20 November 2013

1 Tesalonika 4:13-18 (Khotbah, 24 November 2013)



PENGHIBURAN DI DALAM TUHAN (1 Tesalonika 4:13-18)

Kita semua tentu pernah merasakan kesedihan karena salah seorang dari saudara yang kita kasihi meninggal dunia. Betapa sedih perasaan kita ketika itu. Secara sadar atau tidak, kita pun  mengingat masa hidup saudara itu; kebaikannya, kelucuannya atau tindakan-tindakannya yang dapat membahagiakan kita. Selain mengingat hubungan indah di masa lalu, juga membayangkan masa depan. Apabila yang meninggal itu seorang ayah maka sang anak akan merasakan kehilangan seorang tokoh di tengah-tengah keluarga, dan sang isteri akan merasakan betapa berat tanggung jawab yang harus dipikul merangkap tugas posisi sang suami selama ini. Apabila yang meninggal itu seorang ibu, maka sang suami sedih memikirkan yang akan mendampinginya mengelola keluarga. Sementara, anak-anak akan merasakan kehilangan kasih yang begitu mulia selama ini dan membayangkan betapa beratnya apabila mendapatkan seorang ibu pengganti yang selalu siap menampar pipinya. Bila yang meninggal itu seorang sahabat maka akan merasakan kehilangan teman bercanda. Yang pasti, siapapun yang meninggal itu, apabila selama hidupnya dekat dengan kita maka saat ia meninggal akan menimbulkan rasa dukacita. Semakin dekat hubungan kita dengan orang tersebut, maka semakin besar rasa dukacita di dalam hati. Dukacita atau kesedihan yang ada di dalam hati kita adalah karena kematian tersebut akan memisahkan kita. Kita merasa tidak ada lagi harapan untuk bertemu. Perpisahan yang bukan hanya sementara tetapi selama-lamanya. Inilah yang membuat perpisahan karena kematian itu sangat memilukan hati.
Melalui firman Tuhan ini, rasul Paulus memberikan suatu pengharapan. Kita yang berpisah dengan saudara kita masih akan dipertemukan kembali. Bahkan setelah pertemuan nanti maka tidak akan dipisahkan lagi. Paulus membangun pengharapan ini bukan tanpa alasan. Pengharapan itu ada karena Yesus yang telah mati itu bangkit kembali.
Jemaat Tesalonika adalah orang-orang Yunani yang memiliki pemahaman bahwa arwah orang meninggal hidup selaku bayang di alam sana nun jauh. Dengan demikian, apabila seorang saudara meninggal tidak ada lagi pengharapan. Kematian adalah akhir segalanya.
Ketika hadir di Tesalonika, Paulus sudah mengajarkan tentang parousia. Parousia adalah hari kedatangan Tuhan. Dan hari itu akan segera berlangsung dalam waktu singkat. Sepeninggal Paulus dari Tesalonika, ajaran ini rupa-rupanya menjadi menarik bagi jemaat karena berbagai pergumulan yang mereka hadapi ; (a) timbulnya penderitaan karena penganiayaan, (b) sudah ada warga jemaat yang meninggal. 
Karena itu, Paulus merasa penting memberikan penjelasan tentang kematian itu. Bagi Paulus, kematian bagi saudara-saudara yang telah mendahului itu hanyalah sedang tertidur, beristirahat sambil menantikan kedatangan Tuhan kembali. Pada saat kedatangan Tuhan kembali maka mereka akan bangkit. Paulus memberikan kronologis parousia itu (ay. 16-17) : (a) ada tanda, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, (b) Tuhan sendiri akan turun dari sorga, (c) mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit, (d) orang-orang yang masih hidup akan diangkat bersama-sama dengan mereka yang telah bangkit dari mati. Selanjutnya, Paulus menggambarkan suasana parousia itu bagaikan arak-arakan manusia menuju angkasa untuk bertemu dengan Tuhan. Demikianlah Tuhan membangkitkan dan mempertemukan kembali semua orang percaya.
Namun, menunggu sampai tibanya parousia itu, Paulus sebagai hamba Tuhan memberikan nasehat di dalam perjalanan hidup ini, agar setiap orang saling menghibur seorang dengan yang lain. Penghiburan yang sejati adalah penghiburan yang memberikan pengharapan.

Allah mau mempertemukan kita dengan saaudara-saudara yang telah mendahului kita tetapi bukan dengan cara kita. Allah mau mempertemukan kita dengan orang-orang yang kita kasihi itu tetapi bukan saat ini. Allah mau mempertemukan kita dengan saudara-saudara kita itu dengan cara dan waktu yang Allah tentukan sendiri.
Karena itu, kita tidak perlu memikirkan mereka yang sedang istirahat itu sebab itu adalah pekerjaan Allah. Tetapi satu hal yang tidak dapat kita lupakan adalah pengharapan. Pengharapan untuk bertemu kembali. Pertemuan yang akan terjadi bukan hanya dengan roh mereka saja, tetapi berjumpa dengan tubuh yang kekal sehingga kita tidak akan pernah lagi berpisah.
Kita perlu kembali merenungkan sikap (berbagai suku) dalam upacara pemujaan terhadap roh orang yang telah mendahului kita. Di dalam budaya Batak ada dikenal ‘mangongkal holi’ (menggali tulang-belulang). Bukankah upacara itu dilakukan sebagai upaya memanggil dengan mengharapkan datangnya roh orang yang telah meninggal ? Atau apakah upacara tersebut merupakan pesta biasa sebagai cara mempertemukan keluarga besar kita ? Kalau motivasi pertama mendorong kita, maka akan siasialah semua upaya itu. Kalau motivasi kedua yang mendorong, baiklah dilakukan dengan penuh kasih dan persaudaraan.
Selama hidup ini, kita perlu mengasihi orang tua, suami atau isteri, anak dan teman-teman. Kasih mengasihi ini perlu dipelihara sebelum Tuhan memanggil. Di dalam dunia inilah kesempatan untuk mengasihi dan menghibur orang-orang yang kita cintai. Kasih kita tidak akan berguna apabila itu kita berikan kepada saudara kita yang telah dipanggil Allah. Ia tidak mengharapkan kasih dari kita sebab ia sudah mendapatkan kasih yang lebih besar dari Allah.
Tetapi dengan iman, kita boleh berpengharapan. Sebagai bukti adanya pengharapan itu, kita dapat mewujudkannya di dalam saling mengasihi. Kasih…inilah yang harus kita lakukan bagi setiap saudara kita dimasa hidupnya. Kita manusia yang mempunyai keterbatasan hanya dapat mengasihi saudara kita yang masih hidup. Kita tidak mampu mengasihi saudara kita yang telah Allah panggil.
Kasih dan persaudaraan perlu diciptakan ; dalam keluarga, tetangga, kerabat kerja, dan terutama di dalam persekutuan kita. Saling menghibur dan menguatkan senantiasa harus tetap dipelihara sambil menanti-nantikan kedatangan Tuhan kita, sehingga saat kedatangan Tuhan, kita semua dapat bersama-sama menyongsongNya. Inilah pengharapan yang kita nanti-nantikan. Kita tidak perlu lelah memanggil-manggil sumangot (roh) nenek moyang kita. Allah sendiri akan membangkitkan leluhur kita, bukan hanya roh tetapi juga tubuhnya. Allah akan memanggil mereka dan mengangkat saudara dan saya dan mempertemukan kita seluruhnya di dalam hidup yang penuh kemuliaan tanpa berpisah lagi sampai selama-lamanya. AMIN

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar