KASIH KEPADA ALLAH DAN SESAMA
Umat Tuhan sudah
mengenal ‘kasih’ sejak zaman Perjanjian Lama. Kata itu sudah menggema dalam
ajaran umat Tuhan. Para penguasa agama telah mengumandangkan itu dalam ajarannya,
yang tertuang di dalam Taurat. Sayang sekali penguasa agama memberikan ‘tafsir
terlalu dalam’. Mereka mengurai hukum Taurat itu dengan 613 aturan (kasuistik),
yang membuat membuat orang kecil dan lemah menggelepar.
Kehadiran Yesus
adalah juga hendak dan telah memberlakukan kasih itu. Sentuhan Yesus terhadap
para janda, yatim-piatu, orang miskin dan orang lemah merupakan penegakan
terhadap hukum kasih. Sesungguhnya Yesus tidak merasa perlu lagi mengungkapkan
kata kasih ini, sebab Dia sudah memberlakukan hukum itu dalam setiap gerak
hidupNya. Tetapi Yesus harus menjelaskan karena orang-orang Farisi dan Saduki
serta seorang ahli Taurat datang menjumpai dan bertanya pada Yesus. Orang Farisi
dan Saduki mencobai Yesus dengan mengajukan pertanyaan tentang hukum yang
terutama. Yesus menjawab ‘pertanyaan jebakan’ itu dengan menggabungkan Ulangan 6:5
dengan Imamat 19:18. Yesus memperlihatkan bahwa mengasihi Tuhan dan mengasihi
sesama manusia tidak dapat dipisahkan.
Jelas, Yesus dan
ahli Taurat itu sama-sama mengajarkan kasih dari sumber yang sama, Taurat.
Bedanya, Yesus melakukan kasih dan Ia sendiri adalah kasih, sedangkan para ahli
Taurat hanya sebatas kata-kata. Mereka justru menerapkan hukum kasih itu untuk
memeras orang lain.
Memang hukum yang
pertama dan yang terutama adalah ‘mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa,
dan akal budi’. Sebutan ketiga unsur kepribadian manusia itu dimaksudkan untuk menekankan
keutuhan manusia itu, bahwa kepatuhan manusia kepada Tuhan bukan
formalitas atau seadanya saja, tapi
mendalam secara total. Mengasihi Tuhan itu hendaknya dengan perasaan yang
penuh, pimpinan akal budi, dan tindakan yang dinamis. Kasih kepada Tuhan
semacam inilah yang mendorong manusia dapat mengasihi sesamanya. Sebab
mengasihi sesama berarti mengasihi ciptaan Allah, gambar wujud Allah itu. Tanpa
didasari kasih kepada Allah secara benar mustahil mengasihi sesamanya secara
benar.
Sedangkan sesama
manusia yang dikasihi itu bukanlah sesama umat Israel saja tetapi semua orang
yang membutuhkan pertolongan (Luk, 10:29-37), bahkan musuh (Matius 5:44).
Sementara, diri sendiri dipakai sebagai titik tolak dalam mengasihi sesama.
Manusia yang cenderung mengasihi diri sendiri itu diajak untuk tidak berhenti
dalam mengasihi diri sendiri justru mengasihi sesama.
Kasih itu
bersumber dari Allah dan Allah itu kasih. Yesus anak Daud itu adalah Allah yang
hadir di bumi. Matius mengaitkan silsilah Yesus dan sumber kuasaNya. Yesus adalah
anak Daud. Nama Daud memiliki otoritas dalam kehidupan umat Tuhan. Farisi dan
Saduki, serta ahli Taurat tidak dapat menyangkal wibawa nama Daud. Dari
keturunannyalah lahir Mesias. Itulah Yesus. Dia adalah Mesias yang diutus
Tuhan.
Dengan demikian,
hukum kasih yang disampaikan oleh Farisi, Saduki, dan ahli Taurat adalah Yesus
sendiri. Yesus adalah kasih. Maka, Farisi yang selalu menentang Yesus berarti
telah menentang ajaran mereka sendiri. Terungkaplah kemunafikan Yahudi dan
Farisi.
Penjelasan Yesus
itu telah membuah Farisi dan Saduki terkapar. Sejak itu mereka tidak lagi
berani mencobai Yesus, sampai kelak iblis besar menggoda mereka kembali untuk
bersekongkol menggiring Yesus ke kayu salib.
Praktek agama
kebanyakan secara format dan seremonial
Antusias jemaat
untuk beribadah saat ini patut diapresiasi. Beberapa gereja kewalahan menampung
kehadiran jemaat. Gedung gereja bertambah, dan tak sedikit gereja menambah
jadwal beribadah. Semua ini menunjukkan semangat beragama (seremonial) makin
tinggi. Namun, bagaimanakah implikasi dari setiap ajaran Tuhan dalam keseharian
? Bolehkah disebut relasi seorang jemaat dengan lainnya sangat baik ? Adakah
suasana sukacita terasa di dalam persekutuan gereja ? Bolehkah kita bersyukur
seperti Paulus yang melihat jemaat Tesalonika melakukan imannya (1 Tes.1:3) ?
Berhentilah
bicara kasih jika kita sama sekali tak melakukannya. Kasih dapat dipraktekkan
apabila kita memperbaharui komitmen mengasihi Tuhan dengan sebulat hati, jiwa
dan kekuatan. Dari komitmen itu dipraktekkan tindakan-tindakan konkrit, seperti
yang telah dicontohkan oleh sang Guru, Yesus Kristus. AMIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar