JIWAKU HAUS KEPADA ALLAH
Dalam hidup
manusia, acapkali yang terlihat adalah kejasmanian manusia ; fisik dan atau
materi. Penilaian senangnya seseorang, termasuk diri sendiri diukur dari hal
jasmani itu. Artinya, kebahagiaan seseorang diukur dari yang terlihat. Jika
seseorang memiliki kekayaan maka ia disebut bahagia. Benarkah demikian ?
Merenungkan
Mazmur 42 ini, kita diajak melihat satu hal yang lebih penting di dalam diri
manusia. Mazmur ini mulai dengan menggambarkan rusa yang merindukan sungai yang
berair. Sama seperti makhluk lain, rusa membutuhkan air. Binatang ini suka
berada di tepi sungai. Selain membutuhkan air untuk minumannya, sungai yang
berair menjadi penting bagi peyelamat rusa. Ketika diserang oleh binatang buas biasanya
rusa-rusa akan lari, sekalipun ia memiliki tanduk panjang. Rusa itu akan lari
dengan menceburkan diri ke sungai sehingga para pemangsa tidak dapat mencium
lagi baunya. Dengan demikian, sungai yang berair sangat penting bagi rusa,
selain kebutuhan fisiknya juga menjadi keselamatannya.
Gambaran rusa
yang sangat membutuhkan sungai berair untuk keselamatannya, demikian hati pemazmur
kepada Tuhan. Pemazmur memang diperhadapkan dengan pergumulan berat, yang
membuatnya menangis siang dan malam. Beratnya pergumulan pemazmur ini
dilukiskan dengan kalimat ‘jiwaku gundah gulana’ (use ma huhilala rohangku
di bagasan).
Dalam menghadapi
kemelut hidup yang dialami pemazmur, hanya Allah yang dapat menenangkan
hatinya. Ia ingin segera berjumpa dengan Allah. Karena itu, ia segera melangkah
ke rumah Allah. Ia ingin bersyukur kepadaNya, sebab hanya Allah yang dapat
menolong, menenteramkan jiwanya.
Barangkali tak
seorang ingin menderita dalam hidup ini. Sedapat mungkin, kalaupun hidup makmur tidak tercapai, setidak-tidaknya
janganlah menderita. Itu kira-kira harapan manusia dalam hidup ini. Namun
kenyataannya hidup adalah penderitaan. Penderitaan tidak pernah lepas dari hidup manusia. Mulai
dari kelahiran seorang bayi; ia menangis ! Tangis itu menandakan bayi itu
menderita. Bayi yang sebelumnya merasa nyaman di dalam rahim ibunya karena
semua kebutuhan nafas dan makanannya terpenuhi. Kini, bayi itu menangis karena
ia tidak lagi mendapatkan nafas dan makan secara otomatis. Bayi itu merasakan
sesuatu yang lain atas kelangsungan hidupnya. Keadaan yang sebelumnya berjalan
otomatis, kini harus melalui perjuangan. Bayi itu menderita.
Penderitaan terus berkelanjutan seiring dengan kebutuhan
manusia. Manusia menderita karena tekanan ekonomi, sosial, bahkan politik.
Manusia butuh; makanan, fasilitas, status, keamanan, keadilan. Manusia juga
membutuhkan kesehatan, jangan sampai dirawat di rumah sakit. Manusia tidak
ingin menghadapi persoalan-persoalan yang dapat menambah rumit hidup ini. Ketika
manusia tidak memperoleh semua itu, dan memang manusia tidak pernah memperoleh
semua itu, maka penderitaan itu terasa menyertai hidup ini.
Derita corona yang sedang kita alami saat ini tentu
sangat menekan jiwa kita. Jangan panik, tapi bagaimana menyikapinya. Pemerintah
dan para medis telah memberikan himbauan. Ikuti saja ! Lalu, kita senantiasa
memohon belas kasih Tuhan. Jangan lagi gundah jiwamu.
Penderitaan sebagai sesuatu yang mewarnai hidup
manusia bertujuan supaya manusia itu makin mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dengan penderitaan itu, manusia mau mengakui bahwa di luar dirinya ada kekuatan
yang mengendalikan hidup manusia. Penderitaan yang sedang kita alami di dunia
ini hanyalah sementara. Sebagai orang beriman, umat Tuhan harus menyadari bahwa
kita tergolong sebagai peziarah di dunia ini, yang sangat mungkin mengalami
tekanan. Tekanan yang terjadi jangan membuat kecut/tawar hati tetapi harus
tegar menerimanya, sebagai konsekuensi hidup.
Umat Tuhan senantiasa harus mampu bergembira
ditengah-tengah kesukaran hidup ini. Kita senantiasa memiliki keyakinan pada
Kristus, yang telah menyediakan hal yang lebih besar dan yang lebih sempurna
dibandingkan apa yang kita alami saat ini. Karena itu, sebagai orang beriman,
kita patut mengarahkan diri kepada hal yang rohani.
Semua orang pasti
mendambakan ketenangan dalam hidup ini. Tanpa ketenangan, hidup kita bagaikan laut yang bergelora, mengakibatkan
segala sesuatunya kacau, karena kita tidak dapat mengatur dan mengendalikan
diri sebagaimana mestinya.
Pemazmur jujur mengakui kelemahannya. Dia berkata: Jiwaku tertekan dalam
diriku. Pemazmur memiliki Jiwa yang haus kepada Tuhan. Pemazmur ini mungkin memiliki
‘tanduk’, kekuatan jasmani, tetapi jiwanya kosong. Kita adalah manusia yang
butuh ketenangan dan keselamatan. Tuhan adalah sumber segala kehidupan kita. ‘Hanya
pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku’ (Mazmur
62:6). AMIN