KEBAHAGIAAN SEMPURNA
DALAM TUHAN
Manusia tidak pernah
tahu pasti kehidupan masa depan. Kita hanya menjalani, dan mengikuti arus dunia
dengan pikiran. Di tengah-tengah arus dunia yang dinamis, manusia berhadapan
dengan berbagai tawaran, tantangan, dan jebakan. Manusia diperhadapkan dengan
berbagai pilihan. Terkadang, manusia kehilangan akal sehat untuk menentukan
pilihan. Ketika pilihan itu tidak tepat, kita terjebak dalam ketakutan dan jatuh
pada kejahatan.
Menghadapi kehidupan
ini, pemazmur menetapkan dua pilihan utama : (ay.1) menyerahkan hidupnya pada
perlindungan Tuhan, dan (ay.2) membangun kehidupan bersama dengan orang-orang
kudus. Selanjutnya, pemazmur menekankan supaya hidup itu dijalani dengan
kebenaran. Hidup demikianlah yang dapat menikmati dan memberikan kebaikan dan
sukacita. Selanjutnya, hidup orang-orang kudus ditandai dengan kehidupan
berikut :
1. (ay.5-6)
menerima dan mensyukuri segala berkat Tuhan
Manusia telah membuat ukuran-ukuran bagi
kehidupan ini. Manusia mengejar ukuran-ukuran itu dengan berbagai cara. Seolah-olah
ukuran yang dibuat manusia itu menentukan kehidupan sempurna. Padahal, ketika
manusia tiba pada yang dikehendaki tetap merasa gelisah. Ukuran yang dibuat
manusia itu tidak memberi jaminan kehidupan bahagia. Memang, yang lebih sedih
lagi, target yang dikejar itu tak pernah tercapai. Rasa gelisah dan sedih akan
mewarnai hidup manusia selama hidupnya ditentukan oleh dirinya sendiri.
Daud yang menyesali dosanya membaharui pemahamannya
tentang Tuhan. Sesungguhnya Tuhan menetapkan segala kehidupan manusia. Tuhan mewariskan
dan mengundikan bagian yang dimiliki manusia. Tuhan pemilik ukuran yang patut
dimiliki manusia. Yang utama, manusia mensyukuri segala yang Tuhan anugerahkan
baginya.
2. (ay.7)
Mendengarkan suara hati
Manusia sulit menetapkan dari pilihan yang
banyak, tetapi manusia cenderung menetapkannya pada ukuran duniawi. Di sinilah
fungsi hati nurani yang Tuhan berikan bagi manusia. Hati nurani (murni)
merupakan bagian dari cara Tuhan menyatakan kehendakNya bagi manusia. Oleh
sebab itu, kita patut memelihara kesucian hati dan mendengarkannya. Dengan
demikian, pikiran dan tindakan kita berkenan bagi Tuhan.
3. (ay.8)
memandang kepada Tuhan
Memandang kepada Tuhan berarti melakukan
perintah Tuhan, kesiapan menerima yang Tuhan nyatakan atas kehidupan umatNya.
Umat Tuhan boleh percaya, bahwa kehidupan anak-anakNya berada dalam
penyertaanNya. Tuhan selalu berdiri di sebelah kanan umatNya. Keyakinan itu
menguatkan orang-orang percaya menjalani kehidupan ini.
Bersyukur,
mendengarkan nurani, dan memandang kepada Tuhan merupakan kunci bagi manusia beroleh
Kebahagiaan Sempurna. Manusia yang hidup di dalam Tuhan maka hidupnya
diwarna sukacita dan tenteram, serta merasakan
kehidupan indah.
Jika memperhatikan
dunia sekitar, kita mungkin merasa takut dan gentar. Kita seperti dipaksa
mengikuti arus kehidupan dengan ukuran-ukuran dunia. Lalu, manusia
mengekploitasi seluruh hidupnya untuk mengejar nilai-nilai dunia. Mazmur dari
Daud ini memberikan arahan dan penghiburan, bagaimana seharusnya hidup. Manusia
jangan mengandalkan kekuatan diri sendiri dan terbuai dengan tuntutan/ukuran
dunia, tetapi mintalah pimpinan dan pertolongan Tuhan.
Tuhan berkenan
melimpahkan kekayaan bagi manusia, tetapi Tuhan juga memiliki wewenang atas
hidup sederhana, bahkan berkekurangan. Jangan cepat-cepat mengatakan orang yang
dilimpahi harta kekayaan sebagai orang yang diberkati Tuhan (apalagi niat
menjilat), sebab bukan tak mungkin ia memperolehnya dengan ‘kejahatan’. Bukan
tak mungkin, Tuhan sebenarnya mencukupkan dia sebagai manusia sederhana, tapi
ambisi mencapai ukuran duniawi, sehingga memaksakan dirinya melakukan berbagai
cara. Sebanding dengan itu, Tuhan sesungguhnya menetapkan seseorang dengan
kekayaan melimpah tapi memaksakan gaya hidupnya ‘bermalas-malasan’ membuatnya
berada pada kemiskinan. Jangan segera mengatakan bahwa pejabat si anu diberkati
Tuhan, apalagi jabatan itu diperoleh dengan suap. Tuhan menetapkan ada yang
menjadi pejabat, tapi juga ada yang cukup pegawai biasa, bahkan ada cleaning
service sampai penjaga toilet. Lihat anggota DPR/DPRD, Gubernur,
Bupati/Walikota (sorry ya warga gereja yang berada di posisi itu), berapa
biayanya memperoleh jabatan terhormat itu (ukuran dunia). Berapa lama dan
banyaknya gaji supaya modal kembali ? Niat untuk mengabdi ???....hahaha….lagu
lama. Tak mengherankan jika kemudian muncul ‘nyanyian merdu’ dengan judul ‘perampok
terhormat’. Apakah di gereja juga
terjadi seperti ini ? Hohoho…jangan tanya jemaat yang tulus, tapi mintalah
jawaban pendeta.
Manusia mengejar
kedudukan, kekayaan, kemuliaan. Semua itu dianggap akan memberikan sukacita dan
ketenteraman hidupnya. Anggapan ini bukan hanya sekarang ini tetapi jauh sejak
zaman dahulu kala. Sesungguhnya semua itu tidak memberikan jaminan kebahagiaan,
bahkan seringkali hanya membawa persoalan hidup. Pemberian Tuhan dapat
dideteksi awal dengan bagaimana orang tersebut menggunakan ‘mandat’ yang
diterimanya, entah kekayaan, jabatan, kecantikan, kuasa, dsb. Jika itu
dilakukan/digunakan bukan untuk kemuliaan Tuhan, ia jatuh pada dosa awal. Jika
itu dilakukan untuk memuaskan hasrat pribadinya, ia berada dalam ancaman, dan
tentu saja tidak damai sejahtera.
Tetapi jika kita
menjadikan Tuhan sebagai sumber kehidupan ini, maka setiap langkah hidup kita
akan merasakan sukacita. Tuhan adalah sumber sukacita, yang memberikan Kebahagiaan
Sempurna. AMIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar