IMAN YANG
MENYELAMATKAN
Secara khusus injil Lukas banyak
menceritakan tentang perhatian Yesus kepada wanita, sehingga tidak mengherankan
jika Injil Lukas oleh sebagian orang disebut sebagai ‘Injil kaum Wanita. Injil
ini disebut juga ‘injil untuk orang terbuang’, karena selain menceritakan
keberadaan Yesus sebagai anak Allah, ia lebih banyak menceritakan rasa belas
kasihan Yesus terhadap sesama manusia, mereka yang lemah, miskin, menderita dan
terbuang dari masyarakat ramai. Seperti seorang dokter yang mampu menyembuhkan
dengan segera, demikian Yesus sebagai penyelamat, sebagai pembebas bagi orang
yang butuh akan keselamatan dan pembebasan.
Karya penyelamatan Yesus tidak terikat oleh
hukum dunia, tetapi Ia menerobos tradisi (Yahudi), yang menganggap hanya
merekalah anak Abraham, bangsa pilihan Allah. Tidak terkecuali Yahudi atau
Yunani, laki-laki atau perempuan, mereka akan bersama-sama duduk dalam meja
Perjamuan Allah.
Perikop ini
didahului suatu pengantar yang menceritakan tempat, situasi kejadian, di
rumah seorang Farisi bernama Simon dalam suatu perjamuan makan. Suatu
kebanggaan bagi Simon menunjukkan kepada teman-temannya atas keberhasilannya
mengundang makan ke rumahnya seorang guru terkenal, bahkan Nabi.
Tradisi Palestina menyatakan (memandang)
wanita sebagai manusia kelas dua, wannita itu lebih rendah dari laki-laki (lih
Luk 8:2-3), wanita adalah milik laki-laki untuk kepentingan hidup kelamin.
Bagaimana lagi apabila wanita itu adalah pelacur yang sudah dikenal oleh
masyarakat, yang tersingkir dari status kemasyarakatan karena pekerjaannya yang
penuh dosa, layakkah menghampiri seorang nabi ? Menurut hukum Yahudi, sentuhan
pelacur itu akan menajiskan Yesus, apakah Ia lupa atau sengaja melupakan bahwa
Dia seorang Nabi?
Wanita itu pasti sudah mengenal Yesus, atau
sedikitnya pernah mendengar nama itu, sehingga ketika ia mendengar bahwa Yesus
berada di kotanya, dengan penuh penyesalan akan dosanya datang kepada Yesus.
Imannya telah melahirkan pertobatan. Ia percaya, bahwa manusia sejati itu bukan
hanya suci adanya, tetapi juga mengasihi segala manusia. Latar belakang
kehidupan yang penuh dosa tidak akan menghalangi kasih Allah.
Berbeda dengan hukum dunia, Yesus tidak
menolak wanita itu dan membiarkannya menumpahkan segala dosanya dan menunjukkan
keyakinan imannya dengan membersihkan kaki Yesus dengan air mata, rambut dan
wewangian yang dibawanya. Hal yang belum pernah dilakukan oleh murid sendiri,
bahkan tuan rumah yang mengundang Yesus tidak menyediakan air basuhan, seperti
lajimnya tradisi menerima tamu. Seorang wanita yang tidak punya sedikitpun
harga diri, dengan kehadiran Yesus, telah menemukan dirinya sendiri, menemukan
pengampunan, penyucian dan diterima sebagai anak Allah ( bnd. Luk. 15: 24).
Kehadiran pelacur dalam perjamuan merupakan
penghinaan bagi Simon. Sambutan Yesus kepada tamu tak diundang menambah
keraguan di hati Simon akan ke-nabi-an Yesus. Bukankah tradisi mengatakan bahwa
rabi tidak boleh dilayani wanita? Gejolak hati Simon dijawab dengan suatu
perumpamaan yang mengajak pendengarnya merefleksikan sendiri dalam
kehidupannya, sehingga dapat dinilai secara obyektif. Tidak mampu dan karunia
menjadi inti dari perumpamaan ini. Yang berhutang lebih banyak lebih merasakan
kebaikan si peminjam, sehingga ia pun akan lebih mengasihi. Yesus tidak hanya
sebagai teman, tetapi juga adalah penyelamat pun bagi orang yang sangat jauh
tenggelam dalam dosa dan sangat jauh tersesat. (Luk. 5:32; 19:10).
Yesus mengajar Simon arti perumpamaan itu,
bagaimana seharusnya memandang seorang manusia, bahkan seorang berdosa
sekalipun. Yesus tidak setuju, bila manusia memandang hina sesamanya dan
menghakiminya. Memandang sambil menghakimi adalah memandang tanpa kasih, dan
itu akan membutakan manusia pada pekerjaan Allah.
Siapakah pelepas utang wanita itu ? Tuhan
sendiri. Ia tidak melepaskan dirinya sendiri. Ia sadar akan hal itu, sehingga
datang kepada Yesus tanpa keragu-raguan sedikitpun; dan tindakan itu sangat
tepat. Berbeda dengan Simon yang hanya memandang lahiriah manusia. Yesus
memandang ke dalam hati manusia. Pada saat seseorang sadar akan kebutuhannya
akan kehadiran Yesus, sejak itu pintu keselamatan terbuka untuk mereka ( Luk.
19:6). Keselamatan pertama-tama menyangkut rahmat Tuhan yang merangkul semua
manusia (Luk. 4:19), dan keselamatan itu didasarkan atas pembenaran manusia
oleh Allah, bukan oleh manusia. Manusia oleh kasih karunia telah dibenarkan
karena penebusan dalam Kristus Yesus ( Rom 3:24).
“Dosamu telah diampuni”, Yesus bertindak
sebagai si pelepas utang, menghapus hutang peminjam secara cuma-cuma. “Imanmu
telah menyelamatkan engkau!”. Wanita itu mendekati Yesus karena iman, dengan
keyakinan bahwa Yesus dapat menyelamatkan biarpun ia tidak tahu bagaimana
caranya. Ia hanya tamu memperlakukan Yesus sebagai Juruselamatnya dengan
seluruh jiwa raganya.
Dalam karya penyelamatanNya, Yesus tidak
membedakan manusia atas jenis kelamin, status sosial maupun latar belakang
kehidupannya. Bagi Yesus yang terpenting adalah iman. Iman itu akan mebuahkan
pertobatan yang akan mengubah seluruh kehidupan, dengan meninggalkan kehidupan
lama untuk berbalik memasuki kehidupan baru; mengasihi Allah. Kesediaan Allah
menerima manusia kembali, bukan semata-mata karena perbuatan manusia, tetapi
adalah karena Kasih Karunia Allah.
Cara Yesus menegor Simon sangat halus dan
tepat, tanpa menimbulkan sakit hati. Suatu metode menasehati yang sangat tepat,
yang sangat perlu diperhatikan oleh orang Kristen dan dipedomani para pelayan
Gereja. AMIN
David Badiaraja Sihombing
Mah. Praktek UKDW Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar