YANG
JATUH BANGUN ! YANG BERPALING KEMBALI
‘Hidup
adalah perjuangan’, demikian sebuah ungkapan yang diaminkan banyak orang.
Manusia harus berjuang untuk memperoleh yang dikehendakinya. Namun, perjuangan
untuk mencapai tujuan bukan harus dilakukan dengan menghalalkan segala cara.
Ada etika dan moral yang harus menjadi pegangan. Orang yang hanya berfokus
kepada tujuan dengan melanggar etika dan moral adalah kejahatan. Realita dalam
kehidupan manusia seringkali berlaku demikian. Orang yang telah menikmati
kejahatan, rasanya sulit untuk kembali pada ajaran etika dan moral.
Umat Tuhan sepertinya sudah dalam kondisi
yang parah itu. Mereka telah penuh noda dan terus menerus bergelimang dengan
dosa. Yeremia menyoroti dua jenis dosa orang Israel, yaitu mereka menyembah
berhala yang dikenal ‘ratu surga’ dan mereka tidak menunjukkan kesetiaan dalam
beribadah (Yer. 7:16-28). Dalam praktek hidupnya ; mereka berpaling dari Tuhan, mereka berpegang pada tipu, dan mereka tidak
berkata dengan jujur! Semua itu adalah untuk pemuas nafsu mereka untuk
memperoleh nilai-nilai jasmani ; suap, menerima riba uang, menindas janda dan
yatim piatu. Mereka tahu bahwa itu
adalah kejahatan. Namun, umat Tuhan tetap melakukannya. Mereka sudah tidak
jujur dengan dirinya sendiri. Mengapa ? Sebab keserakahan telah menguasai hidup
mereka. Umat Tuhan sesungguhnya sadar akan kejahatan, ketidaktaatan kepada
firman Tuhan. Mereka sadar akan ketidakjujurannya. Tetapi mereka tidak
menunjukkan penyesalannya. Kejahatan demi kejahatan berlangsung dalam kehidupan
mereka, seakan-akan kejahatan itu sudah menjadi bagian hidup umat. Tidak ada
lagi kata dan perbuatan yang jujur. Kejahatan mereka begitu ganasnya, ‘bahkan
mereka menegarkan tengkuknya, berbuat lebih jahat dari pada nenek moyang
mereka’ (Yer. 7:26). Mereka digambarkan bagai kuda yang menceburkan diri ke
dalam pertempuran, sebab mata (kuda) mereka hanya memandang satu hal saja ke
depan, keserakahan.
Tuhan juga mengambil gambaran dari beberapa
jenis burung ; burung ranggung, burung tekukur, burung layang-layang dan burung
bangau. Semua jenis burung itu hidup berkeliaran terbang di atas langit dengan
bebas. Tetapi jika tiba waktunya, burung-burung itu akan kembali ke sarangnya. Burung-burung
itu jauh lebih bijaksana dalam hidup ini dibandingkan dengan manusia. Tuhan
memberi akal budi bagi manusia mestinya hidup lebih bijak dengan kembali ke jalan yang Tuhan firmankan.
Mereka mengetahui hukum Tuhan, tahu yang baik dan berkenan bagi Tuhan tetapi
hati mereka sudah tertuju pada kejahatan.
Tersesat ! itulah yang patut
dikatakan pada umat Tuhan yang degil ini. Mereka tidak lagi mengerti tujuan
hidup. Mereka terbawa arus yang tidak pasti. Mereka terombang-ambing oleh tawaran
dunia yang membawa manusia kepada hamaupan (kehancuran).
Yeremia mengingatkan bangsa itu untuk
menyesali perbuatan dosa mereka dan kembali pada hidup yang benar. Jika tidak,
mereka bersama dengan negeri yang mereka diami akan mengalami kehancuran.
Tuhan menghendaki pertobatan umatNya dengan
hidup benar.
Kita tentunya mensyukuri kemajuan yang
terjadi sekarang ini. Atas akal budi yang diberikan Tuhan, manusia mampu
menjadikan berbagai fasilitas, yang memberi kemudahan bagi manusia. Namun,
sebagai umat percaya, kita harus tetap kritis menghadapi kemajuan ini. Sebab,
justru di tengah-tengah kemajuan yang pesat ini dibutuhkan iman yang teguh.
Kemajuan menuntut manusia makin sibuk.
Tetapi sangat disayangkan jika manusia itu tidak mengendalikan kesibukannya.
Kesibukan menjadi tidak berarti jika manusia lupa dengan tujuan dan makna
hidupnya.
Kemajuan juga membuat manusia makin
konsumtif. Manusia butuh ini dan itu. Persaingan mungkin saja terjadi. Hidup
makin terasa berat. Tuntutan kehidupan, memungkinkan manusia menghalalkan
segala cara. Tidak mengherankan jika di tengah kemajuan saat ini, animisme pun
tumbuh subur. Tipu-daya dan ketidakjujuran terjadi. Bagi yang tidak beriman ;
tipu daya dan ketidakjujuran dianggap sebagai kebenaran. Bahkan tidak sedikit
yang berkata, “itu sudah biasa di zaman sekarang.”
Manusia bisa saja hidup dengan tipu dan ketidakjujuran. Tetapi
manusia tidak mampu mendustai hatinya. Inilah kegagalan manusia beroleh hidup
bahagia. Ia telah kehilangan citra Allah di dalam dirinya.
Manusia memang ingin selalu hal-hal yang
praktis. Tetapi sesungguhnya seringkali hal itu membawa orang kepada
kesiasiaan. Dan tentu saja kesiasiaan itu tidak memberi makna bagi hidup.
Manusia seringkali lebih sibuk dengan kesiasiaan itu. Manusia terperangkap
dalam gaya hidup yang penuh tipu.
Sebagai umat Tuhan, kita dipanggil untuk
menyesali dan meninggalkan perbuatan jahat itu. Setiap orang yang telah berbuat
jahat tetapi mau menyesali perbuatannya, maka Tuhan pasti akan berkenan
mengampuninya, sebab Allah kita penuh kasih.
Mari saudara-saudara,
kita meninggalkan segala hal yang tidak benar dari dalam diri kita. Kita
kembali kepada kebenaran dan beribadah dengan rasa syukur, supaya kita dapat
mengalami kebahagiaan dalam menjalani hidup ini. AMIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar