23 Januari 2014

1 Korintus 1:10-18 (Khotbah Minggu)



  BERITA SALIB ADALAH KEKUATAN ALLAH YANG MENYELAMATKAN

Korintus merupakan sebuah kota perdagangan. Sebagai kota perdagangan, Korintus menjadi tempat berkumpulnya orang-orang dari berbagai penjuru dunia, dengan latarbelakang yang beraneka ragam. Korintus menjadi sebuah kota modern yang terus berkembang, baik dari segi ekonomi maupun kebudayaan. Sebagai sebuah kota modern maka masyarakat Korintus sangat rasional, hikmat dunia menjadi andalan. Suatu peristiwa atau rumusan dapat diterima kebenarannya jika dapat diterima logika.
Di tengah-tengah kota yang demikian itulah Paulus melayani dan memberitakan Injil. Perkembangan jemaat ini bertumbuh dengan pesat, sampai tiba saatnya Paulus merasa sudah dapat meninggalkan Korintus untuk penginjilan di tempat lain. 

Jemaat Korintus tentunya tidak dapat dilepaskan dari pengaruh konteks masyarakat sekitarnya ; baik budaya maupun cara berpikir. Kedua hal itu memang sangat mempengaruhi kehidupan dalam jemaat Korintus. Hikmat dunia yang menjadi ‘andalan’ masyarakat Korintus telah merasuki kehidupan berjemaat. Pengajaran dan praktek gerejawi telah menjadi perdebatan rumit oleh hikmat dunia. Baptisan yang begitu rohani telah berubah menjadi duniawi, karena yang utama bukan lagi maknanya melainkan pengagungan tokoh pembaptisnya. Salib yang seharusnya diaminkan dengan iman telah berubah menjadi kebodohan akibat mengandalkan hikmat dunia. Akibat pengidolaan terhadap hikmat dunia, telah terjadi perselisihan dan kelompok-kelompok di dalam jemaat Korintus. Ini menjadi ancaman menuju perpecahan yang hebat, tercabik-cabiknya persekutuan jemaat Tuhan. Hikmat dunia merupakan gambaran keangkuhan dan keakuan.
Rasul Paulus yang telah mendengar perselisihan di jemaat Korintus, karena itu ia menasehatkan supaya mereka seia sekata, erat bersatu, dan sehati sepikir. Ungkapan ‘seia-sekata, bersatu, dan sehati sepikir’ menjadi penting untuk langgengnya sebuah persekutuan. Paulus mengawali nasehatnya dengan perkataan “demi nama Tuhan kita Yesus Kristus’. Kalimat ini menunjukkan betapa bergumulnya Paulus atas kondisi jemaat itu.  Paulus sadar benar, bahwa pengaruh dari suatu perselisihan dan perpecahan akan menghambat pemberitaan Injil. Dan jika hal itu terjadi, maka tugas pokok yang seharusnya diemban oleh jemaat Tuhan akan menjadi gagal.
Paulus menyebut tugas pengutusannya sebagai pewarta Injil (berita salib). Injil merupakan kematian dan kebangkitan Kristus. Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan (Roma 1:16-17). Manusia disucikan melalui salib itu, sehingga memperoleh keselamatan.
Injil keselamatan itu kemudian digugat oleh hikmat dunia. Dalam hukum kekaisaran Roma, salib merupakan simbol kejahatan dan penghukuman yang hina.  Penganut hikmat dunia tidak dapat menerima bahwa keselamatan diperoleh dari penyaliban dan kebangkitan Kristus. Itu tidak rasional. ‘Bagaimana mungkin keselamatan diperoleh dari kehinaan ? Tuhan tidak mungkin mengambil jalan salib yang hina, sebab Tuhan adalah Agung dan Mulia’, kira-kira demikian pandangan hikmat dunia.  Bagi mereka, Injil tidak rasional memberi kehidupan dan keselamatan.
Rasul Paulus menyadari pemahaman itu didasarkan pada hikmat manusia. Paulus membenarkan bahwa salib adalah kebodohan dari sudut pemahaman hikmat dunia. Tetapi Paulus ingin menegaskan bahwa hikmat dan kekuatan manusia tidak dapat dibandingkan dengan hikmat dan kekuatan Allah di dalam Injil Kristus. Salib adalah jalan pilihan Allah sebagai kekuatan yang menyelamatkan orang percaya. Salib Kristus memungkinkan orang berdosa lolos dari penghakiman terakhir. Salib adalah jalan pilihan Allah membawa setiap orang percaya memasuki kehidupan kekal (Yohanes 5:24). Oleh sebab itu, wajar jika pengagum hikmat dunia memandang salib sebagai kebodohan, tetapi dengan demikianlah mereka sampai pada kebinasaan.
Dalam hal inilah Paulus mengajak seluruh jemaat Korintus supaya seia sekata, erat bersatu, dan sehati sepikir. Mereka boleh mengimani salib itu sebagai kekuatan Allah yang menyelamatkan. Mereka berkewajiban mewartakan jalan keselamatan itu bagi seluruh umat manusia. 

Gereja adalah persekutuan orang-orang percaya, yang dipanggil untuk mewartakan Injil. Tugas panggilan yang mulia ini hanya dapat dilakukan jika jemaat hidup dalam persekutuan yang indah. Hidup dalam persekutuan Tuhan haruslah terjalin dengan kasih dari Kristus. Kasih yang demikianlah yang mendorong seluruh jemaat untuk melakukan tugas panggilannya untuk memberitakan Injil.
Pengalaman hidup keseharian jemaat yang beda-beda haruslah menjadi kekuatan bagi gereja untuk melakukan tugas panggilannya. Orang-orang di dalam gereja memang memiliki latar belakang yang berbeda tetapi hendaklah perbedaan itu disikapi sebagai sebuah kekayaan. Perbedaan itu menjadi kekayaan jika digunakan untuk memberitakan Injil. Gereja yang asyik berselisih dan membangun kelompok-kelompok pemisah tidak akan sempat lagi memberitakan Injil. Kita harus menjauhi segala persoalan-persoalan yang dapat memecah kehidupan berjemaat, yang semua itu hanya akan menghambat tugas gereja yang mulia ini. Setiap orang harus seia sekata, bersatu, dan sepikiran untuk memberitakan Injil.
Tuhan mempersekutukan dan memanggil kita untuk memberitakan Injil. Dalam panggilan Tuhan itu, kita perlu merenungkan, peran apa yang sudah kita lakukan ? Kita perlu memberitakan Injil supaya banyak orang menjadi percaya pada Tuhan Yesus dan memperoleh keselamatan. Apakah yang anda rela lakukan supaya orang-orang yang anda kenal mau ke surga ? Biarlah itu menjadi renungan bagi kita sekalian. AMIN



           

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar