GEREJA ADALAH
PERSEKUTUAN DALAM HIDUP KEKAL
Kita
baru saja memperingati malam passion, kematian dan kebangkitan Yesus. Dalam
peringatan itu ada yang sampai meneteskan air mata. Hanya saja saya tidak tahu,
apakah orang yang menangis itu karena sungguh-sungguh menyadari penderitaan
Yesus akibat dosanya ; atau, orang itu menangis karena penderitaannya sendiri.
Lalu, pada hari kebangkitan kita diajak untuk bersukacita. Dari semua acara
passion, Jumat Agung, dan Minggu Kebangkitan ; pesan yang hendak disampaikan
adalah, adanya pengampunan dosa dan kehidupan kekal.
Yohanes sungguh-sungguh mendengar, melihat, dan
meraba, yang terjadi pada Yesus. Ia adalah Firman Hidup. Semua itu mengajak
Yohanes untuk mewartakan/bersaksi adanya hidup kekal. Artinya ; kehidupan
manusia tidak sekedar lahir – bergumul – mati – kemudian dihantar ke kuburan.
Tetapi ada kehidupan kekal. Dan untuk itulah sesungguhnya mengapa kita perlu
beriman. Iman kita lebih terarah kepada kehidupan yang kekal itu. Siasialah
kita beriman kalau hanya menghadapi kehidupan saat ini. (I Korintus 15 : 19) : ‘Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada
Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia’.
Orang-orang
yang beriman ditandai dengan membangun persekutuan. Di dalam persekutuan
itulah, orang-orang beriman menantikan hidup kekal itu. Orang-orang yang berada
di dalam persekutuan adalah orang-orang yang percaya akan hidup kekal. Kalau
ada orang di dalam suatu persekutuan tetapi ia tidak dipercaya hidup kekal, ia
akan menjadi batu sandungan di dalam persekutuan itu.
Yang
dimaksud dengan persekutuan adanya rasa kebersamaan. Konteks gereja mula-mula
membangun persekutuan (Kisah 2 : 42 - 47) ; memecahkan roti dan berdoa, ada
banyak mujizat dan tanda, kepunyaan
mereka adalah kepunyaan bersama, membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai
dengan keperluan, bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul, makan
bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, mereka disukai semua orang.
Dengan kata lain, di dalam persekutuan terjalin begitu indah.
Supaya
persekutuan yang indah itu dapat terpelihara, maka persekutuan itu dilandasi
pada Bapa dan AnakNya, Yesus Kristus.
(5) Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada
kegelapan. Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun
kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan
kebenaran. Di dalam persekutuan itu tidak ada alip-alipan, ‘patar songon indahan di balanga’. Semuanya harus ada keterbukaan.
Di situ akan tampak kebenaran. Di dalam gereja tidak ada yang tersembunyi.
Hidup di dalam persekutuan itu harus penuh dengan sukacita. Setiap anggota
harus merasakan sukacita dan damai sejahtera di dalam persekutuan itu. Tidak
ada yang jenuh, tidak ada yang bersungutsungut. Tidak membedakan status
anggotanya. Dengan demikian, setiap anggota persekutuan sungguh-sunguh
menikmati kasih Allah, sehingga setiap anggota setia menantikan hidup kekal
itu.
Bagaimana
Persekutuan (Gereja) masa kini, apakah masih memelihara persekutuannya dengan
benar, yang dilandasi oleh Terang yang dari Bapa dan AnakNya Yesus Kristus ?
Secara Tata Gereja pasti ‘Ya’. Tapi perlu dipertanyakan ulang tentang
realitanya. Apakah Gereja masih bersaksi dan apa yang perlu kita saksikan /
wartakan ? Haruslah : Kasih Allah ! Bersaksi adalah amanat Tuhan Yesus kepada
orang-orang percaya. Cara menjadi saksi Kristus bukan hanya dalam bentuk verbal
(kata-kata) semata, namun yang lebih utama lagi dilakukan dalam bentuk nyata,
yaitu kata, perbuatan dan atau sikap. Yang membuat orang bersukacita. Kesaksian
orang Kristen, bukan supaya bagaimana kita menjadi besar, tetapi supaya Nama
Allah makin dimuliakan.
Gereja sebagai tempat
persekutuan yang indah, penuh sukacita seharusnya dirasakan oleh setiap orang
yang tergabung dalam persekutuan sambil menantikan hidup kekal itu. AMIN
Pdt. H. Gurning
GKPI Rawamangun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar