PENGHIBURAN DI DALAM
TUHAN (1 Tesalonika 4:13-18)
Kita semua tentu pernah merasakan kesedihan
karena salah seorang dari saudara yang kita kasihi meninggal dunia. Betapa
sedih perasaan kita ketika itu. Secara sadar atau tidak, kita pun mengingat masa hidup saudara itu; kebaikannya,
kelucuannya atau tindakan-tindakannya yang dapat membahagiakan kita. Selain
mengingat hubungan indah di masa lalu, juga membayangkan masa depan. Apabila
yang meninggal itu seorang ayah maka sang anak akan merasakan kehilangan
seorang tokoh di tengah-tengah keluarga, dan sang isteri akan merasakan betapa
berat tanggung jawab yang harus dipikul merangkap tugas posisi sang suami
selama ini. Apabila yang meninggal itu seorang ibu, maka sang suami sedih
memikirkan yang akan mendampinginya mengelola keluarga. Sementara, anak-anak
akan merasakan kehilangan kasih yang begitu mulia selama ini dan membayangkan
betapa beratnya apabila mendapatkan seorang ibu pengganti yang selalu siap menampar
pipinya. Bila yang meninggal itu seorang sahabat maka akan merasakan kehilangan
teman bercanda. Yang pasti, siapapun yang meninggal itu, apabila selama
hidupnya dekat dengan kita maka saat ia meninggal akan menimbulkan rasa
dukacita. Semakin dekat hubungan kita dengan orang tersebut, maka semakin besar
rasa dukacita di dalam hati. Dukacita atau kesedihan yang ada di dalam hati
kita adalah karena kematian tersebut akan memisahkan kita. Kita merasa tidak
ada lagi harapan untuk bertemu. Perpisahan yang bukan hanya sementara tetapi
selama-lamanya. Inilah yang membuat perpisahan karena kematian itu sangat
memilukan hati.
Melalui firman Tuhan ini, rasul Paulus
memberikan suatu pengharapan. Kita yang berpisah dengan saudara kita masih akan
dipertemukan kembali. Bahkan setelah pertemuan nanti maka tidak akan dipisahkan
lagi. Paulus membangun pengharapan ini bukan tanpa alasan. Pengharapan itu ada
karena Yesus yang telah mati itu bangkit kembali.
Jemaat Tesalonika adalah orang-orang Yunani
yang memiliki pemahaman bahwa arwah orang meninggal hidup selaku bayang di alam
sana nun jauh. Dengan demikian, apabila seorang saudara meninggal tidak ada
lagi pengharapan. Kematian adalah akhir segalanya.
Ketika hadir di Tesalonika, Paulus sudah
mengajarkan tentang parousia. Parousia adalah hari kedatangan Tuhan. Dan hari
itu akan segera berlangsung dalam waktu singkat. Sepeninggal Paulus dari
Tesalonika, ajaran ini rupa-rupanya menjadi menarik bagi jemaat karena berbagai
pergumulan yang mereka hadapi ; (a) timbulnya penderitaan karena penganiayaan,
(b) sudah ada warga jemaat yang meninggal.
Karena itu, Paulus merasa penting
memberikan penjelasan tentang kematian itu. Bagi Paulus, kematian bagi saudara-saudara
yang telah mendahului itu hanyalah sedang tertidur, beristirahat sambil
menantikan kedatangan Tuhan kembali. Pada saat kedatangan Tuhan kembali maka mereka
akan bangkit. Paulus memberikan kronologis parousia itu (ay. 16-17) : (a) ada
tanda, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah
berbunyi, (b) Tuhan sendiri akan turun dari sorga, (c) mereka yang mati dalam
Kristus akan lebih dahulu bangkit, (d) orang-orang yang masih hidup akan
diangkat bersama-sama dengan mereka yang telah bangkit dari mati. Selanjutnya,
Paulus menggambarkan suasana parousia itu bagaikan arak-arakan manusia menuju
angkasa untuk bertemu dengan Tuhan. Demikianlah Tuhan membangkitkan dan
mempertemukan kembali semua orang percaya.
Namun, menunggu sampai tibanya parousia
itu, Paulus sebagai hamba Tuhan memberikan nasehat di dalam perjalanan hidup
ini, agar setiap orang saling menghibur seorang dengan yang lain. Penghiburan
yang sejati adalah penghiburan yang memberikan pengharapan.
Allah mau mempertemukan kita dengan
saaudara-saudara yang telah mendahului kita tetapi bukan dengan cara kita.
Allah mau mempertemukan kita dengan orang-orang yang kita kasihi itu tetapi
bukan saat ini. Allah mau mempertemukan kita dengan saudara-saudara kita itu
dengan cara dan waktu yang Allah tentukan sendiri.
Karena itu, kita tidak perlu memikirkan
mereka yang sedang istirahat itu sebab itu adalah pekerjaan Allah. Tetapi satu
hal yang tidak dapat kita lupakan adalah pengharapan. Pengharapan untuk bertemu
kembali. Pertemuan yang akan terjadi bukan hanya dengan roh mereka saja, tetapi
berjumpa dengan tubuh yang kekal sehingga kita tidak akan pernah lagi berpisah.
Kita perlu kembali merenungkan sikap (berbagai
suku) dalam upacara pemujaan terhadap roh orang yang telah mendahului kita. Di
dalam budaya Batak ada dikenal ‘mangongkal holi’ (menggali tulang-belulang). Bukankah
upacara itu dilakukan sebagai upaya memanggil dengan mengharapkan datangnya roh
orang yang telah meninggal ? Atau apakah upacara tersebut merupakan pesta biasa
sebagai cara mempertemukan keluarga besar kita ? Kalau motivasi pertama
mendorong kita, maka akan siasialah semua upaya itu. Kalau motivasi kedua yang
mendorong, baiklah dilakukan dengan penuh kasih dan persaudaraan.
Selama hidup ini, kita perlu mengasihi
orang tua, suami atau isteri, anak dan teman-teman. Kasih mengasihi ini perlu dipelihara
sebelum Tuhan memanggil. Di dalam dunia inilah kesempatan untuk mengasihi dan
menghibur orang-orang yang kita cintai. Kasih kita tidak akan berguna apabila
itu kita berikan kepada saudara kita yang telah dipanggil Allah. Ia tidak
mengharapkan kasih dari kita sebab ia sudah mendapatkan kasih yang lebih besar
dari Allah.
Tetapi dengan iman, kita boleh
berpengharapan. Sebagai bukti adanya pengharapan itu, kita dapat mewujudkannya
di dalam saling mengasihi. Kasih…inilah yang harus kita lakukan bagi setiap
saudara kita dimasa hidupnya. Kita manusia yang mempunyai keterbatasan hanya
dapat mengasihi saudara kita yang masih hidup. Kita tidak mampu mengasihi
saudara kita yang telah Allah panggil.
Kasih dan persaudaraan perlu diciptakan ;
dalam keluarga, tetangga, kerabat kerja, dan terutama di dalam persekutuan
kita. Saling menghibur dan menguatkan senantiasa harus tetap dipelihara sambil
menanti-nantikan kedatangan Tuhan kita, sehingga saat kedatangan Tuhan, kita
semua dapat bersama-sama menyongsongNya. Inilah pengharapan yang kita
nanti-nantikan. Kita tidak perlu lelah memanggil-manggil sumangot (roh) nenek
moyang kita. Allah sendiri akan membangkitkan leluhur kita, bukan hanya roh
tetapi juga tubuhnya. Allah akan memanggil mereka dan mengangkat saudara dan
saya dan mempertemukan kita seluruhnya di dalam hidup yang penuh kemuliaan
tanpa berpisah lagi sampai selama-lamanya. AMIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar