KALAHKANLAH KEJAHATAN DENGAN KEBAIKAN
Di sekitar kita banyak sekali terjadi peristiwa
kejahatan ; kekerasan, fitnah, kesombongan, kekerasan dsb. Kejahatan sudah
menjadi ‘santapan harian’, terutama di kota-kota besar. Kejahatan bukan hanya terjadi di tempat umum tetapi juga
di dalam keluarga yang disebut KDRT, bahkan di antara dan di dalam komunitas
beragama.
Lalu, bagaimana orang-orang percaya
menghadapi kejahatan itu ? Sudah umum jika kejahatan dibalas dengan kejahatan ;
adalah ketakutan yang tersembunyi jika membiarkan kejahatan berlangsung
terus-menerus ; dan menunggu berlangsungnya ‘hukum karma’ terhadap pelaku
kejahatan hanya membuat orang percaya kehilangan fungsi garamnya.
Paulus dalam surat-suratnya sangat banyak
menyoroti kehidupan praktis dalam berjemaat dan bermasyarakat. Dari seluruh
surat-surat Paulus, surat Roma adalah yang paling sedikit menyinggung masalah
praktis. Namun Paulus sangat kuat memberikan dasar-dasar teologis untuk mencegah umat dari bahaya pencemaran.
Paulus menyadari bahwa jemaat-jemaat selalu menghadapi persoalan ; gereja yang
tertekan serta ancaman luar, dan juga pertengkaran yang sangat mungkin timbul
di tengah persekutuan. Paulus melihat dengan jelas betapa seringnya timbul kekacauan
dalam jemaat karena ide yang salah, gagasan yang berbelit-belit, ajaran yang
sesat mengenai iman Kristen. Paulus merasa bahwa perlindungan yang terbaik
dalam menghadapi segala kejahatan adalah hidup dengan iman Kristen yang benar.
Paulus mempunyai strategi yang dapat
menjadi pedoman bagi orang-orang percaya di Roma dan tentunya dengan hidup
orang Kristen saat ini dalam menghadapi kejahatan yang timbul.
Janganlah membalas kejahatan dengan
kejahatan
Apabila kejahatan dibalas dengan kejahatan
maka korban kejahatan itu sendiri telah turut melakukan kejahatan. Jika
kejahatan berhadapan dengan kejahatan, maka ‘tidak ada yang benar, seorang pun
tidak. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada
yang berbuat baik, seorang pun tidak’ (Roma 3:10&12). Yang terindah perlu
dilakukan adalah melakukan kebaikan. Peneladanan yang terbaik dalam menghadapi
kejahatan adalah ungkapan Tuhan Yesus di kayu salib, memohonkan pengampunan
bagi mereka yang membunuhnya.
Berilah tempat bagi murka Allah
Ulangan
32:35 Hak-Kulah dendam dan pembalasan, pada waktu kaki mereka goyang, sebab
hari bencana bagi mereka telah dekat, akan segera datang apa yang telah
disediakan bagi mereka.
Manusia adalah ciptaan Tuhan. Dia yang
berkuasa atas kehidupan manussia. Oleh sebab itu, pembalasan atas kejahatan manusia
adalah wewenang Tuhan. Kita juga tidak perlu menunggu/melihat pembalasan Tuhan
itu terhadap pelaku kejahatan. Kita tidak perlu menyaksikan pelaku kejahatan mengalami
penderitaan menurut ukuran kita, sebab Allah bisa saja membuat orang itu tampak
menjadi lebih baik. Kita perlu ingat, bahwa ukuran yang dipakai dunia untuk
menghakimi manusia tidak sama dengan ukuran yang dipakai Allah. Oleh sebab itu,
jangan tunggu orang yang berbuat jahat sampai ia menderita menurut diri kita.
Serahkan pada Tuhan.
Lakukanlah kebaikan
Tidak membalas kejahatan dengan kejahatan
bukan berarti korban berdiam diri. Yang perlu dilakukan korban kejahatan bagi pelaku
kejahatan adalah kebaikan, dengan memberikan kebutuhan yang diperlukan.
Kejahatan seseorang muncul sangat mungkin karena ia tidak memiliki atau
kekurangan dalam dirinya. Kekurangan makanan atau dan minuman sebagai kebutuhan
pokok sangat mungkin mendorong si pelaku berbuat jahat.
Kelakuan orang Kristen tidak berhenti pada
teori kebaikan, tetapi harus kelihatan baik. Kekristenan yang sejati harus
mempunyai kesaksian yang baik bagi semua orang. Kepedulian, solidaritas,
penghargaan terhadap orang lain perlu ditonjolkan oleh orang-orang percaya. Kebaikan
adalah cara yang Tuhan kehendaki dalam menghadapi kejahatan. Itulah terapan
kasih yang Tuhan Yesus ajarkan.
Dengan melakukan hal tersebut di atas,
Paulus mengatakan bahwa kita telah ‘menumpukkan bara api di atas kepalanya”. Kejahatan
umumnya dilakukan oleh si pelaku karena korban itu dianggap jahat. Namun,
ketika korban kejahatannya itu membalas dengan kebaikan maka si pelaku menyadari
bahwa anggapannya salah. Ia kemudian malu dan menyesal atas kejahatannya. Ia merasa
kepalanya telah dan sedang terbakar, sebagai balasan atas kejahatannya.
‘Berbahagialah
orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah’ (Matius
5:9), demikian sebuah gagasan khotbah Yesus di bukit. Yesus tidak berhenti pada
gagasan belaka, melalui darahNya, kita telah diperdamaikan dengan Allah (Roma
5:1). Selanjutnya, kita yang telah menerima damai itu diutus menjadi pembawa
damai bagi dunia (2 Korintus 5:17-20).
Kekerasan dengan perang tidak mungkin
membawa perdamaian bagi dunia. Allah telah menawarkan kasih bagi umatNya untuk
menciptakan perdamaian. Kasih dapat kita upayakan dengan melakukan kebaikan,
yaitu kepedulian sehingga tercapai kesejahteraan. Kebutuhan manusia bukan hanya
soal jasmani belaka tetapi juga butuh penghormatan, aktualisasi diri. Terpenuhinya
kebutuhan manusia akan membuat setiap orang dapat menikmati kebaikan Allah, sehingga
rindu kedamaian. Kita perlu peduli terhadap semua itu sebagai duta Kristus
dimana kita berada.
Jika kejahatan terlanjur terjadi, bukan
wewenang orang percaya menghakimi apalagi membalasnya. Membalas kejahatan
dengan kejahatan, maka kita telah turut menjadi pelaku kejahatan. Orang Kristen
boleh percaya bahwa segala kehidupan ini tidak ada yang lepas dari pandangan
mata Tuhan. Mata Tuhan selalu menatap umatNya. Karena itu, kita perlu ada
keyakinan bahwa Allah akan menegakkan keadilan dan menghukum segala kejahatan,
sebab Dialah satu-satunya Hakim yang benar. Yang perlu kita lakukan justru adalah
berdoa bagi penjahat. Dengan berbuat kebaikan dan doa akan menghentikan
kejahatan, dan mereka yang berbuat jahat akan menyesali perbuatannya, sehingga
mereka bertobat dan memperoleh keselamatan. AMIN