Memang lidah tak bertulang tak terbatas kata-kata…
Tinggi gunung seribu janji, lain di bibir lain di hati…
Sadar atau tidak, ternyata anggota tubuh
kita yang terkecil yang kerapkali membuat masalah adalah lidah. Seringkali kita
menjadi repot dibuatnya, karena apa yang kita ucapkan tanpa kita pikirkan dulu,
bisa menimbulkan kekisruhan atau memperkeruh keadaan.
Tanpa disadari, kita masih seringkali lupa
menjaga ucapan. Kita mengucapkan kata-kata yang pedas, menyerang, bukannya
ucapan yang membangun suatu relasi yang lebih baik. Kerapkali kita masih
mengumpat atau memaki, bila ada pendapat yang tidak berkenan di hati. Apalagi bila
ada sesama yang membuat hidup kita menjadi lebih sulit, kita secara emosional
mengeluarkan kata-kata yang tidak berkenan di hadirat Tuhan. Seringkali kita
masih menghalalkan segala cara hanya untuk memuaskan keinginan hati. Tak
terlepas kepada orang yang lebih tua yang seharusnya kita hormati, atau kepada
teman seumur, atau terlebih kepada yang lebih muda; dimana seharusnya kita
menjadi teladannya. Acapkali kita tidak peduli atas perasaan mereka dalam
mendengarkan ucapan kita, baik terhadap anggota keluarga maupun teman di
kantor, di gereja, atau di sekolah.
Ada
sebuah kisah tentang lidah-lidah yang tidak bertanggung jawab, yang berakibat
fatal bagi kehidupan orang banyak:
Kejadian sadis
terjadi di Desa Sitanggor, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera
Utara. Satu keluarga tewas dibakar hidup-hidup karena dituduh memelihara
begu ganjang (santet), Sabtu (15/5/2010) malam. Mereka adalah Gibson Simaremare
60 tahun, Riama Br Rajaguguk 65 tahun dan Lauren Simaremare 35 tahun.
Awal peristiwa itu
setelah warga menuding keluarga Gipson memelihara begu ganjang. Warga yang
sudah termakan hasutan sekitar pukul 22.30 Wib, ramai-ramai mendatangi
kediaman Gibson. Namun, sebelum mendatangi kediaman korban, warga terlebih
dahulu menggelar doa bersama. Mereka sangat yakin bahwa keluarga Gipson
memelihara santet, meski tidak punya bukti yang kuat.
Malam itu, Gibson
sedang di rumah bersama istrinya Riama. Tiba-tiba massa masuk ke rumah,
kemudian menarik Gibson. Setelah pasangan suami-istri berusia lanjut ini
diseret paksa keluar rumah, warga menikam Gibson. Massa selanjutnya membakar
hidup-hidup keduanya dengan menggunakan kayu bakar yang diambil dari rumah
korban.
Aksi warga berlanjut
ke rumah anak korban, Lauren Simaremare, yang tinggal tidak jauh dari lokasi
kejadian. Sama seperti orangtuanya, Lauren juga diseret paksa dari rumahnya dan
dibawa ke arah perbukitan yang ada di sebelah dusun mereka. Di tempat itu massa
membakar Lauren hidup-hidup.
Tak hanya Lauren.
Istri Lauren, Tiur Br Nainggolan,30, juga menjadi sasaran kemarahan warga. Tiur
ditikam ketika sedang menyusui anaknya yang masih berusia setahun. Akibat
tikaman ini, Tiur kini dirawat di RS Horas Insani Siantar. Kondisinya sangat
kritis. Begitu juga dengan tiga anak Tiur yang masih berusia empat, tiga dan
setahun, nyaris dibakar hidup-hidup. Ketiga balita malang itu kini dititipkan
di Mapolsek Muara.
Demikian cuplikan berita dari salah satu
harian nasional, sungguh biadab kelakuan massa tersebut. Hanya dengan dugaan
mereka tega membantai satu keluarga. Tentu dugaan itu keluar dari mulut
seseorang yang lidahnya tidak bisa dikendalikan. Benarlah apa yang dikatakan
kitab Yakobus; “Demikian juga lidah,
walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara
yang besar. Lihatlah, betapa pun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang
besar. Lidah pun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil
tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai
seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan
oleh api neraka.” (Yak. 3:5-6).
Lidah memang tidak bertulang. Bila lidah
bertulang, tentu akan sulit kita menggerakkannya. Hendaklah setiap perkataan
kita bermakna positif, yang membangun dan menopang kehidupan masyarakat, baik
di lingkungan terkecil maupun yang lebih luas. Biarlah kita mohon pimpinan Roh
Kudus untuk menggunakan lidah kita seturut dengan kehendak-Nya. Dengan lidah
kita bisa memuji Tuhan, dengan lidah pula kita bisa menjadi batu sandungan. Makanya,
apa yang hendak kita ucapkan sebaiknya sudah kita pikirkan dulu masak-masak.
------------------
1 Petrus
3:10
”Siapa yang mau mencintai hidup dan mau
melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya
terhadap ucapan-ucapan yang menipu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar