27 April 2020

1 Tawarikh 16:31-36 (Minggu, 3 Mei 2020)


                 BERSORAKLAH BAGI TUHAN


Daud mengalami perubahan hidup yang luar biasa ; dari seorang gembala domba menjadi seorang pemimpin bangsa besar. Perubahan hidup yang dialami tidak membuatnya lupa diri. Bagi Daud, kesuksesan hidup yang dinikmatinya diimani sebagai kasih Tuhan. Karena itu, Daud selalu mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan. Ungkapan syukur Daud bukan hanya dengan mulut tetapi juga melalui perbuatan. Daud bersyukur dengan memberi perhatian memelihara Tabut Perjanjian Allah. Ia menempatkan Tabut itu ke Yerusalem.
Saat pemindahan tabut Allah itu, Daud sangat bersyukur dan bersukacita. Luapan sukacitanya begitu nyata dalam puji-pujian yang dikumandangkan bagi Tuhan. Daud bernyanyi dengan penuh sorak-sorai. Ia sungguh-sungguh ber-JUBILATE. Daud merasakan bahwa alam pun turut bersukacita. Ia melukiskan : ‘langit bersukacita dan bumi turut bersorak-sorak’. ‘Gemuruh laut dan guncangan angin’ bukan hal yang menakutkan. Malahan, gemuruh laut dan angin badai telah membuat pohon menari-nari’. Seolah-olah ciptaan Tuhan itu pun mengerti kasih Tuhan. Mereka turut memuji-muji Tuhan di tempat kudusNya.
Daud menikmatimati seluruh peristiwa alam itu sebagai keindahan.
Di tengah-tengah rasa sukacita itu, sesungguhnya umat Tuhan juga sedang mengalami ancaman dari bangsa-bangsa lain. Namun, bagi Daud, Tuhan berkuasa mengendalikan segala bangsa dan memelihara umat pilihanNya. Pada saatnya, bangsa-bangsa lain pun turut memuliakan Tuhan sebagai Raja.
Bahaya yang mengancam tidak membuatnya putus asa melainkan tetap berpengharapan kepada Tuhan. Dalam luapan sukacita – sorak-sorai – dan harapan, Daud mengajak umat berseru : Selamatkanlah kami, ya TUHAN Allah’.
Umat Tuhan mengungkapkan syukur atas pekerjaan Tuhan yang begitu dahsyat. Ada banyak pekerjaan Tuhan yang begitu luar biasa.

Firman Tuhan ini mengajak kita sekalian bersorak-sorai. Kita sebagai orang percaya sepatutnya merasakan kasih Allah. Kita memang sepatutnya mensyukuri kasih Tuhan yang terjadi dalam hidup ini. Rasa syukur itu pula yang membuat kita bersorak-sorai memuji dan memuliakan Allah. Sorak-sorai adalah gambaran sukacita, semangat, dan harapan.
Apalah manusia di hadapan Tuhan. Manusia hanya debu dan lumuran dosa, tetapi Tuhan senantiasa mengasihi. Manusia begitu rendah dihadapan Tuhan tetapi Tuhan berkenan mengangkat umatNya. Manusia hanya dapat bersyukur dan memohon belas kasih Tuhan yang maha kuasa itu. Tuhan menghendaki manusia untuk mensyukuri atas semua pengasihanNya.
Kita pun masing-masing memiliki pengalaman iman, dimana kita pernah mengalami peristiwa-peristiwa yang luar biasa. Apa yang kita nyatakan dengan peristiwa luar biasa itu ? Bukankah itu membuktikan ada kekuatan di luar diri kita ? Apakah kekuatan itu kita aminkan sebagai perbuatan Tuhan atas diri kita ?
Harapan ! merupakan hal penting dimiliki setiap manusia dalam hidup ini. Dan itu sesungguhnya yang mencirikan orang percaya. Berharaplah akan muncul kebaikan dan keindahan dalam hidup ini.
Bersyukur adalah perbuatan yang Allah kehendaki dari setiap orang yang menyatakan percaya kepada Tuhan. Ungkapan syukur kepada Allah harus dilakukan dengan sukacita.
Kalau ibadah kita adalah bagian dari pengungkapan syukur, maka seharusnya ibadah kita lakukan dengan semangat. Semangat ibadah tetap bergelora sekalipun hanya di rumah. Ibadah adalah rasa syukur pada Tuhan atas pengasihanNya, sehingga kita layak bersukacita memuji dan menyembahNya.
Ancaman yang sedang terjadi saat ini janganlah membuat hati kita surut merasakan kasih Allah. Bersyukurlah atas kasih Allah. Bersorak-soraklah atas kasih Allah yang ajaib dalam hidup kita. Berharaplah senantiasa kepadaNya. Bahkan dibalik peristiwa yang terjadi saat ini (corona) tetaplah bersyukur kepada Tuhan. Temukan kasih Tuhan dalam  suasana sulit ini. Kita mestinya tidak hanya melihat kesulitan yang terjadi tetapi juga dapat menemukan keindahan, manfaat atau makna atas STAY AT HOME  ini.
Karena itu, bersyukurlah .... jangan stres. Dan berharaplah hidup kita akan segera dipulihkan. AMIN

21 April 2020

Roma 3:1-8 (Minggu, 26 April 2020)


              KESETIAAN ALLAH
                 
Sudah lebih sebulan, kita yang di Indonesia mengalami pandemic corona. Keadaan ini sangat membuat kita tertekan. Kita belum paham sepenuhnya tentang corona ini, sehingga banyak pertanyaan yang dapat dimunculkan. Apa – siapa – mengapa – bagaimana  berapa lama ; adalah bentuk pertanyaan yang tak  mudah dijawab. Situasi corona juga membuat kita mengalami tekanan, dimana kita harus berubah dalam kehidupan. Tinggal di rumah saja. Corona menimbulkan kekhawatiran, bahkan sangat menakutkan.  
Sulitnya menjawab pertanyaan sekitar corona ini dan beratnya tekanan yang dialami, membuat kita mempertanyakan Tuhan, ‘mengapa Tuhan membiarkan peristiwa ini –apa dosa yang kami perbuat – apakah Tuhan sedang murka – dimanakah keadilan dan kesetiaan Tuhan ?’
Allah adalah benar, demikian Paulus menegaskan dalam nas renungan ini. Allah telah mempercayakan firmanNya, pertama-tama kepada orang Yahudi. Allah menghendaki ketaatan mereka kepada firman itu sebagai penuntun hidup mereka. Mereka seharusnya menghidupi diri mereka dengan firman itu. Namun mereka jauh dari firman itu. Mereka memang melakukan sunat, yang sedikit disinggung dalam firman itu. Itu sebabnya dikatakan (Roma 2:25) : ‘Sunat memang ada gunanya, jika engkau mentaati hukum Taurat; tetapi jika engkau melanggar hukum Taurat, maka sunatmu tidak ada lagi gunanya’. Sesungguhnya, sekalipun mereka melakukan sunat, itu bukan karena firman itu. Mereka melakukan itu hanya karena tradisi saja. Dapat dikatakan, mereka tidak dihidupi oleh firman itu. Mereka bukanlah umat yang setia. Sekalipun mereka tidak setia, tetapi Allah tetap setia. Allah setia dengan kasihNya. Dalam kemurahanNya, Allah menuntun setiap orang kepada pertobatan (Roma 2:4b).

Allah kita adalah Allah yang setia. Ia mengasihi saudara dan saya. Dalam pengasihanNya, Allah menuntun kita untuk lebih mengenalNya. Allah telah memberikan firmanNya bagi kita, sebagai penuntun hidup. Firman Tuhan (Alkitab) telah tersedia dalam berbagai bentuk. Kita makin mudah menemukannya seiring dengan kemajuan zaman. Kita juga mendengan firman Tuhan melalui sapaan para hamba Tuhan. Namun, sejauhmana kita makin memahami dan memberlakukannya dalam kehidupan ini ? Adakah firman Tuhan mengubahkan kita dengan tuntunan firman itu ? Atau, hidup kita hanya sebagai tradisi saja ? Jika kita mau menolong atau memberi kepada orang lain, benarkah itu karena didasari oleh firman Tuhan. Bukankah karena didasari ‘take and give’ saja. ‘Ro au tu pestana asa ro sogot ibana tu pestaku’. Bukankah juga banyak ‘perbuatan baik’ kita hanya sekedar popularitas saja ? Adakah semua itu kita lakukan didasari dan digerakkan oleh kasih Kristus ? Adakah ibadah yang kita selenggarakan selama ini demi kemuliaan Tuhan ? Bukankah kemegahan dan fasilitas gedung gereja yang utama ? Juga bukan rahasia ; jabatan dan kuasa menjadi bahan perebutan, baik oleh pejabat gereja maupun tingkat jemaat. Sementara, pertumbuhan iman stagnan saja, bahkan tak sedikit yang merasakan makin gersang. Saat ada gerakan sekarang ‘ibadah di rumah saja’, bukankah kita lebih disibukkan medianya : zoom, live streaming, youtube, online, facebook. Bukankah di dalam Alkitab ada juga ibadah ‘di rumah saja’ dengan fasilitas yang jauh dari memadai ? Rasanya, ‘pertobatan’ menjadi penting kita gumuli lebih dalam, agar kita menjadi manusia yang setia kepada Tuhan.
Allah tetap setia. Peristiwa saat ini bukanlah murka Allah. Saya mengimani, Allah tidak melibatkan diri atas pembuatan corona ini, sebab Allah itu itu baik dan setia. Tetapi orang-orang yang terlibat atas terjadinya peristiwa yang mengguncangkan dunia ini adalah manusia bebal. Mereka adalah gambaran dari kejahatan manusia. Di dalamnya ada keangkuhan, keserakahan, penyalahgunaan. Mungkin …., sekali lagi mungkin, kita juga pernah melakukan kejahatan seperti yang mereka perbuat. Hanya saja, kejahatan yang kita lakukan itu setingkat atau dua tingkat atau lebih dibawah para pelaku.  Semua manusia pembohong, tetapi Allah itu benar (4).
Situasi saat ini boleh mengajar kita untuk mengenal Allah. Allah tidak sedang menghukum kita, melainkan menuntun kita untuk hidup dengan firmanNya. Kiranya pandemic corona ini segera berakhir, dan kita dapat memulai hidup baru. AMIN


14 April 2020

Mazmur 42:1-6 JIWAKU HAUS



               JIWAKU HAUS KEPADA ALLAH

Dalam hidup manusia, acapkali yang terlihat adalah kejasmanian manusia ; fisik dan atau materi. Penilaian senangnya seseorang, termasuk diri sendiri diukur dari hal jasmani itu. Artinya, kebahagiaan seseorang diukur dari yang terlihat. Jika seseorang memiliki kekayaan maka ia disebut bahagia. Benarkah demikian ?
Merenungkan Mazmur 42 ini, kita diajak melihat satu hal yang lebih penting di dalam diri manusia. Mazmur ini mulai dengan menggambarkan rusa yang merindukan sungai yang berair. Sama seperti makhluk lain, rusa membutuhkan air. Binatang ini suka berada di tepi sungai. Selain membutuhkan air untuk minumannya, sungai yang berair menjadi penting bagi peyelamat rusa. Ketika diserang oleh binatang buas biasanya rusa-rusa akan lari, sekalipun ia memiliki tanduk panjang. Rusa itu akan lari dengan menceburkan diri ke sungai sehingga para pemangsa tidak dapat mencium lagi baunya. Dengan demikian, sungai yang berair sangat penting bagi rusa, selain kebutuhan fisiknya juga menjadi keselamatannya.
Gambaran rusa yang sangat membutuhkan sungai berair untuk keselamatannya, demikian hati pemazmur kepada Tuhan. Pemazmur memang diperhadapkan dengan pergumulan berat, yang membuatnya menangis siang dan malam. Beratnya pergumulan pemazmur ini dilukiskan dengan kalimat ‘jiwaku gundah gulana’ (use ma huhilala rohangku di bagasan).
Dalam menghadapi kemelut hidup yang dialami pemazmur, hanya Allah yang dapat menenangkan hatinya. Ia ingin segera berjumpa dengan Allah. Karena itu, ia segera melangkah ke rumah Allah. Ia ingin bersyukur kepadaNya, sebab hanya Allah yang dapat menolong, menenteramkan jiwanya.

Barangkali tak seorang ingin menderita dalam hidup ini. Sedapat mungkin, kalaupun  hidup makmur tidak tercapai, setidak-tidaknya janganlah menderita. Itu kira-kira harapan manusia dalam hidup ini. Namun kenyataannya hidup adalah penderitaan. Penderitaan  tidak pernah lepas dari hidup manusia. Mulai dari kelahiran seorang bayi; ia menangis ! Tangis itu menandakan bayi itu menderita. Bayi yang sebelumnya merasa nyaman di dalam rahim ibunya karena semua kebutuhan nafas dan makanannya terpenuhi. Kini, bayi itu menangis karena ia tidak lagi mendapatkan nafas dan makan secara otomatis. Bayi itu merasakan sesuatu yang lain atas kelangsungan hidupnya. Keadaan yang sebelumnya berjalan otomatis, kini harus melalui perjuangan. Bayi itu menderita.
Penderitaan  terus berkelanjutan seiring dengan kebutuhan manusia. Manusia menderita karena tekanan ekonomi, sosial, bahkan politik. Manusia butuh; makanan, fasilitas, status, keamanan, keadilan. Manusia juga membutuhkan kesehatan, jangan sampai dirawat di rumah sakit. Manusia tidak ingin menghadapi persoalan-persoalan yang dapat menambah rumit hidup ini. Ketika manusia tidak memperoleh semua itu, dan memang manusia tidak pernah memperoleh semua itu, maka penderitaan itu terasa menyertai hidup ini.
Derita corona yang sedang kita alami saat ini tentu sangat menekan jiwa kita. Jangan panik, tapi bagaimana menyikapinya. Pemerintah dan para medis telah memberikan himbauan. Ikuti saja ! Lalu, kita senantiasa memohon belas kasih Tuhan. Jangan lagi gundah jiwamu.
Penderitaan sebagai sesuatu yang mewarnai hidup manusia bertujuan supaya manusia itu makin mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan penderitaan itu, manusia mau mengakui bahwa di luar dirinya ada kekuatan yang mengendalikan hidup manusia. Penderitaan yang sedang kita alami di dunia ini hanyalah sementara. Sebagai orang beriman, umat Tuhan harus menyadari bahwa kita tergolong sebagai peziarah di dunia ini, yang sangat mungkin mengalami tekanan. Tekanan yang terjadi jangan membuat kecut/tawar hati tetapi harus tegar menerimanya, sebagai konsekuensi hidup.
Umat Tuhan senantiasa harus mampu bergembira ditengah-tengah kesukaran hidup ini. Kita senantiasa memiliki keyakinan pada Kristus, yang telah menyediakan hal yang lebih besar dan yang lebih sempurna dibandingkan apa yang kita alami saat ini. Karena itu, sebagai orang beriman, kita patut mengarahkan diri kepada hal yang rohani.
Semua orang pasti mendambakan ketenangan dalam hidup ini. Tanpa ketenangan, hidup kita  bagaikan laut yang bergelora, mengakibatkan segala sesuatunya kacau, karena kita tidak dapat mengatur dan mengendalikan diri sebagaimana mestinya.
Pemazmur jujur mengakui kelemahannya. Dia berkata: Jiwaku tertekan dalam diriku. Pemazmur memiliki Jiwa yang haus kepada Tuhan. Pemazmur ini mungkin memiliki ‘tanduk’, kekuatan jasmani, tetapi jiwanya kosong. Kita adalah manusia yang butuh ketenangan dan keselamatan. Tuhan adalah sumber segala kehidupan kita. ‘Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku’ (Mazmur 62:6). AMIN