4 Maret 2014

Kejadian 2:16-17 & 3:1-7 (9 Maret 2014)



TIPU DAYA IBLIS, DAN KESELAMATAN DARI ALLAH (Kej. 2:16-17 ; 3:1-7) 

Allah menciptakan dunia ini dengan kuasa dan kebaikan untuk mempersiapkan segala sesuatu bagi kehidupan manusia. Allah menghendaki supaya manusia itu hidup dalam ketulusan, seraya menikmati kedamaian dari anugerah Tuhan. Manusia boleh memuji dan memuliakan Tuhan dengan sukacita. Namun, manusia melawan kehendak Allah, yang mengakibatkan manusia jatuh ke dalam dosa dan kematian.
Allah memberikan kebebasan kepada manusia dengan memanfaatkan semua yang telah disediakan baginya. Tetapi Tuhan juga memberikan larangan untuk tidak memakan pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Larangan itu tidak untuk mengurangi, apalagi menghapuskan kebebasan manusia, melainkan menjadi standar ketaatan dan kesetiaan manusia pada Tuhan. Kesetiaan manusia pada perintah Tuhan akan membawa manusia menikmati kehidupan bahagia. Sebaliknya, resiko dari pelanggaran larangan itu adalah kematian, yaitu hilangnya kebebasan.

Manusia telah diberi budi dan akal untuk menguasai seluruh bumi, sehingga dapat menikmati kehidupan bahagia. Namun pada kenyataannya kehidupan manusia jauh dari hidup bahagia. Mengapa ? Ada makhluk yang dapat ‘menundukkan’ akal budi manusia. Penulis kisah jatuhnya manusia ke dalam dosa ini dengan sengaja mempertentangkan manusia dengan ular. Ular diposisikan sebagai binatang yang paling cerdik agar setara melawan manusia yang berakal budi. Gerak ular yang berbelit-belit itu menjadi cocok untuk membelit akal budi manusia. Pada awalnya ular mengikuti aturan yang Tuhan firmankan : ‘Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?’ Tetapi pada saat ular itu melihat respon perempuan itu, maka langsung saja ular membalikkan perintah Tuhan : ‘Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi …. kamu akan menjadi seperti Allah’. Sampai di sini gairah perempuan itu memuncak. Kecerdikan ular itu memang teruji, ia berhasil menggoda, memperdaya perempuan itu. Selanjutnya terserah sang manusia perempuan itu untuk memilih ; setia pada perintah Tuhan atau mengikuti ‘teologi ular’, karangan iblis.
Manusia yang ber-akal budi itu berada di persimpangan tapi kelihatannya condong pada ‘teologi ular’. Memandang pada yang dilarang tapi terasa enak, air liur perempuan itu mulai jatuh, hati berdebar-debar karena akan menjadi lebih bermartabat. Semula, perempuan itu tampak setia kepada Tuhan dalam percakapannya, tetapi bukan dengan kesaksian hidupnya. Ia diberi kuasa oleh Tuhan, termasuk menjadi hakim untuk membuat keputusan. Dalam amar putusannya, manusia perempuan itu menundukkan diri terhadap godaan ular, bukan mempertahankan kesetiaannya pada Tuhan.  Ia berubah dari pembela  Allah menjadi pembela iblis. Keputusan perempuan itu adalah melanggar larangan Tuhan dan membujuk suaminya turut serta. Mereka melanggar larangan Tuhan. Mereka tidak setia pada Tuhan. Benar, mereka menuruti ‘teologi ular’ karangan iblis itu, sehingga tahu tentang yang baik dan yang jahat. Mereka pun tahu bahwa mereka telanjang. Namun, pengetahuan itu pula yang mengusik kebahagiaan mereka. Mereka malu, lalu mereka dilelahkan membuat cawat. Nafsu yang tak terkendali dalam diri manusia telah membuat manusia itu melampaui batasan yang TUhan perbuat agar tidak memakan buah pohon pengetahuan itu. Pelanggaran atas perintah Tuhan telah menimbulkan kegelisahan. Nafsu telah menyimpangkan kecakapan manusia untuk menemukan jalan menuju kebingungan. Karena ketidaktaatan satu orang, dosa telah masuk ke dalam dunia, dan maut menjalar kepada semua orang. (Roma 5:12). Rasa malu yang dikaitkan dengan ketelanjangan badan itu mengungkapkan kebingungan. Sekarang, manusia telah jatuh ke dalam dosa, tahu yang baik dan yang jahat. Manusia pun akan selalu diperhadapkan pada pilihan, melakukan yang baik atau jahat.

Kehidupan indah di Taman Eden telah berlalu. Pelanggaran atas perintah Tuhan telah menimbulkan kegelisahan. Karena ketidaktaatan satu orang, dosa telah masuk ke dalam dunia, dan maut menjalar kepada semua orang. (Roma 5:12). Nafsu tak terkendali dalam diri manusia akan makin tergoda melampaui larangan Tuhan, melanggar perintahNya.
Buku ‘teologia ular’ karangan iblis tidak lagi dicetak ulang tetapi rohnya tetap gentayangan menguasai hati, jiwa, dan pikiran manusia. Sadar atau tidak sadar, manusia seringkali bertindak berdasarkan ‘teologi ular’ terutama saat berhadapan dengan hal-hal yang menarik hati. Tak mengherankan juga, banyak manusia tampil sebagai pembela teologia ular dengan cara menutupi dan atau membenarkan kejahatan. Lebih nyata penganut ‘teologia ular’ tampak pada manusia yang dalam perkataannya menunjukkan ‘kesetiaannya’ pada Tuhan, tapi tidak pada kesaksian hidupnya.
Manusia telah tahu yang baik dan yang buruk. Kini, manusia dalam hidupnya akan selalu diperhadapkan dengan pilihan. Dan jika salah memilih, maka manusia akan makin terjerumus dalam dosa.
Kristus telah datang menyelamatkan manusia. Kristus mengangkat manusia yang tak berdaya itu, yang hina itu menjadi anakNya. Hanya saja manusia sudah berada dalam dunia yang penuh pilihan. Mau berada dalam pangkuan Tuhan Yesus atau melompat dari pangkuanNya – terserah pilihan saudara. Tetapi Musa menasehatkan (Ulangan 30:19-20), ‘Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya’. AMIN

Artikel Terkait



1 komentar: