakah semua
orang di dalam gereja sudah melakukan kehendak Allah ? Fakta di tengah-tengah
gereja seringkali muncul kelompok yang diikat oleh berbagai ikatan. Hubungan
kita seringkali hanya pada tataran lahiriah.
Kita dapat renungkan konflik-konflik yang
pernah terjadi, sesungguhnya karena kita tidak melakukan kehendak Allah. Kita
hidup dalam kesombongan, sikap kasar, perkataan yang menyakiti, ketidaksabaran.
Selanjutnya, konflik atau pertikaian yang menjadi beban dalam hidup kita tidak
berakhir karena ketidaksediaan kita memberi pengampunan.
Firman Tuhan ini memanggil kita untuk
membaharui hubungan-hubungan kita menjadi lebih rohani. Kita hidup dalam kerendahan
hati, kelemahlembutan, dan kesabaran.
Kita juga berkenan memberi pengampunan,
sebab Kristus telah lebih dahulu memberi pengampunan atas dosa-dosa kita. Dalam Doa
Bapa Kami, Tuhan Yesus berkata : ‘ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti
kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami’.
Mari saudara-saudara, Firman Tuhan hari ini
mengajak kita untuk menghidupkan hati dan melakukan kehendak Allah, sehingga kita layak disebut
sebagai saudara Yesus. AMIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar