MINTALAH HIKMAT DARI
TUHAN
Ada empat orang bersaudara yang menerima
warisan dari orangtua mereka. Masing-masing mereka sebuah rumah. Selain itu,
orangtua mereka juga mewariskan sebuah usaha. Mengenai usaha itu, dalam surat
wasiat ditetapkan bahwa keuntungan dari usaha itu dibagi bersama oleh
anak-anaknya. Sepeninggal kedua orangtua itu, anak-anak itu hidup rukun dan
masing-masing menerima bagian atas keuntungan dari usaha itu dengan sukacita.
Suatu ketika timbul perkara di antara
mereka. Tempat usaha itu berada di bagian salah satu rumah anak itu (anak ke - 2).
Pada suatu waktu, rumah tinggal itu
beserta usaha keluarga tersebut, ludes terbakar
rata dengan tanah. Lalu si empunya rumah itu (anak ke - 2) membangun kembali rumahnya. Saat membangun
kembali, ia tidak lagi memperhitungkan tempat usaha keluarga itu. Tiga
saudaranya yang lain berkata, bahwa usaha itu harus tetap dilanjutkan. Anak yang
empunya rumah setuju usaha keluarga itu tetap dilanjutkan tetapi dibangun di tempat
lain. Baginya, rumah itu adalah miliknya sendiri seperti saudaranya yang lain
sudah memiliki rumah sendiri. Tiga saudaranya bersikeras bahwa usaha itu tetap
dilanjutkan dan tetap berada di tempat itu. Terjadilah pertengkaran di antara
mereka, masing-masing mempertahankan argumennya. Bagaimanakah menurut saudara
mendamaikan persoalan keluarga ini ? Diperlukan hikmat untuk menyelesaikan
perkara itu.
Banyak perkara yang harus dihadapi oleh
setiap orang. Masing-masing orang memiliki pergumulan yang membutuhkan
penyelesaian. Tuhan berkenan memberikan pertolongan bagi orang yang dilanda
pergumulan, asalkan orang itu meminta dengan benar kepada Tuhan. (Matius 6:7) : ‘Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti
kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah….’. Bertele-tele membuat doa tidak
lagi benar, tidak lagi dengan tulus, dan tidak yang dibutuhkan. (Matius 21:22)
‘Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan
menerimanya.’
Salomo meminta yang benar kepada Tuhan ; ia
mengakui bahwa kekuasaannya sebagai raja merupakan pemberian Tuhan. Salomo
sadar bahwa tugas dan jabatan yang Tuhan berikan memerlukan kemampuan untuk
mengambil kebijakan. Oleh sebab itu, ketika Tuhan menawarkan ‘yang utama’
baginya, maka salomo meminta ‘hati yang faham menimbang perkara’. Para raja
Israel dipilih oleh Allah dan dituntut untuk menjalankan kehendak Allah. Raja
menjadi pemberi keputusan (kebijakan) yang terakhir atas suatu perkara. Suatu
keputusan yang benar adalah apabila telah melalui suatu pertimbangan, yang
mampu membedakan yang baik dan yang jahat.
Hati yang faham menimbang perkara (Hikmat)
yang Tuhan berikan kepada Salomo bukan terjadi begitu saja tetapi melalui
proses yang panjang ; Salomo senantiasa membangun hubungan dengan Tuhan melalui
penyembahan yang benar, Salomo adalah keturunan dari seorang yang hidup dengan
setia, benar dan jujur kepada Tuhan (ay.6), dan Salomo meminta yang diperlukan
dalam hidupnya demi kemuliaan Tuhan. Dengan permohonan yang disampaikan secara
benar, maka Tuhan memberikan hikmat itu kepada Salomo. Karena permintaan Salomo
itu benar maka Tuhan juga memberikan bagian yang dalam ukuran manusia menjadi
penting, yaitu umur panjang dan kekayaan.
‘Ilmu’ yang Tuhan berikan ternyata
sungguh-sungguh terjadi dan menakjubkan dalam praktek kehidupan Salomo. Suatu
ketika, dua orang ibu datang kepada Salomo meminta pertimbangan dan keputusan
atas perkara mereka. Kedua orang ibu ini tinggal dalam satu rumah, dan
masing-masing melahirkan anak perempuan. Salah seorang dari anak itu ditemukan
meninggal. Kedua ibu itu masing-masing mengklaim, bahwa bayi yang masih hidup
itu adalah anaknya. Tidak ada saksi atas kejadian itu dan sulit membuktikan
siapa anak siapa pada zaman itu, sebab belum ada tes DNA. Tapi, Salomo menerima
hikmat dari Tuhan mampu memutuskan perkara itu dengan adil.
Manusia seperti dikejar banyak hal dalam
kehidupan ini, tidak pernah puas akan yang diperolehnya. Untuk memperoleh yang
dibenaknya, manusia dapat menjadi serigala bagi sesamanya. Suatu perkara
menjadi sulit diperdamaikan hanya karena ketamakan manusia. Manusia tidak
berhenti mencari isi dunia karena ketamakannya, tanpa ada pertimbangan bahwa
tindakannya itu benar atau jahat. Yang utama terpenuhi nafsu ketamakannya.
Manusia sudah terkecoh oleh standar yang
dibuat oleh dunia ini. Manusia manusia melangsingkan tubuhnya menjadi seperti
tak makan, manusia mempercantik dirinya menurut yang menata. Segala sesuatu
adalah ukuran-ukuran yang dibuat manusia yang mampu melakukannya. Anehnya, yang
tidak mampu berada pada ukuran-ukuran buatan manusia menjadi galau, merasa
kecil, tak berharga. Padahal, ‘manusia si mampu’ itu pun tidak puas dengan
dirinya. Manusia berlelah-lelah tanpa pernah berhenti mencapai ‘ukuran yang
tidak pasti’. Hidup yang merupakan anugerah Tuhan menjadi sulit dinikmati
apalagi yang disebut sukacita. Hidup di dunia ini terbatas, maka carilah target
yang benar dan kekal adanya.
Hidup dapat menjadi damai sejahtera bila
manusia diliputi dengan hikmat dari Tuhan. Hikmat dari Tuhan akan menuntun
manusia bertindak yang seharusnya diperbuat sehingga baik bagi Tuhan dan bagi
dirinya serta bagi orang lain. Hikmat mampu memberikan kehidupan yang damai
sejahtera bagi manusia. (Pengkhotbah 7:12) ‘Karena
perlindungan hikmat adalah seperti perlindungan uang. Dan beruntunglah yang
mengetahui bahwa hikmat memelihara hidup pemilik-pemiliknya.’ Hati yang
penuh hikmat akan menolong setiap orang menyadari makna dari kehidupan ini.
Hidup adalah anugerah yang Tuhan limpahkan sehingga manusia mampu menjalani
kehidupan ini dengan sukacita. Hikmat yang dari Tuhan akan menolong manusia
untuk menggunakan yang dimiliki bagi kemuliaan Tuhan. Carilah hikmat….AMIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar