11 Juli 2013

1 Raja-raja 3:4-12 (Minggu, 30 Juli 2017))




        MINTALAH HIKMAT DARI TUHAN

Ada empat orang bersaudara yang menerima warisan dari orangtua mereka. Masing-masing mereka sebuah rumah. Selain itu, orangtua mereka juga mewariskan sebuah usaha. Mengenai usaha itu, dalam surat wasiat ditetapkan bahwa keuntungan dari usaha itu dibagi bersama oleh anak-anaknya. Sepeninggal kedua orangtua itu, anak-anak itu hidup rukun dan masing-masing menerima bagian atas keuntungan dari usaha itu dengan sukacita. 

Suatu ketika timbul perkara di antara mereka. Tempat usaha itu berada di bagian salah satu rumah anak itu (anak ke - 2). Pada suatu waktu,  rumah tinggal itu beserta usaha keluarga tersebut, ludes terbakar  rata dengan tanah. Lalu si empunya rumah itu (anak ke - 2)  membangun kembali rumahnya. Saat membangun kembali, ia tidak lagi memperhitungkan tempat usaha keluarga itu. Tiga saudaranya yang lain berkata, bahwa usaha itu harus tetap dilanjutkan. Anak yang empunya rumah setuju usaha keluarga itu tetap dilanjutkan tetapi dibangun di tempat lain. Baginya, rumah itu adalah miliknya sendiri seperti saudaranya yang lain sudah memiliki rumah sendiri. Tiga saudaranya bersikeras bahwa usaha itu tetap dilanjutkan dan tetap berada di tempat itu. Terjadilah pertengkaran di antara mereka, masing-masing mempertahankan argumennya. Bagaimanakah menurut saudara mendamaikan persoalan keluarga ini ? Diperlukan hikmat untuk menyelesaikan perkara itu.
Banyak perkara yang harus dihadapi oleh setiap orang. Masing-masing orang memiliki pergumulan yang membutuhkan penyelesaian. Tuhan berkenan memberikan pertolongan bagi orang yang dilanda pergumulan, asalkan orang itu meminta dengan benar kepada Tuhan.  (Matius 6:7) : ‘Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah….’. Bertele-tele membuat doa tidak lagi benar, tidak lagi dengan tulus, dan tidak yang dibutuhkan. (Matius 21:22) ‘Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya.’
Salomo meminta yang benar kepada Tuhan ; ia mengakui bahwa kekuasaannya sebagai raja merupakan pemberian Tuhan. Salomo sadar bahwa tugas dan jabatan yang Tuhan berikan memerlukan kemampuan untuk mengambil kebijakan. Oleh sebab itu, ketika Tuhan menawarkan ‘yang utama’ baginya, maka salomo meminta ‘hati yang faham menimbang perkara’. Para raja Israel dipilih oleh Allah dan dituntut untuk menjalankan kehendak Allah. Raja menjadi pemberi keputusan (kebijakan) yang terakhir atas suatu perkara. Suatu keputusan yang benar adalah apabila telah melalui suatu pertimbangan, yang mampu membedakan yang baik dan yang jahat.
Hati yang faham menimbang perkara (Hikmat) yang Tuhan berikan kepada Salomo bukan terjadi begitu saja tetapi melalui proses yang panjang ; Salomo senantiasa membangun hubungan dengan Tuhan melalui penyembahan yang benar, Salomo adalah keturunan dari seorang yang hidup dengan setia, benar dan jujur kepada Tuhan (ay.6), dan Salomo meminta yang diperlukan dalam hidupnya demi kemuliaan Tuhan. Dengan permohonan yang disampaikan secara benar, maka Tuhan memberikan hikmat itu kepada Salomo. Karena permintaan Salomo itu benar maka Tuhan juga memberikan bagian yang dalam ukuran manusia menjadi penting, yaitu umur panjang dan kekayaan.
‘Ilmu’ yang Tuhan berikan ternyata sungguh-sungguh terjadi dan menakjubkan dalam praktek kehidupan Salomo. Suatu ketika, dua orang ibu datang kepada Salomo meminta pertimbangan dan keputusan atas perkara mereka. Kedua orang ibu ini tinggal dalam satu rumah, dan masing-masing melahirkan anak perempuan. Salah seorang dari anak itu ditemukan meninggal. Kedua ibu itu masing-masing mengklaim, bahwa bayi yang masih hidup itu adalah anaknya. Tidak ada saksi atas kejadian itu dan sulit membuktikan siapa anak siapa pada zaman itu, sebab belum ada tes DNA. Tapi, Salomo menerima hikmat dari Tuhan mampu memutuskan perkara itu dengan adil.

Manusia seperti dikejar banyak hal dalam kehidupan ini, tidak pernah puas akan yang diperolehnya. Untuk memperoleh yang dibenaknya, manusia dapat menjadi serigala bagi sesamanya. Suatu perkara menjadi sulit diperdamaikan hanya karena ketamakan manusia. Manusia tidak berhenti mencari isi dunia karena ketamakannya, tanpa ada pertimbangan bahwa tindakannya itu benar atau jahat. Yang utama terpenuhi nafsu ketamakannya.
Manusia sudah terkecoh oleh standar yang dibuat oleh dunia ini. Manusia manusia melangsingkan tubuhnya menjadi seperti tak makan, manusia mempercantik dirinya menurut yang menata. Segala sesuatu adalah ukuran-ukuran yang dibuat manusia yang mampu melakukannya. Anehnya, yang tidak mampu berada pada ukuran-ukuran buatan manusia menjadi galau, merasa kecil, tak berharga. Padahal, ‘manusia si mampu’ itu pun tidak puas dengan dirinya. Manusia berlelah-lelah tanpa pernah berhenti mencapai ‘ukuran yang tidak pasti’. Hidup yang merupakan anugerah Tuhan menjadi sulit dinikmati apalagi yang disebut sukacita. Hidup di dunia ini terbatas, maka carilah target yang benar dan kekal adanya.
Hidup dapat menjadi damai sejahtera bila manusia diliputi dengan hikmat dari Tuhan. Hikmat dari Tuhan akan menuntun manusia bertindak yang seharusnya diperbuat sehingga baik bagi Tuhan dan bagi dirinya serta bagi orang lain. Hikmat mampu memberikan kehidupan yang damai sejahtera bagi manusia. (Pengkhotbah 7:12) ‘Karena perlindungan hikmat adalah seperti perlindungan uang. Dan beruntunglah yang mengetahui bahwa hikmat memelihara hidup pemilik-pemiliknya.’ Hati yang penuh hikmat akan menolong setiap orang menyadari makna dari kehidupan ini. Hidup adalah anugerah yang Tuhan limpahkan sehingga manusia mampu menjalani kehidupan ini dengan sukacita. Hikmat yang dari Tuhan akan menolong manusia untuk menggunakan yang dimiliki bagi kemuliaan Tuhan. Carilah hikmat….AMIN

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar