SUNAT DI DALAM HATI
SECARA ROHANI
Bangsa Yahudi adalah orang-orang yang
bangga dengan identitas mereka sebagai bangsa pilihan. Mereka dipilih Tuhan
untuk menerima berkat dan menjadi orang-orang yang memberkati. Sebagai bangsa
pilihan maka perbuatan mereka harus mencerminkan kasih Tuhan, sehingga bangsa
lain menjadi turut percaya kepada Tuhan. Tuhan menghadirkan mereka di tengah
dunia untuk menjadi berkat. (ay. 19-20) : penuntun orang buta, terang bagi
mereka yang di dalam kegelapan, pendidik orang bodoh, pengajar orang yang belum
dewasa.
Sebagai bangsa pilihan untuk melakukan
kehendak Allah, maka mereka perlu memiliki tanda. Di dalam kehidupan
persekutuan orang Yahudi, sunat adalah sebuah tanda. Sunat menjadi tanda
sebagai satu bangsa dan satu keyakinan kepada Tuhan. Yang tidak disunat bukan
anggota persekutuan, bukan bagian dari bangsa yang dipilih Tuhan. Dengan tanda
itu, maka mereka makin dikenal sebagai bangsa pilihan. Sunat itu dimaksudkan
sebagai meterai jang mensahkan ‘perjanjian’ Allah dengan kaum Israel. Tanda itu
sebagai bukti bahwa mereka adalah kaum terpilih di antara bangsa-bangsa. Tanda
itu pula menjadi peringatan bagi mereka agar mereka tetap melakukan kehendak
Allah. Tetapi kalau mereka sudah tidak setia lagi, maka tanda sunat tak ada gunanya,
malahan menjadi batu sandungan.
Dalam perjalanan waktu, gaya hidup umat
Tuhan memang tidak lagi menunjukkan mereka sebagai bangsa pilihan. Mereka tegar
tengkuk, mereka tidak melakukan perintah Tuhan, mereka tidak menjadi berkat
bagi bangsa lain. Tanda-tanda yang mereka miliki tidak lagi sesuai dengan
perbuatan mereka.
Di
kota Roma, orang-orang Yahudi tampil sebagai salah satu bangsa dengan
identitasnya sebagai bangsa pilihan, yang ditandai dengan sunat. Mereka tak ada
rasa malu, bahkan dengan bangga mengatakan ‘anuku sudah dipotong lho…’.
Orang-orang Yahudi memposisikan dirinya sebagai pewaris kerajaan Allah. Mereka
bukanlah orang berdosa, dan dosa tak dapat membatalkan mereka beroleh kerajaan
sorga.
Ketika
orang-orang Yahudi yang berada di Roma menjadi pengikut Kristus, tradisi sunat
itu tetap dipegang teguh, bahkan orang-orang Kristen Non-Yahudi pun dituntut
harus melaksanakan sunat. Hal ini menjadi kunci pertikaian antara Yahudi dan
Non Yahudi, Paulus dan kaum pengikut Kristus Yahudi.
Sebenarnya
Paulus tidak begitu menentang tradisi Yahudi itu, asalkan simbol yang mereka
tampilkan itu sesuai dengan muatan tanda itu. Artinya, orang yang bersunat
dapat menjadi teladan bagi orang lain. Sebagai umat pilihan maka simbol yang
mereka kenakan mestinya membuat orang lain turut menjadi orang baik. Tapi faktanya
mereka telah menjadi sandungan, sikap mereka tidak menunjukkan bahwa mereka
adalah umat pilihan.
Simbol yang mereka kenakan mestinya cukup
mengajar orang lain untuk tidak mencuri, tapi faktanya mereka sendiri adalah
maling dan koruptor. Simbol yang mereka miliki mestinya mengajar orang lain
tidak berzinah tetapi mereka sendiri berselingkuh. Simbol yang mereka kenakan
mestinya membuat orang lain tidak menyembah berhala, tapi faktanya mereka
sendiri rakus pada makanan berhala.
Taurat sebagai buku kudus mereka
mengajarkan supaya menyembah Allah, tapi gerik-gerik hidup mereka menunjukkan
sikap menghina Allah. Mereka bukannya membuat orang lain menjadi percaya kepada
Tuhan, malahan menjadi batu sandungan bagi orang lain untuk menyembah Allah. Dosa
orang Yahudi menyebabkan orang bukan Yahudi menghujat nama Allah.
Itu sebabnya, Paulus kemudian
memperingatkan orang Yahudi untuk lebih menekankan sunat secara rohani. Sunat
dalam hati, bukanlah konsep baru oleh Paulus. Perjanjian Lama berkali-kali
menekankan perlunya sunat secara rohani (Ulangan
10:16) Sebab itu sunatlah hatimu dan janganlah lagi kamu tegar tengkuk’. Karena
perbuatan mereka tidak lagi sesuai dengan tanda yang dimiliki, maka sunat
lahiriah itu sudah dipandang tidak perlu, malahan Tuhan menghukum orang-orang
yang bersunat lahiriah. "Lihat, waktunya akan datang, demikianlah firman
TUHAN, bahwa Aku menghukum orang-orang yang telah bersunat kulit khatannya’
(Yeremia 9:25).
Umat Tuhan mestinya menjadi berkat bagi
orang lain, sehingga banyak orang menjadi percaya pada Tuhan.
Rasul Paulus mengkritik dengan keras kaum
Yahudi, dan kritikan tersebut masih tetap relevan bagi kita sebagai pengikut
Kristus yang dalam perkembangan dan praktek keagamaannya dari hari ke hari,
semakin mendekati sikap kaum Yahudi, yang hanya mementingkan lahiriah daripada
batiniah! Tidak ada masalahnya orang disunat, bahkan hal itu dianjurkan dari sudut
kesehatan. Namun, yang utama bukan membuka ‘anu’ itu, melainkan hati yang terbuka untuk memberkati orang.
Kita adalah orang-orang yang telah menerima
Terang Kristus. Terang Kristus itu mestinya membuka hati kita untuk melakukan
firman Tuhan, menggerakkan hati mengasihi orang-orang yang berada di dalam kebutaan,
kegelapan, kebodohan, agar menjadi dewasa.
Tanda-tanda sebagai orang Kristen boleh
kita tampilkan, dan tampaknya menjadi perlu. Persoalannya, apakah tanda-tanda
yang kita miliki itu sesuai dengan perbuatan kita ? Betapa baiknya kita berdoa
ketika makan di warung/restoran sebagai tanda orang Kristen, tapi jangan
biarkan pengemis pulang tanpa engkau berkati. Kenakan saja kalung salib ke mall
tapi jangan bertingkah aneh-aneh. Datanglah ke gereja dengan pakaian baru dan
bersih tapi jangan menyimpan kebencian terhadap siapapun.
Orang Kristen sejati ialah orang yang tidak
mementingkan asesoris kekristenannya tetapi nyata dalam perilakunya.
Demikianlah ia beroleh pujian dari Allah. AMIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar