MENYERAHKAN SEGENAP
HIDUP PADA TUHAN (Kisah Rasul 7:54-60)
Menjadi hamba Tuhan tampaknya sederhana.
Tetapi ketika memasuki wilayah pelayanannya, ia diperhadapkan dengan kesulitan
dan pergumulan yang berat. Bahkan seperti bacaan kita ini, seorang yang
terpanggil melayani Tuhan tetapi harus berurusan dengan Mahkamah Agama.
Pada masa awal, gereja bertumbuh
begitu pesat. Seiring dengan pertumbuhan itu maka gereja perlu meningkatkan
pelayanannya. Rupa-rupanya, struktur pelayanan waktu itu banyak meniru seperti
jumlah murid Yesus, yaitu 12 rasul setiap persekutuan. Rasul yang 12 orang ini
akan melayani segala yang berkaitan dengan pelayanan rohani dan jasmani.
Tetapi, seiring dengan peningkatan itu, maka rasul yang 12 orang itu tidak
mampu lagi melayani seluruhnya. Karena itu, baik para Rasul maupun jemaat
sepakat untuk mengangkat pelayan dari jemaat biasa. Lalu melalui ‘Sidang Umum
Jemaat’ dipilih, diangkat, dan ditetapkan 7 orang pelayan meja. Salah seorang
di antaranya bernama Stefanus.
Stefanus telah menyerahkan segenap hidupnya
pada Tuhan. Dalam pelayanannya, ia bukan saja melayani meja tetapi ia
dianugerahi karunia dan kuasa, mengadakan mujizat-mujizat dan tanda-tanda. Ini
luar biasa. Pelayanan yang demikian tentunya memberikan pertumbuhan yang luar
biasa bagi persekutuan Kristen itu. Namun inilah masalahnya, tidak semua orang
senang menikmati pertumbuhan. Anehnya, ‘ketidaksenangan’ atas pertumbuhan itu
datang dari anggota persekutuan itu sendiri. Beberapa orang jemaat mengadakan
‘rekayasa’. Mereka mengadakan percakapan dengan Stefanus. Lalu dari percakapan
itu mereka menuduh bahwa Stefanus telah
menghujat Musa dan Allah. Mereka kemudian menghasut beberapa orang untuk mau
memberi kesaksian, bahwa Stefanus memang telah mengatakan hujatan itu.
Mereka kemudian membawa persoalan itu ke
Mahkamah Agama. Stefanus memang diberikan waktu untuk bersaksi dan menyatakan
pembelaan. Tetapi karena yang terjadi padanya hanyalah rekayasa, maka segala
usaha yang diperbuat tidak ada manfaatnya. ke pengadilan manapun dibawa sebuah
persoalan yang direkayasa, maka hasilnya sudah dapat diketahui, Stefanus
dihukum. Bahkan kesaksian dan pembelaan yang dilakukan Stefanus membuat berang
para anggota Mahkamah Agama. Sesuai dengan hukum yang berlaku pada saat itu, tuduhan
yang dikenakan kepada Stefanus, maka ia dilempari, bukan dengan kapas tapi
tentunya dengan batu.
Namun, sebelum dijatuhi hukuman, Stefanus
yang penuh dengan Roh Kudus itu menatap ke langit. Dan ia mengalami suatu
penglihatan, Yesus yang diimaninya itu berdiri di sebelah kanan Allah, yang
penuh kemuliaan. Penglihatan itu begitu dekat dirasakannya. Tuhan Yesus yang
diimaninya itu ternyata hadir dalam kehidupannya yang penuh pergulatan itu.
Kesetiaan Stefanus tidak sia-sia. Tuhan Yesus ada bahkan menyatakan diri bagi
hambaNya di saat datang pergumulan. Tuhan Yesus selalu menyertai hamba yang
setia kepadaNya.
Sekalipun Stefanus telah dilempari tetapi
ia masih berdoa. Hamba Tuhan yang benar bukan saja teruji pada masa
pelayanannya tapi juga tampak pada akhir hidupnya. Inilah doa Stefanus sebelum
meninggal (59-60) : "Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku. Tuhan, janganlah
tanggungkan dosa ini kepada mereka!"
Saat mempersiapkan renungan ini, saya
sempat tertegun ; sebagai hamba Tuhan, apakah saya mampu berdoa seperti
Stefanus ini ? Apakah saya mampu berdoa di saat penderitaan yang luar biasa
datang menghampiriku, dan memberi pengampunan bagi orang yang membuat saya
menderita ? Stefanus telah menunjukkan dirinya sebagai hamba Tuhan yang setia.
Kesetiaan yang Stefanus perbuat ini kelak menghasilkan buah. Saulus yang ikut
menganiaya Stefanus, kelak menjadi saksi dari iman Stefanus. Saulus bertobat, dan
namanya menjadi Paulus.
Minggu lalu, kita disajikan Mazmur 23 yang
menyebutkan Tuhan adalah gembala kita. Pengakuan seperti itu bukan sekedar
membawa kita pada kehidupan yang menyenangkan, menurut ukuran dunia. Tetapi juga
keberanian kita menerima resiko berat sebagai konsekwensi kesetiaan kita pada
Tuhan. Kesediaan Stefanus atas panggilannya karena ia percaya bahwa Tuhan yang
menuntun dan menguatkannya dalam pelayanan meja. Stefanus mengadakan mujizat
dan tanda-tanda merupakan nilai lebih yang dimilikinya. Tetapi kemampuan yang
dimiliki bukan karena kehebatannya tetapi karena kuat kuasa Tuhan yang bekerja
melalui dirinya. Penderitaan yang dialami Stefanus juga tetap dalam
penggembalaan Tuhan, sehingga ia dimampukan mengucapkan doa pengampunan. Sebab
menjadikan Tuhan sebagai gembala berarti juga seperti tema minggu ini MENYERAHKAN
SEGENAP HIDUP PADA TUHAN.
Mengapa gereja sulit berekembang ? Benar,
ada hambatan yang datang dari luar, tetapi bukankah lebih sering dari dalam ? Gereja
seringkali berputar-putar ; dari tahun ke tahun gereja tidak bertumbuh.
Kelengkapan dan struktur gereja cukup. Tetapi semua persembahan hanya untuk
membiayai kelengkapan itu, tidak dirasakan ada kemajuan. Fungsi gereja menjadi
tidak tampak. Tak mengherankan, karena di dalam persekutuan yang terjadi adalah
perdebatan dan saling kritik, bahkan membawa masalah gereja ke gelanggang
pengadilan, bukannya didoakan. Jangan Tanya siapa yang bersalah tetapi
hendaklah semua menundukkan hati pada Tuhan, mengaku dosa di hadapanNya.
Setiap orang percaya mestinya menyerahkan
segenap hidup pada Tuhan. Anggota persekutuan berdoa bagi para hambanya dan mendukung
pelayanan mereka dalam banyak hal, sehingga para pelayan dimampukan melakukan
pelayanannya dengan baik dan bersukacita. Hasilnya, gereja akan bertumbuh
sesuai dengan kehendak Tuhan. AMIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar