7 November 2013

Yesaya 2:1-5 (Khotbah, 27 Nopember 2016)




   BERJALAN DALAM TERANG TUHAN (Yesaya 2:1-5)

Nabi Yesaya mendapat panggilan pada umur kira-kira 20 tahun, ketika beribadat di rumah Tuhan. Yesaya menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Yesaya menyampaikan firman Tuhan berkaitan dengan realitas sosial.
Umat Tuhan dikenal sebagai umat yang beribadah. Ibadah menjadi ciri kehidupan mereka. Umat Tuhan sungguh percaya, bahwa Tuhan dapat menuntun dan mengubahkan kondisi mereka menjadi bangsa yang bermartabat. Tuhan sungguh-sungguh memberkati umatNya. Mereka layak disebut Negara yang makmur. Semua itu diaminkan sebagai anugerah Tuhan. Namun, kemakmuran yang diperoleh Negara itu tidak terbagi dengan baik. Mereka (Pemimpin dan pemilik modal) mengabaikan keadilan. Akibatnya, terjadi kesenjangan sosial.
Yesaya memandang ada kerancuan antara peribadahan umat Tuhan dengan ketidakadilan. Bagi Yesaya, peribadahan mestilah sejalan dengan kehidupan yang berkeadilan. Itulah sebabnya kitab Yesaya ini sangat menyoroti hal peribadahan dan keadilan sosial (Yesaya 1:16-17).
Yesaya memulai perikop ini dengan menyebut Yehuda dan Yerusalem. Pernah ada peristiwa di Yerusalem, yang sangat mempengaruhi pemahaman keagamaan Yesaya, yaitu pemindahan tabut Tuhan  ke dalam kota Yerusalem. Dengan pemindahan tabut Tuhan itu, maka Yerusalem dipahami sebagai tempat tinggal Tuhan. Seiring dengan itu, maka Yerusalem menjadi pusat peribadahan. Sebagai pusat peribadahan, maka umat Tuhan memiliki kewajiban melaksanakan ibadah secara bersama-sama pada waktu tertentu.
Yerusalem kemudian layak disebut sebagai ‘kota Raja Besar’ (Mazmur 48:3). Dari kota itu akan memancar cahaya kehadiran Allah penuh keindahan (Mazmur 50:2). Pemahaman ini akan membuat umat Tuhan dan seluruh bangsa datang berduyun-duyun ke Yerusalem. Sekalipun pendakian ke bukit Sion-Yerusalem melelahkan, namun dinikmati dengan penuh sukacita karena mereka akan berjumpa dengan Tuhan. Memandang barisan panjang manusia itu, seolah-olah seluruh manusia sudah berada di dalam arak-arakan itu.

Ada dua hal yang hendak dicapai dalam ibadah raya ini :
Bersatunya keturunan Yakub
Umat Tuhan adalah keturunan Yakub, yang sudah tercerai-berai. Tapi dalam peribadahan ini seluruh keturunan Yakub sudah turut di dalamnya. Adalah suatu pengharapan bagi umat Tuhan untuk kembali membangun persatuan. Karena itu, perjalanan yang penuh sukacita tersebut dipahami sebagai perjalanan menuju ke rumah Allah Yakub. Mereka akan bersatu menerima anugerah Tuhan.
Umat yang berkeadilan
Di Yerusalem, umat menerima firman Tuhan. Firman Tuhan mengajarkan dan menghendaki supaya umat hidup sesuai dengan firman Tuhan. Tuhan menghendaki supaya umatNya yang rajin dan penuh semangat beribadah harus juga hidup dengan firman Tuhan yang menghendaki supaya umat berjalan dalam terang firman Tuhan. Jika umat hidup dengan ibadah ( seremonial) tetapi praktek hidupnya tidak menunjukkan sesuai dengan firman Tuhan, maka itu adalah kemunafikan. Jelasnya, umat Tuhan harus hidup dengan penuh kasih dan berkeadilan.
Kondisi politik di Yehuda cukup stabil, namun bangsa Assyur yang cukup kuat saat itu sewaktu-waktu dapat menjadi ancaman yang mengerikan. Yesaya meyakini bahwa Tuhan dapat memakai kekuatan Assyur untuk menghukum orang Israel, tetapi Tuhan juga membatasi kekuasaan itu. Kuncinya, jika umat Israel hidup dengan berkeadilan maka mereka akan diberkati. Musuh (Assyur) yang telah siap menyerang dengan senjata penghilang nyawa manusia (pedang dan tombak) akan diubahkan menjadi alat-alat pertanian untuk menambah kemakmuran bagi umatNya. Tuhan sungguh-sungguh dapat menjadi Hakim yang adil bagi semua bangsa. Karena itu, umat Tuhan harus terus berjalan dalam Terang Tuhan.

1.      Kehadiran orang-orang Kristen beribadah dapat dikatakan meningkat, tentunya termasuk di gereja kita. Ini hal yang perlu kita pelihara, sebab Tuhan menghendaki puji dan sembah dari umatNya. Penyembahan yang kita lakukan juga mengingatkan kita akan kebesaran Tuhan. Oleh sebab itu, penyembahan kepada Tuhan bukan hanya berlangsung dan berakhir di dalam ruang gereja saja. Tuhan menghendaki penyembahan kita berkelanjutan dalam hidup keseharian. 
2.      Kita telah memasuki Minggu Advent I, yaitu Minggu penantian (persiapan). Dalam minggu penantian ini kita patut membuka pintu hati kita bagi perdamaian dan persatuan. Dengan demikian, kita boleh bersukacita menyongsong Natal, yaitu hari kelahiran Tuhan kita, Yesus Kristus.
3.      Kita juga patut mensyukuri segala perbuatan Tuhan, memandang orang lain sebagai anak-anak Tuhan, mengasihi orang-orang yang kekurangan, memahami dan memberlakukan segala yang Tuhan anugerahkan bagi kita.
Penyembahan, perdamaian, dan kepedulian merupakan bentuk keadilan yang Tuhan kehendaki. Yang utama adalah bagaiman setiap umat tetap berjalan di dalam jalan Tuhan. Tuhan akan menuntun umatNya. Tuhan selalu memberikan kebaikan bagi hidup kita. AMIN

2 November 2013

Markus 3:31-35 (Khotbah 3 Nopember 2013)



SAUDARA YESUS ADALAH ORANG YANG MELAKUKAN KEHENDAK ALLAH

Pelayanan Yesus selalu mengesankan banyak orang. Pelayanan Yesus menarik perhatian banyak orang karena Yesus berbuat tiga hal : (a) Ia mengasihi mereka, (b) Ia memenuhi kebutuhan mereka, (c) Ia mengajar dengan cara yang menarik dan praktis. Ditengah-tengah pelayanan Yesus yang cukup mengesankan itu, ternyata ada saja yang menolakNya. Selain orang Farisi dan para ahli Taurat yang selalu menjebak Yesus, tantangan juga datang dari keluargaNya. Mereka menganggap Yesus tidak waras. (Markus 3:21) ‘Waktu kaum keluarga-Nya mendengar hal itu, mereka datang hendak mengambil Dia, sebab kata mereka Ia tidak waras lagi.’
Ibu dan saudara-saudara Yesus memang datang ke tempat dimana Yesus sedang mengajar dan dikelilingi orang banyak. Namun ibu dan saudara-saudara Yesus hanya berada di luar, mereka menyuruh orang memanggil Yesus. Tujuan mereka hendak membawa Yesus pulang karena tindakan Yesus dianggap menyimpang dari kelaziman.  Yesus member tanggapan atas penjemputan itu dengan perkataan.
"Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?" Di sini Yesus mempertanyakan hubungan yang mengikat persaudaran terhadap diriNya. Secara lahiriah (darah dan daging) benar, bahwa Yesus memiliki keluarga inti, yaitu ayah, ibu, serta saudara. Bahkan juga seperti kita memiliki keluarga besar (marga). Hubungan demikian itu baik, tetapi Yesus tidak ingin berhenti sekedar hubungan yang lahiriah itu.
"Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Yesus menunjuk kepada orang-orang yang sedang mengelilingiNya, dan menyebut merekalah ibu dan saudaraNya. Narasi Markus 3:31-35 ini, agaknya  menyerupai sebuah cerita rakyat.  Ada sebuah cerita rakyat tentang seorang pemuda yang pergi merantau ke tempat yang jauh. Setelah kepergian sang anak ke perantauan, sang ibu terus-menerus berdoa untuk keselamatan dan keberhasilan anaknya. Selain doa yang terus dimohonkan, sang ibu setiap hari pergi ke dermaga/pelabuhan dengan harapan sang anak akan kembali. Sementara, si anak berjuang dengan gigih di perantauan sehingga mencapai banyak keberhasilan. Ia juga berhasil mempersunting seorang gadis yang cantik rupawan. Suatu ketika timbul kerinduan pulang ke kampung halamannya, ingin bertemu dengan ibu tercinta dan sekalian untuk memperkenalkan perempuan cantik yang telah menjadi isterinya. Ketika tiba di pelabuhan, seorang ibu tua, wajahnya keriput, kulitnya hitam legam, pakaiannya kumal dan compang-camping ; datang menghampiri sang anak. Si ibu berkata bahwa dia adalah ibu yang telah melahirkan dan membesarkannya.
Tapi sang anak menyangkal menyangkal, bahwa itu ibunya. Si anak malu terhadap ibu kandungnya sendiri. Si anak itu telah menjadi  durhaka. Singkat cerita; si anak kembali ke perantauannya tanpa mengakui ibu yang telah melahirkannya. Tapi belum jauh meninggalkan  kampung halamannya, datanglah angin badai yang begitu keras. Cerita rakyat yang dikenal dengan Malin Kundang (atau Si Mardan), berakhir tragis ; kapal itu hancur berkeping-keping, sementara jasad sang anak durhaka itu menjadi sebuah batu di tepi sebuah pantai.
Narasi Cerita Rakyat ini agak mirip dengan nas kita ini. Namun, tujuan cerita ini sungguh berbeda. Kisah Malin Kundang adalah putusnya hubungan keluarga seorang ibu dengan anak, dan menuju kebinasaan. Sedangkan kisah Markus 3:31-35 hendak menaikkan hubungan yang lebih baik, dan bertujuan untuk keselamatan. Yesus ingin membawa setiap orang untuk meningkatkan ikatan persaudaraan. Yesus berkata, bahwa ibu dan saudaraNya adalah orang-orang yang melakukan kehendak Allah.
Bagi Yesus tidak ada batasan persaudaraan ; entah itu hubungan darah, persahabatan, sekampung, atau seprofesi. Ukuran menjadi saudara bagi Yesus adalah orang-orang yang melakukan kehendak Allah. Apa itu kehendak Allah ? Kebenaran, kejujuran, kebaikan, kasih ! Kolose 3:12-14 menyebutkan : ‘kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan, kesabaran, pengampunan, dan di atas semua itu adalah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan’. Butir-butir yang disebutkan dalam Kolose 3 ini mestinya menjadi karakter orang-orang Kristen. Dengan demikianlah kita menjadi saudara Yesus.

Di dalam kehidupan ini seringkali kita mengalami konflik atau pertikaian, yang menambah beban kehidupan kita. Pertikaian yang terjadi justru terjadi pada hubungan-hubungan yang dekat. Orang Batak memiliki pepatah : ‘ HAU NA JONOK DO NA MARSIOSOHAN’.  Artinya, hubungan yang dekat makin membuat lebih sering konflik.
Keluarga. Mis ; hubungan suami – isteri, orangtua – anak ; saudara kandung dsb. Gereja adalah tempat yang paling dikenal sebagai persekutuan orang-orang percaya. Menjadi pertanyaan : Apakah semua orang di dalam gereja sudah melakukan kehendak Allah ? Fakta di tengah-tengah gereja seringkali muncul kelompok yang diikat oleh berbagai ikatan. Hubungan kita seringkali hanya pada tataran lahiriah.
Kita dapat renungkan konflik-konflik yang pernah terjadi, sesungguhnya karena kita tidak melakukan kehendak Allah. Kita hidup dalam kesombongan, sikap kasar, perkataan yang menyakiti, ketidaksabaran. Selanjutnya, konflik atau pertikaian yang menjadi beban dalam hidup kita tidak berakhir karena ketidaksediaan kita memberi pengampunan.
Firman Tuhan ini memanggil kita untuk membaharui hubungan-hubungan kita menjadi lebih rohani. Kita hidup dalam kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran.
Kita juga berkenan memberi pengampunan, sebab Kristus telah lebih dahulu memberi  pengampunan atas dosa-dosa kita. Dalam Doa Bapa Kami, Tuhan Yesus berkata : ‘ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami’.
Mari saudara-saudara, Firman Tuhan hari ini mengajak kita untuk menghidupkan hati dan melakukan  kehendak Allah, sehingga kita layak disebut sebagai saudara Yesus. AMIN


23 Oktober 2013

Matius 20:20-28 (Khotbah, 27 Oktober 2013)



DATANG UNTUK MELAYANI

Kita menyebut diri sebagai pengikut Yesus, namun apakah setiap orang itu menyadari tujuan mengikut Yesus ? Kita juga mengenal istilah misalnya ‘lahir kembali’, ‘menyangkal diri’ ; apakah kita paham dengan istilah dan arah tujuannya ? Jika tidak, maka kita tidak mengalami pertumbuhan, bahkan kemudian menjadi kecewa.
Ibu dari Yakobus dan Yohanes telah sekian lama membiarkan anak-anaknya mengikut Yesus, namun motif mengikut Yesus belum sepenuhnya terungkap. Sepertinya mengikut Yesus sekedar memiliki status dan memperoleh makanan.
Seiring dengan perjalanan waktu, pelayanan Yesus telah mengubah kondisi masyarakat. Yesus telah dikenal banyak orang, Yesus menjadi ‘populer’. Para murid mulai berpikir, bahwa peluang Yesus untuk menjadi penguasa dunia sudah mulai terbuka. Para murid pun mulai kasak-kusuk untuk menjadi ‘orang kedua’ Yesus. Tujuan mereka sudah jelas, yaitu menjadi orang terhormat dan menguasai orang lain. Tidak ketinggalan, Ibu Yakobus dan Yohones tidak mampu menahan keinginan agar kedua anaknya dapat menjadi pendamping Yesus. Istilah ‘kemuliaan’ dipahami begitu sangat duniawi, yaitu Yesus akan menjadi raja (pemimpin) bangsa Israel. Ibu Yakobus dan Yohanes menawarkan anak-anaknya supaya ketika Yesus berada di kemuliaanNya, mereka mendapat jabatan ‘ring satu’. Permohonan ini sungguh-sungguh kasar dan picik. Karena itu Yesus berkata, ‘kamu tidak tahu apa yang kamu minta.’ Ungkapan yang mengandung penuh ambisi dari ibu anak-anak Zebedeus menunjukkan bahwa ia belum paham akan arti mengikut Yesus, sehingga sang ibu tidak mengerti yang seharusnya dimohonkan. Jawaban yang cepat ‘kami dapat’, ketika Yesus bertanya tentang minum cawan dan baptisan adalah juga menunjukkan kekurangpahaman mereka mengenal Yesus. Mereka memahami minum cawan dan baptisan hanya sekedar persyaratan dunia.  Mereka mengikut Yesus tetapi tidak paham arah dan tujuannya. Ini sudah kacau. Lalu, atas permohonan itu, Yesus dengan lembut menyatakan, bahwa yang menentukan bukan diriNya, melainkan ada yang lebih berhak untuk menetapkan, yaitu Bapa Yang telah menyediakan. Yakobus dan Yohanes memang sangat mungkin dapat diterima, tetapi hanya jika mereka layak, bukan karena kesukaan.
Kesepuluh murid lain yang sejak tadi mendengarkan dialog itu menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes. Kemarahan kesepuluh murid juga bukan karena sudah paham akan maksud Yesus. Kemarahan mereka juga dalam rangka memperebutkan jabatan tersebut, hanya saja dengan cara lain ‘cari muka’. Karena kesepuluh murid itu juga tidak rela tanpa mendapat posisi empuk. Sungguh, mereka semua hanya berpikir tentang jabatan dunia, padahal Yesus tidak pernah menjanjikan jabatan dunia kepada para murid untuk itu.
Agar para murid paham akan visi Yesus, maka Yesus menggambarkan pemerintahan yang terjadi di tengah-tengah bangsa-bangsa. Yesus menjelaskan cara  pemerintahahan bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Hal ini memang terjadi di sepanjang zaman. Manusia dunia suka memerintah dan menguasai orang lain. Keinginan tersebut dapat dicapai dengan jabatan yang melekat pada dirinya, sehingga ia dapat memerintah demi kepentingan membesarkan diri. Untuk hal itu, para pemimpin tidak enggan menggunakan segala cara, yang menambah penderitaan masyarakat. Yesus menyatakan realita yang ada.
Yesus tidak menghendaki kerajaan dan pemerintahan dunia, dimana manusia mengalami tekanan dan penderitaan. berbeda dengan pola kepemimpinan pemerintah bangsa-bangsa yang mengedepankan tangan besi dan kekerasan, maka pola kepemimpian kristiani adalah pola kepemimpinan melayani/menghamba. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Yesus menghendaki kerajaan yang menghadirkan damai sejahtera. Yesus telah mengajarkan dan praktekkan kerajaan seperti itu selama pelayananNya. Yesus telah memberi teladan, dimana ia hadir sebagai seorang hamba. Kepemimpinan yang demikian itulah yang Yesus kehendaki berlangsung di dalam kerajaanNya. Di dalam Kerajaan Tuhan kebesaran seseorang diukur dari seberapa besar kesediaannya melayani terhadap sesama mereka dan semua orang.
Gereja adalah persekutuan milik Tuhan yang dipakai untuk menghadirkan kerajaanNya, dimana orang-orang yang bersekutu di dalamnya mesti saling melayani. Pelayanan yang diperbuat adalah untuk kehendak Tuhan. Setiap anggota harus legowo apabila kehendaknya tidak tercapai. Kehendak Tuhan itu terlihat di dalam kehidupan berjemaat apabila setiap orang merasakan sukacita.

Kita telah dipanggil Tuhan dalam persekutuan JemaatNya, baik sebagai jemaat maupun majelis. Tuhan berkenan memanggil kita menjadi hambaNya sebagai pelayan, untuk melakukan kehendakNya, bukan kehendak kita sendiri. Jika kita memaksakan kehendak kita, maka kita bukan lagi hamba tetapi telah menjadi tuan. Umat Tuhan dalam suatu persekutuan harusnyalah melaksanakan pelayanan dengan segala ketulusan dan tidak perlu ada kecewa. Juga, seorang hamba tidak perlu mengatakan kepada tuannya bahwa satu hari itu ia telah bekerja keras, supaya ia mendapat pujian. Itu sudah bagian dari tugasnya sebagai seorang hamba.
Kita harus senantiasa membarui dan meningkatkan diri melayani Allah di dalam Jemaat maupun di tengah masyarakat yang majemuk. Pelayanan dapat kita lakukan menolong orang-orang kecil, yang mungkin tak bisa membalas karena keterbatasannya. Kita perlu memberi penghormatan dan pelayanan pada setiap orang sekalipun tampilan lahiriah atau kedudukan sosialnya rendah.
Hasrat menjadi yang terbesar dapat mengancam keefektifan kita sebagai murid Tuhan. Hasrat untuk dimuliakan seharusnya tidak dimiliki seorang pengikut Yesus. Milikilah hati seorang hamba. Bersiaplah mengutamakan orang lain dan merendahkan diri sendiri, maka kerajaan Allah sungguh-sungguh hadir. AMIN