BERITA SALIB ADALAH
KEKUATAN ALLAH YANG MENYELAMATKAN
Korintus merupakan sebuah kota perdagangan.
Sebagai kota perdagangan, Korintus menjadi tempat berkumpulnya orang-orang dari
berbagai penjuru dunia, dengan latarbelakang yang beraneka ragam. Korintus menjadi
sebuah kota modern yang terus berkembang, baik dari segi ekonomi maupun
kebudayaan. Sebagai sebuah kota modern maka masyarakat Korintus sangat
rasional, hikmat dunia menjadi andalan. Suatu peristiwa atau rumusan dapat
diterima kebenarannya jika dapat diterima logika.
Di tengah-tengah kota yang demikian itulah
Paulus melayani dan memberitakan Injil. Perkembangan jemaat ini bertumbuh
dengan pesat, sampai tiba saatnya Paulus merasa sudah dapat meninggalkan
Korintus untuk penginjilan di tempat lain.
Jemaat Korintus tentunya tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh konteks masyarakat sekitarnya ; baik budaya maupun
cara berpikir. Kedua hal itu memang sangat mempengaruhi kehidupan dalam jemaat
Korintus. Hikmat dunia yang menjadi ‘andalan’ masyarakat Korintus telah
merasuki kehidupan berjemaat. Pengajaran dan praktek gerejawi telah menjadi perdebatan
rumit oleh hikmat dunia. Baptisan yang begitu rohani telah berubah menjadi
duniawi, karena yang utama bukan lagi maknanya melainkan pengagungan tokoh
pembaptisnya. Salib yang seharusnya diaminkan dengan iman telah berubah menjadi
kebodohan akibat mengandalkan hikmat dunia. Akibat pengidolaan terhadap hikmat
dunia, telah terjadi perselisihan dan kelompok-kelompok di dalam jemaat
Korintus. Ini menjadi ancaman menuju perpecahan yang hebat, tercabik-cabiknya
persekutuan jemaat Tuhan. Hikmat dunia merupakan gambaran keangkuhan dan
keakuan.
Rasul Paulus yang telah mendengar
perselisihan di jemaat Korintus, karena itu ia menasehatkan supaya mereka seia
sekata, erat bersatu, dan sehati sepikir. Ungkapan ‘seia-sekata, bersatu, dan
sehati sepikir’ menjadi penting untuk langgengnya sebuah persekutuan. Paulus
mengawali nasehatnya dengan perkataan “demi nama Tuhan kita Yesus Kristus’. Kalimat
ini menunjukkan betapa bergumulnya Paulus atas kondisi jemaat itu. Paulus sadar benar, bahwa pengaruh dari suatu
perselisihan dan perpecahan akan menghambat pemberitaan Injil. Dan jika hal itu
terjadi, maka tugas pokok yang seharusnya diemban oleh jemaat Tuhan akan menjadi
gagal.
Paulus menyebut tugas pengutusannya sebagai
pewarta Injil (berita salib). Injil merupakan kematian dan kebangkitan Kristus.
Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan (Roma 1:16-17). Manusia
disucikan melalui salib itu, sehingga memperoleh keselamatan.
Injil keselamatan itu kemudian digugat oleh
hikmat dunia. Dalam hukum kekaisaran Roma, salib merupakan simbol kejahatan dan
penghukuman yang hina. Penganut hikmat
dunia tidak dapat menerima bahwa keselamatan diperoleh dari penyaliban dan
kebangkitan Kristus. Itu tidak rasional. ‘Bagaimana mungkin keselamatan
diperoleh dari kehinaan ? Tuhan tidak mungkin mengambil jalan salib yang hina,
sebab Tuhan adalah Agung dan Mulia’, kira-kira demikian pandangan hikmat
dunia. Bagi mereka, Injil tidak rasional
memberi kehidupan dan keselamatan.
Rasul Paulus menyadari pemahaman itu didasarkan
pada hikmat manusia. Paulus membenarkan bahwa salib adalah kebodohan dari sudut
pemahaman hikmat dunia. Tetapi Paulus ingin menegaskan bahwa hikmat dan
kekuatan manusia tidak dapat dibandingkan dengan hikmat dan kekuatan Allah di
dalam Injil Kristus. Salib adalah jalan pilihan Allah sebagai kekuatan yang
menyelamatkan orang percaya. Salib Kristus memungkinkan orang berdosa lolos
dari penghakiman terakhir. Salib adalah jalan pilihan Allah membawa setiap
orang percaya memasuki kehidupan kekal (Yohanes 5:24). Oleh sebab itu, wajar
jika pengagum hikmat dunia memandang salib sebagai kebodohan, tetapi dengan
demikianlah mereka sampai pada kebinasaan.
Dalam hal inilah Paulus mengajak seluruh
jemaat Korintus supaya seia sekata, erat bersatu, dan sehati sepikir. Mereka
boleh mengimani salib itu sebagai kekuatan Allah yang menyelamatkan. Mereka
berkewajiban mewartakan jalan keselamatan itu bagi seluruh umat manusia.
Gereja adalah persekutuan orang-orang
percaya, yang dipanggil untuk mewartakan Injil. Tugas panggilan yang mulia ini
hanya dapat dilakukan jika jemaat hidup dalam persekutuan yang indah. Hidup
dalam persekutuan Tuhan haruslah terjalin dengan kasih dari Kristus. Kasih yang
demikianlah yang mendorong seluruh jemaat untuk melakukan tugas panggilannya
untuk memberitakan Injil.
Pengalaman hidup keseharian jemaat yang
beda-beda haruslah menjadi kekuatan bagi gereja untuk melakukan tugas
panggilannya. Orang-orang di dalam gereja memang memiliki latar belakang yang
berbeda tetapi hendaklah perbedaan itu disikapi sebagai sebuah kekayaan.
Perbedaan itu menjadi kekayaan jika digunakan untuk memberitakan Injil. Gereja
yang asyik berselisih dan membangun kelompok-kelompok pemisah tidak akan sempat
lagi memberitakan Injil. Kita harus menjauhi segala persoalan-persoalan yang
dapat memecah kehidupan berjemaat, yang semua itu hanya akan menghambat tugas
gereja yang mulia ini. Setiap orang harus seia sekata, bersatu, dan sepikiran
untuk memberitakan Injil.
Tuhan mempersekutukan dan memanggil kita
untuk memberitakan Injil. Dalam panggilan Tuhan itu, kita perlu merenungkan,
peran apa yang sudah kita lakukan ? Kita perlu memberitakan Injil supaya banyak
orang menjadi percaya pada Tuhan Yesus dan memperoleh keselamatan. Apakah yang
anda rela lakukan supaya orang-orang yang anda kenal mau ke surga ? Biarlah itu
menjadi renungan bagi kita sekalian. AMIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar