9 Oktober 2013

Yeremia 31:31-34 (Khotbah Minggu, 13 Oktober 2013)



HUKUM YANG TERULIS DALAM HATI

Di dalam hidup ini kita pasti pernah membuat perjanjian. Janji itu ada yang terulis, dan ada juga cukup saling percaya ; perjanjian bisnis, perjanjian nikah, perjanjian saling percaya, misalnya orang berpacaran. Ada juga orang berjanji pada diri sendiri, ini seringkali dilanggar : waktu mau kuliah berjanji rajin belajar, waktu mau bekerja berjanji memberikan gaji pertama atau perpuluhan, ketika mau menjadi pelayan gereja berjanji akan penuh kesetiaan, dsb. ‘tapi janji tinggal janji’, demikian syair sebuah lagu. Banyak orang melanggar janji yang telah disepakati. Pelanggaran terhadap janji disebut ingkar janji, dan akan ada sanksi.
Allah telah menetapkan Israel sebagai umat pilihanNya. Dalam penetapan itu, Tuhan membuat perjanjian dengan umatNya, dan Tuhan setia dengan janjiNya. (a) Allah berjanji membebaskan umatNya dari perbudakan. Allah melaksanakan janjiNya itu. Sekalipun raja Firaun selalu menghalang-halangi pembebasan umat dari perbudakan, tetapi Tuhan tetap membebaskan umatNya. Bukan hanya Firaun, umat Tuhan pun tidak sepenuh hati mau dibebaskan dari perbudakan. Tapi Tuhan setia dengan janjiNya, sehingga umat bebas dari perbudakan Mesir. (b) Tuhan berjanji akan menuntun umatNya. Tuhan membawa umatnya memasuki tanah Kanaan. Hanya saja, umat ini tidak setia, tidak percaya, sering mau kembali menjadi budak, dan kemudian memberontak terhadap Tuhan. Tuhan yang begitu setia dengan janjiNya, tapi umat justru selalu ingkar. Banyak hal yang menggoda umat melanggar perjanjian dengan Tuhan. Berkali-kali umat tergiur dan jatuh ke dalam dosa. Mereka tidak taat dan setia atas perjanjian yang telah Tuhan ikat.
Ketidaktaatan umat terhadap janjinya, maka Tuhan pun memperbaharui perjanjian dengan umatNya. Inilah Perjanjian Baru itu : (1) Allah menaruh Taurat dalam batin dan hati umatNya. Dengan menaruh Taurat dalam batin dan hati umat, maka mereka akan selalu mengingat hubungannya dengan Tuhan. Tuhan memberikan hati yang baru kepada umatNya. Ini berarti setiap umat, besar-kecil sudah mengenal Tuhan dan mengetahui akan firmanNya. Taurat itu akan menjadi bagian hidup umat. Tuhan yang memiliki inisiatif ini untuk memulihkan umatNya. (2) Tuhan mengampuni dan melupakan dosa umatNya. Dalam Perjanjian Baru ini, Tuhan juga telah mengampuni segala dosa pelanggaran umat yang telah mereka perbuat selama itu. Kini, mereka boleh menjalani hidup baru.

Firman Tuhan ini sesungguhnya berbicara mengenai kehidupan baru untuk memperoleh keselamatan. Tuhan memberikan pengharapan baru bagi umatNya. Pengharapan baru itu akan diperoleh apabila kita senantiasa dengar-dengaran akan firman Tuhan yang telah tertanam di dalam batin dan hati kita. Kita mau diingatkan oleh firman Tuhan yang selalu terngiang dalam hidup ini. Dengan demikian, kita akan selalu bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan.
Tuhan kita adalah Tuhan yang penuh kasih. Dengan kasih Tuhan itulah kita berpengharapan menjalani kehidupan ini, sebab Tuhan akan selalu menolong kita dalam menghadapi liku-liku kehidupan ini.
Dalam berbagai percakapan tentang firman Tuhan, banyak orang mengatakan, ‘sebenarnya saya sudah tahu tentang firman Tuhan, tapi melakukannya yang susah’. Pernyataan itu  benar. Allah memang sudah menyatakan firmanNya bagi kita. Itu sebabnya, dikatakan (Yeremia 31:34), ‘tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan: Kenallah TUHAN!’ Benar, semua orang sudah tahu dan paham akan firman Tuhan. Hukum Tuhan itu telah tertanam di dalam diri kita. Kita sudah mengetahuinya. Oleh sebab itu, yang utama sebenarnya adalah, bagaimana kita menggerakkan hati dan jiwa untuk menghayati dan melakukan firman itu. Saat itulah kita dapat menikmati kuasa dan kemurahan Tuhan.
Dalam diri Tuhan Yesus, kita telah memperoleh pengampunan dosa. Kita patut bersyukur atas pengampunan itu. Tuhan menganugerahi kita kehidupan baru. Oleh sebab itu, kita patut menjalani kehidupan ini dengan penuh ketaatan dan kesetiaan kepada Tuhan. AMIN

5 Oktober 2013

Habakuk 1:1-4 ; 2:1-4 (MInggu 2 Oktober 2016)


     ORANG BENAR AKAN HIDUP OLEH PERCAYANYA

Kita merindukan hidup tenang, aman, tenteram, dan damai sejahtera. Kehidupan indah itu kita kehendaki terjadi dalam diri kita dan tidak suka melihat apalagi mengalami penindasan, kejahatan, kelaliman. Kita ingin bebas dari percekcokan, pertengkaran, dan aniaya. Kita tentu hendak menikmati hidup sukacita dan bahagia.
Lalu, bagaimana jika penindasan atau kejahatan itu terjadi di sekitar kita ? Inilah yang membuat Habakuk ngak tahan. Sebagai seorang nabi, Habakuk cukup jeli melihat realita hidup. Dalam pengamatannya, Habakuk sangat prihatin atas kehidupan umat Tuhan. Habakuk menyaksikan fakta hidup terjadinya kejahatan, kelaliman, percekcokan, pertengkaran, dan aniaya. Segala yang dilihat Habakuk itu menjadi pergumulan batin dalam dirinya. Hati Habakuk makin tersayat ketika ia menyaksikan bahwa orang yang tertindas tersebut adalah orang-orang lemah dan benar.
Hamba Tuhan, Habakuk tentu menyampaikan semua itu dalam doa kepada Tuhan. Namun, kejahatan makin merajalela sehingga ia berteriak : ‘Penindasan’.
Menarik sekali Analisa Habakuk, bahwa penindasan dan kejahatan lainnya itu terjadi dikarenakan ‘hukum kehilangan kekuatannya’. Sesungguhnya, Tuhan telah memberikan Hukum bagi umatNya. Hukum dilandasi oleh cinta kasihNya demi keselamatan manusia. Hukum itu mestinya menjadi patokan bagi manusia untuk menikmati hidup berkeadilan dan penuh sukacita. Hukum diberikan untuk mengatur kehidupan manusia sehinggat tercipta keharmonisan. Tetapi hukum telah dipermainkan, hukum kehilangan kekuatannya. Akibatnya, keadilan muncul terbalik : orang benar menjadi salah, orang lemah makin dilemahkan, dan penguasa bertindak sewenang-wenang.
Siapakah yang mempermainkan hukum itu ? Habakuk menyebut, bahwa mereka yang mempermainkan hukum itu adalah orang fasik, yaitu, ‘orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya’ (2:4). Mereka bertindak dengan mengandalkan kekuatan tanpa hati nurani. Orang fasik memutarbalikkan hukum sehingga orang benar dan lemah mengalami penindasan.
Habakuk sadar, bahwa ia tidak kuasa untuk menentang orang fasik itu. Ia hanya mampu berteriak, mengeluarkan keluhannya, demi keadilan. Habakuk mencoba menenangkan diri dan menantikan jawaban Tuhan. Inilah jawaban Tuhan kepada Habakuk :
1.    Ukir pada loh-loh
Tuhan memerintahkan Habakuk untuk menuliskan semua yang dilihat dan menjadi pergumulannya pada loh-loh, supaya orang dapat membacanya.
2.    Orang fasik
Orang-orang yang memutarbalikkan hukum itu, cepat atau lambat akan menerima hukuman dan tidak akan bertangguh. Orang jahat tampak menang namun mereka pasti diadili.
Habakuk percaya bahwa keadilan Allah akan terjadi. Habakuk pun sampai kepada pemahaman teologis (2:4b) : ORANG BENAR AKAN HIDUP OLEH PERCAYANYA. Inilah dasar yang kokoh bagi nabi dan tentunya bagi kita untuk mengatasi tekanan yang sering dan banyak kita alami. Tuhan adalah penguasa dan penentu atas segala kehidupan. Oleh sebab itu, kita boleh percaya bahwa pada waktunya Tuhan akan bertindak dan menghapus segala air mata orang-orang benar.

Dunia ini penuh dengan berbagai kejahatan yang tampak secara langsung maupun tersembunyi. Semua kejahatan itu pastilah pelanggaran terhadap hukum, yang mengakibatkan timbul korban. Hukum mestinya dikawal dan ditegakkan secara benar. Jika hukum dibengkokkan, maka yang terjadi adalah adu kekuatan ; Siapa yang kuat, dia yang menang.  PAJOLO GOGO PAPUDI UHUM. Jika kekuatan yang mengatur kehidupan maka orang-orang lemah akan makin lemah, dan orang-orang benar akan turut menderita. Ketidakadilan akan muncul dan mengguncang tatanan hidup bermasyarakat.
Di tengah-tengah kehidupan ini ada hukum yang mengatur manusia. Tujuan semua hukum itu adalah agar manusia hidup dalam ketertiban dan kebenaran. Hukum merupakan penuntun bagi kita untuk memperoleh kehidupan kekal. Namun, kita sering melanggar Hukum (Tuhan) dan hidup dalam berbagai hal yang tidak baik. Kita perlu merenung, seberapa besar pelanggaran kita atas hukum itu. Pelanggaran terhadap Hukum merupakan dosa. Pelanggaran terhadap hukum akan membuat kehidupan manusia menjadi kacau ; penderitaan, kemiskinan, diskriminasi dsb. Tetapi Tuhan telah berkorban untuk penebusan dosa manusia, Kristus mati. Oleh sebab itu, kita orang-orang percaya perlu menyesali dosa dan memohon pengampunan, sehingga kita beroleh kepenuhan Allah.
Terkadang hati kita tidak tahan melihat tindakan orang-orang yang melanggar hukum. Kita mengkritisi dan ingin rasanya berteriak. Tetapi orang percaya tidak boleh menyandarkan diri pada kekuatan sendiri, melainkan harus pada kekuatan Tuhan. Oleh sebab itu, menghadapi kejahatan membutuhkan daya tahan dan kesabaran dari orang percaya. Sumber ketahanan dan kesabaran orang percaya ialah membangun hubungan yang kokoh dan akrab dengan Tuhan.
Bapa Gereja bernama Agustinus mengatakan : ‘Tujuan hidup manusia adalah kesetiaan dan keselamatan.’ Kalaupun dalam hidup ini kita menderita tetapi kita tetap setia kepada Tuhan. Bahkan ditengah-tengah penderitaan ini, kita tetap berbuat baik, sebab itulah yang Tuhan kehendaki. AMIN

Efesus 5:8-14 (Khotbah Minggu, 30 Maret 2014)


MENGUJI APA YANG BERKENAN KEPADA TUHAN (Efesus 5:8-14)

Paulus menjuluki dirinya: “Orang yang dipenjarakan karena Kristus” (4:1). Paulus memang menuliskan surat penggembalaan ini saat ia berada di penjara. Sekalipun Paulus menuangkan tulisannya di dalam penjara tetapi pokok pikirannya cukup jelas, yaitu bahwa Allah, di dalam Kristus,  telah menebus manusia dan dunia dengan segala isinya menjadi milik-Nya.  Oleh sebab itu, dunia dan manusia dengan semua pikiran, kehendak dan ucapannya harus kudus dan menjadi pujian kemuliaan Allah.
Surat Efesus dikenal sebagai Surat Penggembalaan, yang dialamatkan pada Jemaat Efesus. Paulus menasehatkan supaya mereka yang telah terhisab ke dalam persekutuan anak-anak terang jangan menentukan tingkah laku mereka menurut ukuran-ukuran moral yang mereka pakai sebelum menjadi Kristen. Hidup lama mereka berada dalam kegelapan ; percabulan, kecemaran, keserakahan, perkataan yang kotor, kosong, sembrono, penyembah berhala. Kehidupan demikian sah-sah saja pada hidup masyarakat umum Efesus, sekalipun itu sesungguhnya penderitaan (Mazmur 107:10) dan kebodohan (Pengkhotbah 2:14). Namun, setelah mereka memasuki persekutuan baru, dimana mereka telah menjadi anak-anak terang, maka dunia kegelapan itu harus ditinggalkan. 
Jemaat Efesus sekalipun sudah menjadi Kristen tetapi mereka masih  hidup dalam pola lama, mereka hidup dengan tingkah laku masyarakat Efesus umumnya. Padahal mereka sudah menjadi anak-anak terang. Mereka adalah terang : bukan terang dari dalam diri mereka sendiri, tetapi terang dari Tuhan. Mereka adalah terang di dalam Tuhan, mereka telah dipindahkan dari ‘kuasa kegelapan’ dan ditempatkan di dalam’Kerajaan Kristus (Ef. 5:5). Jika menjadi anak-anak terang, maka semua bentuk kehidupan lama itu harus ditinggalkan. Bila perlu, anak-anak terang tidak lagi berkawan dengan mereka yang masih hidup dalam kegelapan (Ef. 5:7). Semua kegelapan itu hanya mendatangkan murka Allah.
Hidup sebagai anak-anak terang haruslah memiliki sifat hidup dalam terang, yaitu berbuahkan kebaikan, keadilan, dan kebenaran. Ketiganya tidak ada pada manusia lama, hanya pada manusia baru sebagai anugerah Allah padanya. Hidup dengan kebaikan, keadilan, dan kebenaran, maka anak-anak terang menunjukkan adanya hasrat untuk memperkenankan kasih Allah itu memenuhi dirinya. Kasih Allah yang memenuhi dirinya itu akan membuat anak-anak terang menikmati hidup sukacita.
Dalam hidup masyarakat Efesus banyak yang sangat bertentangan dengan kehidupan Kristen. Bagi Paulus, menyebutkan saja tidak layak dalam kehidupan Kristen. Paulus mengingatkan anak-anak terang, bahwa mereka sekarang tidak sama lagi seperti dahulu. Sejak mereka bertobat dan menjadi anggota tubuh Kristrus (jemaat), situasi mereka telah berubah.
Orang Kristen tidak hanya menghindari praktek dan pekerjaan jahat; mereka juga bertanggung jawab menelanjangi sifat salah dari dunia di sekitar mereka, dengan cara hidup yang berlawanan dengan cara hidup dunia. Orang Kristen sebagai anak-anak terang di dunia harus memancarkan sinar menerangi pojok-pojok kegelapan dari masyarakat, dimana praktek-praktek kejahatan dilakukan. Terang harus menelanjangi kegelapan itu. 
Pada akhirnya, Paulus mengutip syair sebuah kidung, ‘Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah….’. Nyanyian ini merupakan dorongan sebagai kebangkitan orang yang bertobat dari kematian dosa menuju ke persekutuan dengan Tuhan yang hidup. Tujuannya agar mereka memiliki kekuatan untuk meninggalkan pola hidup lama itu. Jika mereka menghayati syair lagu itu, maka Kristus akan bercahaya atas mereka.

Kita bukan lagi generasi pertama dalam kehidupan Kristen. Namun masih banyak orang-orang Kristen yang hidup dalam pola lama. Kita mestinya meninggalkan sifat-sifat lama dan hidup sebagaimana layaknya anak-anak Tuhan. Agar kita dapat hidup sebagai anak-anak terang maka haruslah ditatang oleh doa, percakapan dan ‘perundingan’ yang terus menerus dengan Dia. Selanjutnya, hidup terang pastilah berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran. Itulah kehidupan yang Tuhan kehendaki sebagai kasih dan rasa syukur. Dengan demikian, kita nampak sebagai orang-orang yang telah hidup dalam kebaharuan.
Minggu kita hari ini disebut Letare, bersukacitalah kamu. Hidup sukacita adalah dimana orang itu dapat melepaskan diri dari beban yang melekat pada dirinya. Sukacita hanya akan dialami oleh orang-orang yang hidup dalam terang. Hanya orang-orang yang hidup dalam terang mampu berletare. Sukacita yang utama anak-anak terang adalah keyakinan, bahwa Kristus telah menyelamatkannya. Pengorbanan Kristus telah membuatnya menjadi terang dan pewaris Kerajaan Sorga. Kekayaan Kristus itu adalah, dimana kita akan dianugerahi kehidupan sorgawi yang penuh sukacita. Kekayaan Kristus itu harus sudah nampak dalam kehidupan berjemaat, sebab jemaat adalah tubuh Kristus.  Dengan demikian, maka seluruh jemaat akan mengalami sukacita yang luar biasa dalam menjalani hidup ini. AMIN

3 Agustus 2013

1 Petrus 3:8-12 (Khotbah Minggu, 4 Agustus 2013)



                                     MATA TUHAN TERTUJU PADA ORANG BENAR

Sebuah komunitas selalu memberikan nilai-nilai tertentu bagi anggotanya. Nilai dasar dari sebuah komunitas menjadi baik jika tiap-tiap orang saling memiliki perasaan (simpati). Rasa simpati seorang terhadap yang lain akan menumbuhkan seia sekata, yang menggambarkan persatuan dalam suatu komunitas. Komunitas yang penuh saling rasa itu akan membuat orang-orang mengikatkan diri dengan sukacita. Tetapi tidak jarang sebuah komunitas di dalamnya penuh kejahatan, caci maki. Komunitas yang demikian akan membuat orang merasa tidak nyaman di dalamnya. Akibatnya, orang akan menjauhkan diri dari komunitas tersebut.

11 Juli 2013

1 Raja-raja 3:4-12 (Minggu, 30 Juli 2017))




        MINTALAH HIKMAT DARI TUHAN

Ada empat orang bersaudara yang menerima warisan dari orangtua mereka. Masing-masing mereka sebuah rumah. Selain itu, orangtua mereka juga mewariskan sebuah usaha. Mengenai usaha itu, dalam surat wasiat ditetapkan bahwa keuntungan dari usaha itu dibagi bersama oleh anak-anaknya. Sepeninggal kedua orangtua itu, anak-anak itu hidup rukun dan masing-masing menerima bagian atas keuntungan dari usaha itu dengan sukacita. 

Yohanes 15:9-17 (Khotbah Minggu, 21 Juli 2013)



AKAR SALING MENGASIHI

Kata kasih sudah begitu melekat dalam kehidupan Kristiani, bahkan seperti sudah milik Kristen. Kasih itu memang layak menjadi milik Kristen jika kasih yang dilakukan orang Kristen itu berakar pada kasih Kristus. 

Lukas 10:25-37 (Khotbah Minggu)



MENJADI SESAMA MANUSIA

10:25 Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"
10:26 Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?"
10:27 Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
10:28 Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup."
10:29 Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?"
10:30 Jawab Yesus: "Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati.
10:31 Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan.
10:32 Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan.
10:33 Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.
10:34 Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya.
10:35 Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.
10:36 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?"
10:37 Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!"