3 Januari 2015

Roma 2:17-29 (Minggu, 4 Januari 2015)



                SUNAT DI DALAM HATI SECARA ROHANI

Bangsa Yahudi adalah orang-orang yang bangga dengan identitas mereka sebagai bangsa pilihan. Mereka dipilih Tuhan untuk menerima berkat dan menjadi orang-orang yang memberkati. Sebagai bangsa pilihan maka perbuatan mereka harus mencerminkan kasih Tuhan, sehingga bangsa lain menjadi turut percaya kepada Tuhan. Tuhan menghadirkan mereka di tengah dunia untuk menjadi berkat. (ay. 19-20) : penuntun orang buta, terang bagi mereka yang di dalam kegelapan, pendidik orang bodoh, pengajar orang yang belum dewasa.

Sebagai bangsa pilihan untuk melakukan kehendak Allah, maka mereka perlu memiliki tanda. Di dalam kehidupan persekutuan orang Yahudi, sunat adalah sebuah tanda. Sunat menjadi tanda sebagai satu bangsa dan satu keyakinan kepada Tuhan. Yang tidak disunat bukan anggota persekutuan, bukan bagian dari bangsa yang dipilih Tuhan. Dengan tanda itu, maka mereka makin dikenal sebagai bangsa pilihan. Sunat itu dimaksudkan sebagai meterai jang mensahkan ‘perjanjian’ Allah dengan kaum Israel. Tanda itu sebagai bukti bahwa mereka adalah kaum terpilih di antara bangsa-bangsa. Tanda itu pula menjadi peringatan bagi mereka agar mereka tetap melakukan kehendak Allah. Tetapi kalau mereka sudah tidak setia lagi, maka tanda sunat tak ada gunanya, malahan menjadi batu sandungan.
Dalam perjalanan waktu, gaya hidup umat Tuhan memang tidak lagi menunjukkan mereka sebagai bangsa pilihan. Mereka tegar tengkuk, mereka tidak melakukan perintah Tuhan, mereka tidak menjadi berkat bagi bangsa lain. Tanda-tanda yang mereka miliki tidak lagi sesuai dengan perbuatan mereka.
Di kota Roma, orang-orang Yahudi tampil sebagai salah satu bangsa dengan identitasnya sebagai bangsa pilihan, yang ditandai dengan sunat. Mereka tak ada rasa malu, bahkan dengan bangga mengatakan ‘anuku sudah dipotong lho…’. Orang-orang Yahudi memposisikan dirinya sebagai pewaris kerajaan Allah. Mereka bukanlah orang berdosa, dan dosa tak dapat membatalkan mereka beroleh kerajaan sorga.
Ketika orang-orang Yahudi yang berada di Roma menjadi pengikut Kristus, tradisi sunat itu tetap dipegang teguh, bahkan orang-orang Kristen Non-Yahudi pun dituntut harus melaksanakan sunat. Hal ini menjadi kunci pertikaian antara Yahudi dan Non Yahudi, Paulus dan kaum pengikut Kristus Yahudi.
Sebenarnya Paulus tidak begitu menentang tradisi Yahudi itu, asalkan simbol yang mereka tampilkan itu sesuai dengan muatan tanda itu. Artinya, orang yang bersunat dapat menjadi teladan bagi orang lain. Sebagai umat pilihan maka simbol yang mereka kenakan mestinya membuat orang lain turut menjadi orang baik. Tapi faktanya mereka telah menjadi sandungan, sikap mereka tidak menunjukkan bahwa mereka adalah umat pilihan.
Simbol yang mereka kenakan mestinya cukup mengajar orang lain untuk tidak mencuri, tapi faktanya mereka sendiri adalah maling dan koruptor. Simbol yang mereka miliki mestinya mengajar orang lain tidak berzinah tetapi mereka sendiri berselingkuh. Simbol yang mereka kenakan mestinya membuat orang lain tidak menyembah berhala, tapi faktanya mereka sendiri rakus pada makanan berhala.
Taurat sebagai buku kudus mereka mengajarkan supaya menyembah Allah, tapi gerik-gerik hidup mereka menunjukkan sikap menghina Allah. Mereka bukannya membuat orang lain menjadi percaya kepada Tuhan, malahan menjadi batu sandungan bagi orang lain untuk menyembah Allah. Dosa orang Yahudi menyebabkan orang bukan Yahudi menghujat nama Allah.
Itu sebabnya, Paulus kemudian memperingatkan orang Yahudi untuk lebih menekankan sunat secara rohani. Sunat dalam hati, bukanlah konsep baru oleh Paulus. Perjanjian Lama berkali-kali menekankan perlunya sunat secara rohani (Ulangan 10:16) Sebab itu sunatlah hatimu dan janganlah lagi kamu tegar tengkuk’. Karena perbuatan mereka tidak lagi sesuai dengan tanda yang dimiliki, maka sunat lahiriah itu sudah dipandang tidak perlu, malahan Tuhan menghukum orang-orang yang bersunat lahiriah. "Lihat, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku menghukum orang-orang yang telah bersunat kulit khatannya’ (Yeremia  9:25).
Umat Tuhan mestinya menjadi berkat bagi orang lain, sehingga banyak orang menjadi percaya pada Tuhan.

Rasul Paulus mengkritik dengan keras kaum Yahudi, dan kritikan tersebut masih tetap relevan bagi kita sebagai pengikut Kristus yang dalam perkembangan dan praktek keagamaannya dari hari ke hari, semakin mendekati sikap kaum Yahudi, yang hanya mementingkan lahiriah daripada batiniah! Tidak ada masalahnya orang disunat, bahkan hal itu dianjurkan dari sudut kesehatan. Namun, yang utama bukan membuka ‘anu’ itu, melainkan hati  yang terbuka untuk memberkati orang. 
Kita adalah orang-orang yang telah menerima Terang Kristus. Terang Kristus itu mestinya membuka hati kita untuk melakukan firman Tuhan, menggerakkan hati mengasihi orang-orang yang berada di dalam kebutaan, kegelapan, kebodohan, agar menjadi dewasa.
Tanda-tanda sebagai orang Kristen boleh kita tampilkan, dan tampaknya menjadi perlu. Persoalannya, apakah tanda-tanda yang kita miliki itu sesuai dengan perbuatan kita ? Betapa baiknya kita berdoa ketika makan di warung/restoran sebagai tanda orang Kristen, tapi jangan biarkan pengemis pulang tanpa engkau berkati. Kenakan saja kalung salib ke mall tapi jangan bertingkah aneh-aneh. Datanglah ke gereja dengan pakaian baru dan bersih tapi jangan menyimpan kebencian terhadap siapapun.
Orang Kristen sejati ialah orang yang tidak mementingkan asesoris kekristenannya tetapi nyata dalam perilakunya. Demikianlah ia beroleh pujian dari Allah. AMIN

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar