TUHAN ALLAH MENOLONG
AKU
Anda pernah
melihat orang bisu, bukan ? Suaranya besar sekalipun tak jelas yang diucapkan. Orang
sekampung bisa heboh dibuat karena suaranya itu. Orang bisu itu memang
harus berkoak dengan suara besar karena ia menganggap orang lain tidak
mendengar suaranya, seperti dirinya. Ya….orang bisu biasanya dibarengi dengan
tuli, sekalipun tidak semua membenarkan teori itu.
Anda juga pernah
melihat (mendengar cerita) orang yang disiksa tapi tidak melawan, bukan ?
Jangan langsung mengatakan bahwa orang itu tidak berani atau tidak mampu
melawan. Jangan juga katakan bahwa orang yang tak berani melawan itu karena ia bersalah.
Tidak selalu. Ya…orang itu sangat mungkin mengutamakan perdamaian, dengan merendahkan
hatinya. Pernah lho ada Pendeta mangalotak seorang Majelis sampe KO, tapi
itu pasti bukan Kebenaran.
Kemampuan
berbicara dan kerendahan hati menjadi sangat penting bagi seorang hamba Tuhan.
Tetapi di atas semua itu, Tuhan memiliki kuasa atas pemilihan hambaNya. Itulah
pengalaman iman nabi Yesaya sebagai hamba Tuhan. Ketika dipanggil sebagai nabi,
Yesaya menyadari bahwa ia adalah seorang yang najis bibir (fasal 6). Tetapi ia
terus melatih dirinya dengan dengar-dengaran akan firman Tuhan, bahkan
mengambil waktu rutin setiap pagi. Tuhan pun membuka telinganya, sehingga ia
mampu memahami dan memberlakukan firman Tuhan dengan ucapannya. Ia siap menjadi
murid Tuhan untuk mengumandangkan firmanNya. Tuhan mengokohkan Yesaya (deutro)
yang berada di pembuangan untuk menghibur, memberi semangat baru, memberitakan
bahwa Yahwe akan menyelamatkan
umatNya.
Selain kemampuan
berbicara, Seorang hamba Tuhan harus hidup dalam ajaran Tuhan, termasuk bukan
menjadi pemberontak. Adalah suatu resiko bagi seorang hamba Tuhan yang
memberitakan kebenaran. Ia sangat mungkin mengalami penganiayaan ; dihina,
dipukuli, dinodai, dan diludahi bagaikan seorang penjahat. Ia menderita.
Penganiayaan justru datang dari orang-orang yang dilayani. Sebagai seorang
hamba Tuhan yang hidup dalam kebenaran tidak perlu membalas kejahatan dengan
kejahatan, melainkan balaslah kejahatan dengan kebaikan. Inda tolap ? martangiang ho !
Yesaya mengalami
itu dalam hidupnya, tetapi Tuhan tidak pernah berdiam diri. Yesaya begitu
meyakini bahwa Tuhan menolongnya, sehingga ia tidak ternoda. Sebagai orang yang
tak bersalah ia meneguhkan hatinya (tidak goncang) bagaikan kokohnya sebuah
gunung batu. Keteguhan hati Yesaya bukan karena ‘kejugulan’nya sendiri tetapi karena
Tuhan yang menolongnya. Yesaya meyakini bahwa Tuhan Penyelamat dan Kebenaran
itu akan tiba.
Deutro Yesaya
berusaha meyakinkan umat Tuhan agar tetap berpegang pada Tuhan saja. Berita itu
sangat tepat di tengah-tengah kehidupan agama yang politheistis di Babel. Umat
Tuhan tidak perlu terpesona dengan illah-illah dan takut dengan kuasa Babel.
Hamba Tuhan yang berkuasa menyelamatkan akan segera tiba. Bahkan ia bukan hanya
berkuasa atas Israel dan Babel saja tetapi mesias bagi seluruh dunia (Yesaya
42:1-9). Hamba itu sedang dipersiapkan oleh Tuhan dan menyadari kesulitan tugas
yang bakal ditanggungnya. Penderitaan yang ditanggung mengandung makna
pengampunan. Penderitaan itu bukan dianggap sebagai konsekwensi dari tugas sang
hamba, melainkan sebagai bagian tugas itu sendiri.
Yesus
Kristus…..itulah Penolong. Yesus adalah Kebenaran. Yesus menyapa setiap insan
dengan kata-kata yang menghibur, menguatkan bagi yang letih lesu. Yesus memberi
pengharapan, semangat baru, dan mengampuni orang-orang berdosa. Telinga Yesus
cukup tajam mendengar setiap keluh-kesah, jeritan umat manusia. Dan Yesus
menaatkan diriNya pada tugas utamaNya, rela menderita demi penebusan dosa-dosa
manusia.
Kita adalah
orang-orang yang telah ditebus oleh Tuhan, namun dosa akan terus menggoda
kehidupan ini. Sebagai orang yang ditebus oleh Yesus Kristus, Tuhan memakai
kita sebagai hambaNya. Tuhan dapat memakai kita melalui ucapan yang menghibur
dan menguatkan. Perkataan baik yang diucapkan dengan bijak memperlihatkan bahwa
orang yang berbicara mempunyai akal sehat, tetapi kata-kata fasik akan menuntun
kepada hukuman bagi orang yang mengatakannya. Kata-kata mempunyai kuasa untuk
mendatangkan kebaikan dan kejahatan. Kita dapat berbicara agar menjadi berkat
bagi kita dan orang lain, bila kita senantiasa mendengar firman Tuhan yang
mengubahkan hati dan pikiran kita.
Orang yang bibir
najis tidak layak menjadi hamba Tuhan karena bukannya menguatkan orang lain
tapi malah menjadi sandungan. Tuhan memberikan mulut bukan sekedar tempat
memasukkan saksang dan panggang saja, tetapi lebih utama supaya dari dalamnya
keluar kata-kata yang memberi semangat bagi banyak orang.
Bangunlah mulut
kita dengan mendengarkan firman Tuhan, sehingga kata-kata kita tidak menjadi
sandungan bagi orang lain melainkan mengubahkan setiap orang menjadi murid
Tuhan. AMIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar