CERITAKANLAH KEBESARAN TUHAN
Mazmur 96:1-9
Dua hal yang
dihimbau pemazmur dalam nas ini untuk dilakukan umat Tuhan adalah bernyanyi dan
bercerita. Bernyanyi sudah menjadi bagian dari peribadahan umat Tuhan. Namun kali ini,
pemazmur tidak sekedar mengajak bernyanyi (lagu lama) tetapi melantunkan nyanyian
baru. Nyanyian baru yang dimaksud bukan soal not atau liriknya melainkan
muatan/isi lagu itu sendiri. Isi nyanyian itu tentu begitu penting. Karena
pentingnya, selain dinyanyikan, pemazmur juga menghimbau supaya isi/muatan
nyanyian juga perlu diceritakan. Selanjutnya, pemazmur tidak ingin nyanyian itu sekedar lagu dan cerita
belaka tetapi agar konten lagu tersebut dapat diimplementasikan di dalam
kehidupan umat.
Inti muatan nyanyian
dan yang perlu diceritakan itu adalah tentang perbuatan Allah yang ajaib. Allah itu adalah keselamatan. Pemazmur merasakan bahwa Allah Yang Maha Besar itu adalah sumber
keselamatan. Itulah yang menjadi inti nyanyian dan perlu diceritakan supaya orang lain dan
banyak bangsa bertekut lutut kepadaNya.
Dia adalah Allah
yang memberi keselamatan dahulu, sekarang dan yang akan datang. (a) Allah itu
telah membebaskan umatNya dari perbudakan serta menuntunnya dalam perjalanan selama
empat puluh tahun, dari Mesir hingga memasuki tanah Kanaan. (b) Allah menjagai
umatNya dari ancaman musuh berbagai bangsa. Allah melakukan semua itu dengan
keajaiban. Pengasihan Allah begitu nyata dirasakan oleh umatNya. (c) Allah juga
yang memberi keselamatan kekal bagi umat percaya, yang dilakukan oleh Tuhan
Yesus Kristus.
Allah Israel
adalah Allah dari segala allah bangsa-bangsa. Ada cerita kuno di Timur Tengah tentang
persatuan dewa-dewa, yang disebut amphyktiony. Para dewa-dewa itu mengakui
bahwa dewa yang terhebat dan terkuat adalah dewa yang berasal dari Kanaan. Ia
lebih dahsyat dari pada segala dewa lain. Maka disepakatilah, bahwa yang
menjadi ‘big boss’ para dewa itu adalah dewa yang berasal dari Kanaan. BagiNyalah
keagungan, kekuatan, dan kehormatan.
Pemazmur tidak
ingin umat Tuhan berhenti pada pengenalan dan penghayatan tentang Allah yang
ajaib itu. Buah dari penghayatan itu adalah dimana umat perlu mengekpresikannya
(afektif) dengan membawa persembahan. Persembahan yang benar kepada Tuhan
bukanlah sekedar memberikan materi, tetapi haruslah memberikannya dengan
hormat, yaitu melalui penyembahan. Umat datang dengan gemetar (hormat) karena
merasa tidak layak dengan persembahan yang diberikan. Persembahan diberikan
dengan kerendahan hati. Persembahan yang benar kepada Tuhan adalah persembahan
yang diberikan melalui ibadah. Inilah yang disebut penyembahan dan persembahan.
Nyanyian, cerita,
penyembahan, dan persembahan menjadi tanda ketaatan umat kepada Allah yang
ajaib itu.
Kita orang-orang
percaya telah mewarisi tradisi dari umat Tuhan untuk bernyanyi dalam ibadah.
Walaupun nyanyian bukan menjadi inti tetapi menjadi bagian penting dalam
ibadah. Kita merasa kurang afdol beribadah jika tidak disertai nyanyian.
Gereja bahkan menambah nyanyian jemaat dengan paduan suara atau vocal group.
Semua itu untuk menambah semaraknya ibadah.
Namun perlu kita
renungkan, sejauh mana penghayatan kita terhadap isi/muatan nyanyian itu. Adakah
kita mengimplementasikannya nyanyian-nyanyian yang dikumandangkan ?
‘na dila
parende’ adalah kritik terhadap para penyanyi yang tidak
mengimplementasikan isi/muatan nyanyian itu dalam hidupnya. Nyanyian hanya
sebuah lagu kosong, hampa, tanpa makna. Lebih perlu lagi dikritisi atau
tepatnya kritik bagi kelompok-kelompok paduan suara, yang bukan saja tidak
mengimplementasikan nyanyian, melainkan hanya ajang ‘mempertontonkan
kehebatan’, bahkan sering kali menimbulkan kegaduhan di antara sesama. Kelompok
paduan suara seperti ini perlu dibubarkan ! ….hahahahha….. ngak usah
tersinggung ya ! Tapi kalau ada yang tersinggung berarti kritik ini benar.
Silahkan bubar …. Itu nambah dosa !
Nyanyian pujian
atas kebesaran Tuhan mestinya mendorong setiap umat untuk memberlakukannya
secara langsung. Umat datang menyembah dan disertai persembahan. Persembahan
yang dimaksud adalah materi, yang juga bersumber dari Tuhan. Pada masa lalu, persembahan
berbentuk barang (umumnya hasil panen atau hewan), tapi kini persembahan itu
berbentuk uang, hepeng, duit, money. Itu jelas (ay.8), bukan hati ! Yang perlu
direnungkan, berapa persembahan yang saudara beri kepada Tuhan ? Jangan memberi
persembahan berdasarkan yang di sebelahmu atau tetanggamu, … jangan juga
berdasarkan harga lontong, tapi berilah berdasarkan seberapa besar yang Tuhan
percayakan kepadamu. Lalu, ajak hatimu untuk memberi persembahan itu dengan
rela. Itulah persembahan yang penuh sukacita.
Melalui
penyembahan dan persembahan yang benar itulah, maka kita telah turut
menyanyikan dan menceritakan kebesaran Tuhan. AMIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar