22 Juni 2016

Mazmur 16:1-11 HATI NURANI



    KEBAHAGIAAN SEMPURNA DALAM TUHAN

Manusia tidak pernah tahu pasti kehidupan masa depan. Kita hanya menjalani, dan mengikuti arus dunia dengan pikiran. Di tengah-tengah arus dunia yang dinamis, manusia berhadapan dengan berbagai tawaran, tantangan, dan jebakan. Manusia diperhadapkan dengan berbagai pilihan. Terkadang, manusia kehilangan akal sehat untuk menentukan pilihan. Ketika pilihan itu tidak tepat, kita terjebak dalam ketakutan dan jatuh pada kejahatan.

Menghadapi kehidupan ini, pemazmur menetapkan dua pilihan utama : (ay.1) menyerahkan hidupnya pada perlindungan Tuhan, dan (ay.2) membangun kehidupan bersama dengan orang-orang kudus. Selanjutnya, pemazmur menekankan supaya hidup itu dijalani dengan kebenaran. Hidup demikianlah yang dapat menikmati dan memberikan kebaikan dan sukacita. Selanjutnya, hidup orang-orang kudus ditandai dengan kehidupan berikut :
1.  (ay.5-6) menerima dan mensyukuri segala berkat Tuhan
Manusia telah membuat ukuran-ukuran bagi kehidupan ini. Manusia mengejar ukuran-ukuran itu dengan berbagai cara. Seolah-olah ukuran yang dibuat manusia itu menentukan kehidupan sempurna. Padahal, ketika manusia tiba pada yang dikehendaki tetap merasa gelisah. Ukuran yang dibuat manusia itu tidak memberi jaminan kehidupan bahagia. Memang, yang lebih sedih lagi, target yang dikejar itu tak pernah tercapai. Rasa gelisah dan sedih akan mewarnai hidup manusia selama hidupnya ditentukan oleh dirinya sendiri.
Daud yang menyesali dosanya membaharui pemahamannya tentang Tuhan. Sesungguhnya Tuhan menetapkan segala kehidupan manusia. Tuhan mewariskan dan mengundikan bagian yang dimiliki manusia. Tuhan pemilik ukuran yang patut dimiliki manusia. Yang utama, manusia mensyukuri segala yang Tuhan anugerahkan baginya.
2.  (ay.7) Mendengarkan suara hati
Manusia sulit menetapkan dari pilihan yang banyak, tetapi manusia cenderung menetapkannya pada ukuran duniawi. Di sinilah fungsi hati nurani yang Tuhan berikan bagi manusia. Hati nurani (murni) merupakan bagian dari cara Tuhan menyatakan kehendakNya bagi manusia. Oleh sebab itu, kita patut memelihara kesucian hati dan mendengarkannya. Dengan demikian, pikiran dan tindakan kita berkenan bagi Tuhan.
3.  (ay.8) memandang kepada Tuhan
Memandang kepada Tuhan berarti melakukan perintah Tuhan, kesiapan menerima yang Tuhan nyatakan atas kehidupan umatNya. Umat Tuhan boleh percaya, bahwa kehidupan anak-anakNya berada dalam penyertaanNya. Tuhan selalu berdiri di sebelah kanan umatNya. Keyakinan itu menguatkan orang-orang percaya menjalani kehidupan ini.
Bersyukur, mendengarkan nurani, dan memandang kepada Tuhan merupakan kunci bagi manusia beroleh Kebahagiaan Sempurna. Manusia yang hidup di dalam Tuhan maka hidupnya diwarna  sukacita dan tenteram, serta merasakan kehidupan indah.

Jika memperhatikan dunia sekitar, kita mungkin merasa takut dan gentar. Kita seperti dipaksa mengikuti arus kehidupan dengan ukuran-ukuran dunia. Lalu, manusia mengekploitasi seluruh hidupnya untuk mengejar nilai-nilai dunia. Mazmur dari Daud ini memberikan arahan dan penghiburan, bagaimana seharusnya hidup. Manusia jangan mengandalkan kekuatan diri sendiri dan terbuai dengan tuntutan/ukuran dunia, tetapi mintalah pimpinan dan pertolongan Tuhan.
Tuhan berkenan melimpahkan kekayaan bagi manusia, tetapi Tuhan juga memiliki wewenang atas hidup sederhana, bahkan berkekurangan. Jangan cepat-cepat mengatakan orang yang dilimpahi harta kekayaan sebagai orang yang diberkati Tuhan (apalagi niat menjilat), sebab bukan tak mungkin ia memperolehnya dengan ‘kejahatan’. Bukan tak mungkin, Tuhan sebenarnya mencukupkan dia sebagai manusia sederhana, tapi ambisi mencapai ukuran duniawi, sehingga memaksakan dirinya melakukan berbagai cara. Sebanding dengan itu, Tuhan sesungguhnya menetapkan seseorang dengan kekayaan melimpah tapi memaksakan gaya hidupnya ‘bermalas-malasan’ membuatnya berada pada kemiskinan. Jangan segera mengatakan bahwa pejabat si anu diberkati Tuhan, apalagi jabatan itu diperoleh dengan suap. Tuhan menetapkan ada yang menjadi pejabat, tapi juga ada yang cukup pegawai biasa, bahkan ada cleaning service sampai penjaga toilet. Lihat anggota DPR/DPRD, Gubernur, Bupati/Walikota (sorry ya warga gereja yang berada di posisi itu), berapa biayanya memperoleh jabatan terhormat itu (ukuran dunia). Berapa lama dan banyaknya gaji supaya modal kembali ? Niat untuk mengabdi ???....hahaha….lagu lama. Tak mengherankan jika kemudian muncul ‘nyanyian merdu’ dengan judul ‘perampok terhormat’.  Apakah di gereja juga terjadi seperti ini ? Hohoho…jangan tanya jemaat yang tulus, tapi mintalah jawaban pendeta.
Manusia mengejar kedudukan, kekayaan, kemuliaan. Semua itu dianggap akan memberikan sukacita dan ketenteraman hidupnya. Anggapan ini bukan hanya sekarang ini tetapi jauh sejak zaman dahulu kala. Sesungguhnya semua itu tidak memberikan jaminan kebahagiaan, bahkan seringkali hanya membawa persoalan hidup. Pemberian Tuhan dapat dideteksi awal dengan bagaimana orang tersebut menggunakan ‘mandat’ yang diterimanya, entah kekayaan, jabatan, kecantikan, kuasa, dsb. Jika itu dilakukan/digunakan bukan untuk kemuliaan Tuhan, ia jatuh pada dosa awal. Jika itu dilakukan untuk memuaskan hasrat pribadinya, ia berada dalam ancaman, dan tentu saja tidak damai sejahtera.
Tetapi jika kita menjadikan Tuhan sebagai sumber kehidupan ini, maka setiap langkah hidup kita akan merasakan sukacita. Tuhan adalah sumber sukacita, yang memberikan Kebahagiaan Sempurna. AMIN

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar