15 Februari 2021

Kejadian 9:8-17 NUH

                JANJI DAN KUASA ALLAH

 Kisah air bah memberikan banyak perenungan kepada umat manusia. Pertama, mengingatkan manusia bahwa air bah terjadi akibat dosa-dosanya. Begitu buruknya dosa manusia. Terjadi bunuh membunuh ....dst. Kedua, peristiwa air bah juga menunjukkan keadilan dan kemurahan hati Allah. Allah memusnahkan bumi yang dipenuhi dosa, dan Allah di dalam belas kasihNya membaharui dunia ini. Dalam kebaharuan itu, Allah akan memberi keselamatan bagi manusia dan kebaikan atas dunia. Allah memilih Nuh dan  keluarganya, untuk mewujudnyatakan keselamatan itu. Ketiga, Allah mengikatkan diriNya pada suatu perjanjian, bahwa Allah tidak lagi akan mendatangkan air bah.

Keluarga Nuh mengalami ‘peristiwa mengerikan’. Betapa traumanya Nuh beserta keluarganya saat menjalani hidup baru di bumi yang baru saja dilanda air bah.

- Ketika hujan turun, mereka cemas ; bagaimana kalau hujan ini tidak berhenti ?

- Ketika mendengar suara Guntur, mereka akan ketakutan ; apakah air bah akan datang lagi?

Rasa trauma itu sangat mengganggu hidup dan pikiran mereka. Keluarga Nuh membutuhkan jaminan. Setelah tsunami Aceh banyak orang trauma, terlebih orang-orang yang tinggal di pinggir pantai. Mereka bukan hanya gemetar atas gempa yang telah berlalu, tetapi segera was-was dengan datangnya Tsunami.

(Saya teringat dengan gempa di Yogya. Saat hati masyarakat masih gemetaran akibat gempa, satu jam kemudian ada berita bahwa tsunami datang. Semuanya kalut).

Allah mengerti dengan kondisi keluarga Nuh, maka Allah membuat perjanjian dengan Nuh, bahwa Allah tidak akan memusnahkan bumi ini lagi dengan air bah. Allah tidak lagi membinasakan  manusia tetapi mengikutsertakannya sebagai mitra-Nya dalam janji keselamatan.

Untuk meyakinkan mereka, Allah membuat ‘tanda’ untuk menguatkan janjiNya.

Pada ay. 12-13, Allah berfirman: "Inilah tanda perjanjian yang Kuadakan antara Aku dan kamu serta segala makhluk yang hidup, yang bersama-sama dengan kamu, turun-temurun, untuk selama-lamanya: Busur-Ku Kutaruh di awan, supaya itu menjadi tanda perjanjian antara Aku dan bumi”. Tanda perjanjian keselamatan Allah yang penuh anugerah dinyatakan melalui simbol busur.

Busur – pelangi = qeset (ibrani)

Pemahaman orang Yahudi dahulu kala, bahwa Allah menghukum segera setiap umat yang berdosa. Allah menghukum setiap orang yang berdosa dengan busur yang dilengkapi dengan anak panah. Busur dipakai oleh Allah untuk memanah setiap umat yang berdosa, sehingga mereka binasa. Karena dosa sudah merajalela, Allah mendatangkan air bah, untuk membersihkan bumi dari perbuatan dosa. 

Selanjutnya, Allah memutuskan untuk membaharui bumi. Allah menandai keputusannya dengan menaruh busurnya di awan, dalam wujud pelangi. Oleh sebab itu, Pelangi itu bermakna ‘tumbuhnya pengharapan dan keselamatan yang baru’. (saya ingat ; jangan menunjuk pelangi).

Busur Allah yang pernah membinasakan kehidupan umat kini berubah fungsi menjadi busur Penebus dan Penyelamat bagi umat yang berdosa. Allah mengubah busur dari senjata menghukum menjadi pengingat untuk  menjaga dan melindungi manusia. Dengan pelangi itu, juga mengingatkan manusia agar mengingat kasih karunia Allah.

Dalam suasana kasih karunia itulah, umat diberi pengharapan dan kesempatan untuk bertobat. Sehingga umat dapat menjaga diri dari dorongan dan daya tarik dunia seperti yang pernah dilakukan oleh orang-orang pada zaman Nuh.

Allah telah berjanji bahwa tidak lagi akan menghukum bumi ini dengan ‘air bah’. Allah telah memenuhi janji-Nya itu selama lebih dari 4.000 tahun. Sebagai umat Tuhan, kita percaya akan janji Allah itu.

Namun demikian kita harus meresponi janji Allah itu dengan sikap yang bijak, yaitu tidak lagi mengulangi dosa-dosa, perbuatan yang tidak berkenan kepada Tuhan, tetapi kita turut serta menjaga dan memelihara bumi ini. 

 

Dalam praktek hidup sehari-hari, betapa sering kita melupakan dan mengabaikan perjanjian keselamatan Allah itu. Hal itu ditandai dengan sikap perjalanan hidup  manusia, yang tidak  menghayati hidup sebagai suatu ziarah iman. Tetapi menjadikan hidup sebagai rangkaian panjang petualangan akan dosa. Padahal relasi khusus yang diikat oleh Allah dalam perjanjian-Nya bertujuan agar kehidupan kita dapat menjadi suatu ziarah iman di mana kita selalu haus kebenaran-Nya. Ketika rasa haus kita tidak lagi terarah kepada kebenaran Allah, maka akan berubah menjadi rasa haus akan kenikmatan dunia ini. Sementara, kenikmatan dunia tidak akan memuaskan jiwa kita.

Namun, jika kita telah berada pada kenikmatan dunia itu, kita perlu bersikap seperti pemazmur (25 : 4 – 5) : “Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, tunjukkanlah itu kepadaku. Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku, sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan aku, Engkau kunanti-nantikan sepanjang hari”.

Tuhan Yesus, Pelangi Bagi Orang Percaya

Air, api, gempa bumi, angin badai ;  bisa saja memusnahkan mahluk di bumi ini. Namun ada satu jaminan bagi setiap orang percaya, dimana mereka tidak akan binasa oleh sesuatu apapun. Dalam Yoh. 3:16 dikatakan, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”

Tuhan Yesus Kristus menjadi tanda pelangi bagi setiap orang percaya. Mari kita merendahkan hati di hadapan Tuhan, dengan mendengar ajaranNya, percaya akan firmanNya, dan melakukan perintahNya. Dengan demikianlah kita menikmati janji Allah, yang penuh dengan keselamatan, dimana hidup kekal akan menghampiri kita. AMIN

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar