ADIL, SETIA DAN
RENDAH HATI
Patut disyukuri bahwa negara menjamin kebebasan beragama. Atas jaminan
itu, kita bisa melakukan ritual ibadah, walaupun masih ada tantangan dan
rintangan.
Ibadah merupakan perjumpaan kita dengan
Tuhan, untuk mensyukuri anugerah Tuhan,
serta memuji dan memuliakanNya. Liturgi ibadah memberi ruang bagi kita untuk
mengaku dosa yang membuat hati lega dan kita mengungkapkan iman percaya agar kuat
menjalani hidup ini. Kita juga memberikan persembahan sebagai rasa ungkapan
syukur pada Tuhan. Lebih utama lagi, kita menikmati firmanNya sebagai penuntun
untuk menjalani hidup benar.
Melalui ibadah itu, kita mestinya dapat
menjalani hidup ini dengan penuh sukacita dan kedamaian. Namun, dalam praktek
kehidupan ini ; baik dalam keluarga, arena kerja, gereja, dan komunitas
lainnya, masih terlalu banyak pergumulan yang harus dihadapi orang-orang
beragama.
Mengapa buah dari ibadah itu tidak tampak
dalam interaksi sosial ? Perlu direnungkan, sejauhmana korelasi ritual
keagamaan yang kita lakukan dengan praktek kehidupan ini ? Berbagai bentuk
kejahatan dan tingkah laku telah membuat manusia sulit menikmati kehidupan yang
Tuhan anugerahkan. Dalam hal inilah nabi Mikha menyoroti kehidupan umat Tuhan
dalam hubungan ibadah dan kehidupan sosial.
Tuhan memiliki kuasa penuh atas manusia.
Tuhan mampu mengubah hidup manusia dari budak menjadi berharga. Tuhan mulai
memilih umatNya dari sekelompok orang-orang yang disebut budak. Tuhan menuntun
mereka keluar dari Mesir. Tuhan menyertai mereka dalam perjalanan ;
memperlengkapi segala kebutuhan umat, memberi kemenangan saat berhadapan dengan
musuh. Sampai kemudian mereka tiba di tanah yang dijanjikan Tuhan ; tanah yang
memberi kemakmuran. Tuhan membuat mereka menjadi bangsa yang kuat. Segala yang
dinikmati bukan karena perbuatan dan kemampuan mereka tetapi karena kasih setia
Tuhan. Hanya karena kasih setia Tuhan saja sehingga mereka dapat menjadi bangsa
yang kokoh.
Umat Tuhan mengaminkan semua itu sebagai
kasih setia Tuhan. Umat Tuhan merespon kasih setia Tuhan itu dengan memuji
Tuhan di tempat Tinggi melalui ibadah. Justru di sinilah mulai muncul dosa-dosa
umat itu.
Penyembahan
yang salah
Umat Tuhan memang hidup berdampingan dengan
orang-orang kafir. Mereka terpengaruh dengan ritual dan konsep beribadah orang
kafir. Mereka telah menyeleweng dari kehendak Tuhan. Ibadah dan persembahan
bukan lagi dihayati sebagai ungkapan syukur pada Tuhan melainkan ‘suap’. Ibadah
menjadi ajang mempertontonkan kesombongan, dengan memposisikan diri sebagai
yang kudus. Korban persembahan yang diberikan bukan lagi sebagai buah
penghayatan atas kasih Tuhan. Korban bakaran dan persembahan lainnya menjadi
bagian dari ‘penyuapan’ Tuhan. Mereka berpikir dengan memberi persembahan maka
Tuhan akan memberikan berkat yang berkelimpahan pula. Mereka telah
memperlakukan TUhan ‘sesuka hati’. Ini adalah kesombongan.
Praktek
ketidakadilan
Dalam praktek kehidupan, mereka tidak
mencerminkan sebagai anak-anak Tuhan. Hidup materialistis tidak terkendali.
Mereka tidak segan-segan menjual kebenaran untuk memperoleh uang. Kebenaran
diputar balik untuk memperoleh suap yang menjadikannya kaya. Orang kuat telah
menindas orang kecil. Akibatnya terjadilah kesenjangan sosial.
Nabi Mikha mengkritik umat Allah, yang melakukan praktek keagamaan tetapi tidak
melakukan firman Tuhan. Bagi nabi Mikha, mestinya orang yang beribadah pada Tuhan
harus berlaku adil, setia, dan rendah hati.
Kita sebagai orang percaya, perlu lebih
memahami segala ibadah yang kita selenggarakan. Apakah kita sungguhsungguh
menyiapkan waktu untuk ibadah atau mumpung ada kesempatan saja. Sangat mungkin
banyak hal yang perlu kita baharui di dalam peribadahan. Bagaimana kita
beribadah dari persiapan, pelaksanaan, sampai akhirnya. Ibadah harus membawa
kita pada hidup sukacita dan kedamaian. Selanjutnya, kita mengaplikasikan
perjumpaan dengan Tuhan pada segala aspek hidup keseharian.
Kita harus melakukan keadilan Tuhan. Yesus
Kristus adalah keadilan. Yesus Kristus memberi perhatian terhadap orang-orang
yang menderita; sakit, janda, miskin. Keadilan
yang utama ialah ketika Yesus menyerahkan nyawaNya di Kayu Salib untuk
penebusan dosa-dosa saudara dan saya. Keadilan merupakan tanggungjawab dan
pengorbanan.
Di tengah-tengah dimana kita berada, baik di kota maupun di desa, kita
dapat menyaksikan kesenjangan sosial. Ada yang kaya dan miskin. Mereka yang
miskin menjalani hidup dengan berbagai penderitaan diiringi cucuran keringat
dan air mata untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ada kehidupan yang kontras,
kesenjangan sosial.
Kerja merupakan sebuah tanggung jawab dan
kesempatan untuk berkarya sebagai bagian dari panggilan Tuhan bagi hidup
kita. Memang, kita tidak dapat
memungkiri bahwa bekerja adalah memperoleh uang. Tetapi kita harus tetap
memperhatikan unsur keadilannya. Kita
juga perlu merenungkan akan segala yang kita peroleh. Perenungan atas semua itu
akan membawa kita untuk menemukan makna kehidupan ini.
Sebagai umat Tuhan, kita juga harus
mewarisi sifat-sifat Tuhan yang mau berkorban. Sifat Tuhan yang adil itu perlu
kita aplikasikan di dalam berbagai kehidupan kita. Keadilan harus kita upayakan
secara terus menerus. Kita melakukan itu sebagai bagian dari kesetiaan kita
pada Tuhan. Dan itu kita lakukan dengan segala rendah hati, sebab kita dapat
melakukan itu karena Tuhan telah lebih dahulu mengasihi kita. AMIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar