MENGIRINGI YESUS
DENGAN BERGEMBIRA DAN MEMUJI ALLAH
Keluarnya sekelompok budak-budak dari Mesir
yang kemudian menjadi umat Tuhan merupakan suatu kenangan indah. Peristiwa itu
menjadi kenangan yang tak terlupakan bagi umat Tuhan. Mereka mengenang dan
mensyukuri pembebasan itu dengan pesta yang disebut Paskah. Orang yang datang
ke pesta itu, selain karena dorongan hati, ada juga karena aturan yang menetapkan, bahwa setiap orang
Yahudi yang berjarak 20 Mil dari Yerusalem diwajibkan mengikuti pesta itu. Oleh
sebab itu, kedatangan Yesus ke Yerusalem kali ini adalah juga dalam rangka
untuk ikut serta merayakan paskah tersebut.
Kehadiran Yesus memang selalu cukup
menciptakan suasana sukacita bagi orang-orang yang berada di sana. Lihatlah,
ketika Yesus menyuruh muridNya mengambil seekor keledai, tanpa banyak alasan si
pemilik keledai segera memberikannya. Pemilik keledai itu menyerahkan
keledainya yang muda sebagai persembahannya, karena ia bersukacita akan
kehadiran Yesus. Jika sudah untuk kemuliaan Tuhan maka tidak ada yang sulit.
Semuanya bagaikan
sudah tertata dan dipersiapkan dengan baik. Keledai sudah ada. Tanpa harus
berpikir kerugian materi, orang di sekitar Yesus menjadikan pakaiannya untuk
menjadi alas tempat duduk Yesus. Bukan hanya tempat duduk, orang banyak
menghamparkan pakaiannya di jalan yang dilalui Yesus bagaikan karpet merah.
Ketika Yesus naik keledai tampak sebuah kesederhanaan dan kelembutan. Yesus
begitu bersahaja sehingga setiap orang yang melihat merasakan kedamaian. Semua
itu adalah kegenapan nubuat Nabi Zakharia (Zak. 9:9), yang menyebutkan bahwa
raja yang datang dengan keledai beban yang muda itu adalah raja yang lemah
lembut. Ini sangat berbeda dengan tradisi para pahlawan dunia yang selalu
menggunakan kuda untuk hendak berperang dan menakutkan. Tetapi dengan keledai
ini, Yesus sesungguhnya menunjukkan kelemah lembutanNya. Yesus datang bukan
untuk berperang tetapi untuk membawa damai. Kelembutan, kesahajaan, kedamaian
yang terpancar pada diri Yesus membuat penduduk Yerusalem makin merasakan
sukacita. Ekspresi penduduk yang mengelu-elukan Yesus mengisyaratkan bahwa
orang banyak itu telah lama merindukan pembebasan. Kini, Kehadiran Yesus
memberi pengharapan baru bagi mereka untuk mengalami pembaharuan.
Selain memberikan persembahan sukacita,
orang banyak juga menyambut Yesus dengan seruan yang meriah. ‘Diberkatilah Dia
yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan, damai sejahtera di sorga dan
kemuliaan di tempat yang mahatinggi!" Yesus disambut dengan seruan
sukacita. Ungkapan ini merupakan pengakuan bahwa Yesus adalah Mesias,
Penyelamat. Orang banyak sungguh
merasakan bahwa kedatangan Yesus yang lemah-lembut itu membawa damai. Mereka
meyakini bahwa Yesus merupakan utusan Tuhan sehingga mereka menyanyikan lagu
dari Mazmur ; ‘diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan’.
Yesus menjadi percakapan yang menarik ;
mulai dari pertanyaan ‘siapakah Yesus’, dst. Tetapi satu hal yang sama dari
semua percakapan itu, “Yesus datang membawa perdamaian’. Ia datang membawa
pembaharuan. Yesus datang bukan dengan kekerasan, melainkan kekuatan cinta
kasih. Yesus datang untuk mendamaikan manusia dengan Allah. Bagaimana Yesus
mendamaikan Allah dengan manusia, itulah yang akan kita renungkan selama
passion yang kita rayakan dalam minggu ini.
Yesus datang membawa pembaharuan dan
kedamaian bagi manusia dengan penuh cinta kasih. Tetapi ada saja orang yang tak
suka atas sukacita orang lain. Orang Farisi berkata kepada Yesus: "Guru,
tegorlah murid-murid-Mu itu." Orang Farisi ini tidak menyukai sikap orang
banyak yang mengiringi Yesus dengan bergembira dan memuji Allah. Karena itu,
Yesus berkata, ‘Jika mereka ini diam, maka batu ini akan berteriak’. Yesus
bukan hendak mengandalkan kuasa dunia, tetapi supaya orang Farisi menyadari
bahwa umat manusia sangat merindukan kedamaian dan keselamatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar